TVRI tak lagi menayangkan Liga Inggris. Padahal dulu, Liga Inggris disebut 'killer content' dan bisa mendatangkan banyak penonton.
Liga Inggris disiarkan oleh TVRI sejak awal musim ini sampai akhirnya berhenti Maret lalu karena pandemi virus corona. Kini, Liga Inggris akan bergulir kembali dan TVRI nyatanya tidak lagi menayangkannya.
"Jadi memang kita saat ini memutuskan untuk tidak menayangkan dulu Liga Inggris karena terkait dengan beberapa hal yang masih ter-pending dengan pemilik hak siar," ujar Direktur Umum TVRI, Iman Brotoseno seperti dikutip akun twitter resmi TVRI.
"Saya yang baru di sini harus agak hati-hati dan saya rasa saya harus melakukan konsolidasi dulu di dalam, melihat segala macam yang menjadi masalah dengan pemegang hak siar. Untuk sementara kami sepakat untuk tidak menayangkan dulu agar semua permasalahannya menjadi lebih jelas dan clear," sambungnya.
Hak siar jadi alasan TVRI tidak menayangkan Premier League. Namun, persoalan TVRI juga menyangkut pada dilengserkannya Dirut terdahulu, Helmy Yahya.
Seperti diketahui, Liga Inggris menjadi terobosan Helmy Yahya kala itu demi mendatangkan banyak penonton. Dia pernah menyampaikannya saat di kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (28/1/2020) lalu di hadapan Komisi I.
TVRI memang menjadi satu-satunya televisi di Indonesia yang menyiarkan pertandingan-pertandingan Premier League di musim 2019/2020 ini. TVRI membeli siaran Liga Inggris dari pemilik hak siar di Indonesia, Mola TV.
Tapi, TVRI tidak menayangkan seluruh pertandingan, melainkan hanya dua kali sepekan, yakni di hari Sabtu dan Minggu pada jam-jam tertentu. Meski begitu, Helmy tidak merinci nilai hak siar Liga Inggris itu. Dikutip dari AP, harga hak siar Liga Inggris merupakan yang termahal dengan nilai total 9,2 miliar paun (Rp 164 triliun), atau 4,2 miliar paun (Rp 74,5 triliun) untuk internasional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Jadi ini perlu saya sampaikan, di dalam dunia televisi, setiap stasiun televisi memerlukan apa yang disebut dengan 'killer content', 'monster program', yang dibayar mahal hanya supaya orang singgah di stasiun tersebut," Helmy menyebutkan.
"Liga Inggris bagi kami adalah 'killer content', sebuah showcase, sebuah etalase, orang melihatnya di situ dia masuk dan dia akan belanja program yang lain, sosialisasi kami, pendidikan kami, dan sebagainya," dia menambahkan.
(Halaman selanjutnya, Liga Inggris disebut tak selaras dengan jati diri bangsa)