Timnas Indonesia mengubur mimpi ke Piala Dunia 2026. Kegagalan Skuad Garuda itu dinilai sebagai buah keputusan spekulatif PSSI.
Di babak keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026, Indonesia menjadi juru kunci Grup B. Dalam dua pertandingan, Indonesia kalah dari Arab Saudi (2-3) dan Irak (0-1). Karena dua kekalahan itu, Indonesia sudah pasti gagal ke Piala Dunia 2026.
Perjalanan panjang ditempuh Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia 2026. Berjuang sejak babak pertama, Indonesia menjalani sebanyak 20 pertandingan hingga babak keempat.
Sebanyak 14 pertandingan dijalani Indonesia bersama Shin Tae-yong. Hasilnya, Indonesia dibawa kochi-nim asal Korea Selatan itu menang enam kali, imbang empat kali, dan kalah empat kali.
Indonesia kebobolan sebanyak 17 gol di bawah arahan Shin Tae-yong, bisa memasukkan sebanyak 26 gol.
Pada awal tahun ini, sebenarnya Indonesia masih ada di jalur untuk bisa lolos ke babak keempat. Di Grup C, Indonesia ada di posisi ketiga dengan enam poin setelah menang 2-0 atas Arab Saudi di Stadion Utama Gelora Bung Karno.
Tapi, dengan dalih dinamika tim usai kekalahan 1-2 Indonesia dari China, PSSI mengambil langkah untuk memecat Shin Tae-yong. Pada prosesnya, PSSI menunjuk Patrick Kluivert sebagai juru taktik yang baru.
Ditemani oleh Alex Pastoor, Denny Landzaat, dan Gerald Vanenburg, Kluivert disebut Exco PSSI Arya Sinulingga sebagai staf kepelatihan terbaik Indonesia kendati belum bekerja.
Bukti di atas lapangan menunjukkan hasil bertolak belakang dengan klaim di atas. Dalam delapan pertandingan bersama Kluivert, Indonesia menang tiga kali, imbang sekali, dan kalah empat kali.
Bersama Kluivert, Indonesia kebobolan 15 kali dan membuat gol 11 kali. Khusus di Kualifikasi Piala Dunia 2026, Indonesia mencatatkan lima gol dan kebobolan 15 kali bersama Kluivert.
Performa Indonesia bersama Kluivert dan para pelatih Belanda menurun, bahkan juga di level U-23. Pengamat sepakbola Mohamad Kusnaeni, memberikan pendapatnya mengapa hal itu bisa terjadi.
"Banyak pelatih Belanda dikenal luas di dunia sebagai pelatih-pelatih hebat. Kelebihan mereka adalah disiplin, fokus terhadap pekerjaannya, dan pintar memaksimalkan potensi pemain. Di Indonesia beberapa pelatih Belanda juga punya sejarah lumayan bagus. Henk Wullems pernah membawa Bandung Raya juara. Di era sekarang, kinerja pelatih-pelatih asal Belanda juga lumayan. Lihat Riekerink di Dewa United atau sebelumnya Huistra di Borneo," kata Bung Kus, sapaan akrab Kusnaeni, kepada detikSport.
"Cuma, pelatih Belanda itu umumnya punya karakter kurang terbuka dan hati-hati. Karena itu biasanya mereka butuh lebih banyak waktu untuk membangun tim. Problemnya, timnas itu tak punya waktu lama untuk bersama. Otomatis karakter pelatih asal Belanda yang kalem dan hati-hati itu membuat mereka cenderung agak lambat dalam membangun kebersamaan di Timnas. Apalagi jika ada masalah komunikasi dan kultur, seperti yang juga terjadi di timnas Indonesia. Makanya, sebetulnya kurang ideal kalau pelatih asal Belanda itu direkrut untuk tujuan jangka pendek."
"Kita sudah melihat itu sebelumnya terjadi pada Rijsbergen, Van Balkom, atau Huistra. Wullems dan Wiel Coerver yang punya reputasi hebat pun hanya bisa membawa timnas Indonesia merebut perak SEA Games. Saya kira, itu juga yang terjadi dalam kasus Kluivert. Mengambil alih pekerjaan STY di tengah jalan dan dalam waktu singkat diyakini bisa membawa timnas lolos ke Piala Dunia sungguh cara pikir yang spekulatif. Minimal, tidak belajar dari sejarah. Kelihatan sekali kalau Kluivert kemudian terbukti kurang mengenali secara utuh kemampuan para pemain. Apalagi pemain Super League di mana dia juga jarang nonton karena tinggal di Belanda," kata dia menambahkan.
Simak Video "Video Timnas Gagal ke Piala Dunia, Istana: Kita Evaluasi"
(cas/yna)