Piala Dunia U-17

Catatan Piala Dunia U-17: Merasakan Turnamen Kelas FIFA di Indonesia

Muhammad Robbani - detikSepakbola
Selasa, 14 Nov 2023 21:40 WIB
Foto: Muhammad Robbani/detikSport
Jakarta -

Ayo, Sambut Bakat Terbaik Indonesia bersama BNI! Pesan Tiket dan Jadilah Bagian dari Kisah Sukses Garuda Muda di Piala Dunia U17 dengan #BersamaGaruda #BNIGlobalReachIndonesianPride

Piala Dunia U-17 2023 dibuka sejak pekan lalu, tepatnya mulai Jumat (10/11/2023). Ajang ini digelar dengan standarisasi tinggi ala FIFA.

detikSport berkesempatan hadir di Surabaya, yang menjadi salah satu lokasi penyelenggaraan ajang ini selain tiga kota lainnya yakni Jakarta, Bandung, dan Solo. Sejak tiba pada, Kamis (9/11), nuansa-nuansa Piala Dunia U-17 sudah terasa.

Sejak di Bandara Juanda, Kabupaten Sidoarjo, banyak umbul-umbul Piala Dunia U-17 yang terpasang di pinggir-pinggir jalan atau tempat keramaian lainnya. Intinya masyarakat seperti wajib tahu bahwa di kota mereka akan menyelenggarakan Piala Dunia U-17, salah satu turnamen FIFA dengan kelas usia paling rendah.

Pada Kamis (9/11), malam, WIB, Timnas Indonesia U-17 menggelar persiapan terakhirnya di Stadion Gelora 10 November, Surabaya. Itu adalah official training Timnas U-17 yang akan memainkan laga perdananya melawan Ekuador di Stadion Gelora Bung Tomo (GBT), pada Jumat (10/11).

Di sekitaran Stadion Gelora 10 November banyak bertebaran volunteer dengan rompi khusus yang berjaga-jaga. Mereka tidak akan ragu untuk menegur masyarakat atau jurnalis sekalipun yang berusaha mendekati area terlarang/steril.

Seperti biasa, official training bisa dihadiri jurnalis/awak media di 15 menit pertama sebelum tim menggelar sesi taktikal. Masuk ke Stadion Gelora 10 November, terhampar lapangan dengan rumput nan hijau dan rapi.

Kondisi Stadion Gelora 10 November itu sangat jauh berbeda dengan di masa-masa saat masih menjadi kandang Persebaya Surabaya di era Liga Indonesia. Ajang kelas dunia berdampak positif buat perbaikan infrastruktur sepakbola tanah air.

Selesai meliput latihan Timnas U-17, detikSport bergeser ke Jalur Tunjungan yang menjadi lokasi nongkrong muda-mudi Kota Surabaya. Di sana dilantangkan pengumuman via pengeras suara soal akan digelarnya Piala Dunia U-17 yang akan segera digelar.

Hari pertandingan Timnas Indonesia Vs Ekuador

Tantangan mulai datang di hari pertandingan karena harus pergi jauh ke Stadion GBT yang letaknya di perbatasan Surabaya dan Gresik. Setidaknya butuh waktu 1 jam untuk menempuh perjalanan dari pusat Kota Surabaya menuju stadion berkapasitas sekitar 45 ribu penonton itu.

Pilihannya ada dua, lewat jalur biasa atau tol yang pintu keluarnya bisa langsung ke area stadion. Dengan menggunakan layanan antar-jemput online, sopir memilih menggunakan jalur biasa ketimbang tol.

Perjalanan itu kemudian berakhir di Terminal Benowo. Sopir menyarankan kami untuk melanjutkan perjalanan dengan kendaraan shuttle yang disediakan panitia Piala Dunia U-17.

Sebab kendaraan biasa memang tak bisa sembarangan masuk ke Stadion GBT. Adapun kendaraan shuttle yang digunakan adalah bus yang ukurannya tidak terlalu besar.

Suasana di dalam shuttle bus (Foto: Muhammad Robbani/detikSport)

Kira-kira 10-15 menit waktu yang dibutuhkan untuk sampai Stadion GBT dari Terminal Benowo. Sepanjang perjalanan dari Terminal Benowo, banyak petugas keamanan baik dari Polri dan TNI yang berjaga.

Beberapa titik ditutup dengan pagar agar kendaraan umum tak bisa masuk. Pagar hanya akan dibuka khusus untuk kendaraan shuttle dan mereka yang punya bukti akses terakreditasi FIFA.

Saat tiba pertama kalinya di Stadion GBT, kesan stadion dengan lokasi terpencil langsung muncul di benak. Kandang Persebaya ini memang berada di tengah-tengah persawahan, tambak garam, dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo.

Salah satu masalah dari lokasi ini adalah bau sampah yang kadang-kadang muncul dalam situasi tertentu. Sebenarnya pemerintah daerah sudah berupaya meminimalisir bau tak sedap dengan menutup tumpukan sampah yang menggunung di TPA Benowo dengan plastik-plastik ukuran super besar.

Soal lokasi terpencil, stadion-stadion yang usianya relatif baru (biasanya dibangun di era 2000-an) memang kerap memilih lokasi yang tidak strategis. Misalnya Stadion Pakansari, Stadion Si Jalak Harupat, Stadion Internasional Banten, Stadion Wibawa Mukti, hingga Jakarta International Stadium (JIS), adalah beberapa di antaranya.

Seorang ekspatriat asal Inggris Antony Sutton dalam bukunya yang berjudul 'Sepakbola: The Indonesian Way of Life' pernah menyinggung soal ini. Ia menyebut bahwa pembangunan stadion di lokasi terpencil karena terbatasnya ketersediaan lahan dan motif mencari tanah yang relatif lebih murah.

Dengan segala keterbatasan itu, panitia lokal mampu memenuhi segala aturan standarisasi FIFA, setidaknya dari pandangan mata. Kesigapan para petugas adalah salah satu yang paling terasa.

Ketidakaturan sebagaimana biasa dirasakan dalam gelaran sepakbola dalam negeri untuk sementara sirna. Petugas benar-benar melakukan filter dengan baik, beberapa titik tertentu di area stadion yang memiliki limited access benar-benar dijaga dengan ketat.

Untuk bisa masuk ke ruang media center sekalipun, jurnalis diperiksa segala kelengkapannya identitasnya. Jika tak punya akreditasi dari FIFA, tidak masuk. Tanpa terkecuali.

Kondisi di area stadion sudah ramai menjelang dimulainya laga Timnas U-17 Vs Ekuador. Tak cuma suporter tuan rumah, ada juga segelintir kelompok suporter Panama, Maroko, dan Ekuador, yang lengkap menggunakan atribut tim kesayangannya masing-masing.

Salah satunya adalah Yizid, suporter Maroko. Pria yang mengaku kakak dari salah satu pemain Maroko yakni Imran Nazih, sengaja datang ke Surabaya dari Amsterdam, Belanda, untuk menyaksikan Piala Dunia.

"Perjalanannya dua hari, saya ke sini untuk mendukung adik saya yang bermain untuk Maroko," kata Yizid.

Yizid, suporter Maroko. (Foto: Muhammad Robbani/detikSport)

Yizid sengaja mengambil cuti dari pekerjaannya untuk menonton aksi Maroko sepanjang fase grup. Jika Atlas Lions lolos ke babak penyisihan, ia terpaksa harus pulang karena akan bekerja kembali.

Beralih ke media center, para volunteer langsung mengingatkan beberapa rules yang perlu menjadi perhatian. Misalnya larangan mengambil foto atau video selama berada di tribune media stadion dan area mixed zone.

Larangan tidak hanya diimbau dalam bentuk lisan, jika ada yang colong-colongan maka petugas akan langsung menghampiri untuk mengingatkan. Hal semacam ini sebenarnya juga diterapkan di Liga 1, hanya saja aturannya sangat longgar dan tak ada sanksi buat pelanggarnya.

Sama seperti infrastruktur penunjang lainnya, Stadion GBT juga 'naik kelas'. Semua kursinya sudah single-seat, dilengkapi dua layar besar untuk menampilkan skor dan jalannya pertandingan, pengeras suara yang mumpuni, dan paling penting tentunya kualitas lapangan yang sangat baik agar tim yang bermain bisa menampilkan aksi-aksi terbaiknya.

Stadion GBT juga menjadi saksi penggunaan teknologi Video Assistant referee (VAR), sebagaimana sudah dimanfaatkan pada laga Timnas U-17 Vs Ekuador. Timnas U-17 juga merasakan manfaat VAR ini dengan dianulirnya gol Ekuador lantaran offside dalam laga yang berkesudahan 1-1 itu.

Teknologi VAR saat ini sedang dikaji untuk digunakan di gelaran Liga 1 yang rencananya mulai awal tahun depan. Piala Dunia U-17 ini menjadi kesempatan buat Indonesia untuk 'menikmati; teknologi anyar sebelum benar-benar digunakan di sepakbola dalam negeri.

(Halaman selanjutnya, menengok fasilitas center dan rasakan atmosfer Indonesia vs Panama)




(aff/cas)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork