Dari 20 peminat, hanya 10 klub yang memenuhi persyaratan untuk menjadi peserta J. League. Singkat cerita, Komite Aktivasi sukses besar melakukan branding transformasi sepakbola.
Sebanyak 800 ribu orang mendaftarkan diri untuk membeli tiket laga pembuka J. League 1993 yang mempertemukan Verdy Kawasaki (kini menjadi Tokyo Verdy) melawan Yokohama Marinos (kini menjadi Yokohama F. Marinos).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal jumlah tiket untuk laga yang digelar di Tokyo National Stadium hanya berjumlah 60 ribu lembar tiket. Peristiwa itu pun dilabeli sebagai 'J. League Phenomenon'.
Kehadiran J. League sukses menarik minat orang-orang Jepang untuk menyaksikan sepakbola. Sekitar 74, 8 persen penonton J. League adalah orang-orang yang baru menyaksikan sepakbola.
Mengapa J. League begitu sukses menarik minat orang Jepang terhadap sepakbola? Salah satu jawabannya adalah investasi. Dana sebesar 600 juta USD digelontorkan untuk keperluan promosi demi menjaring fans sepakbola, meningkatkan eksposur sepakbola, dan meningkatkan jumlah kehadiran penonton sepakbola.
Klub-klub J. League tiba-tiba kaya mendadak dengan banyaknya uang yang bisa mereka gunakan. Kondisi itu dimanfaatkan dengan membeli bintang-bintang sepakbola dunia.
"J. League kick-off dengan tim yang kuat dan pemain yang kuat. Dari Amerika Selatan, Eropa, dan bahkan Asia. Bintang asing berbondong-bondong datang ke Jepang. Setiap tim J. League diizinkan untuk mendatangkan maksimal lima pemain asing. Mereka (klub J. League) menggunakan kekuatan finansialnya untuk mendatangkan pemain dengan menghabiskan dana 100 juta yen, 200 juta yen, tanpa keraguan," begitu potongan artikel Asahi Shimbun yang terbit pada 15 Mei 1993.
Simak Video "Video: Kelakuan Sandy Walsh Putar Lagu 'Balonku' ke Maarten Paes"
[Gambas:Video 20detik]