5 Alasan yang Mewajarkan Pemecatan Ten Hag

5 Alasan yang Mewajarkan Pemecatan Ten Hag

Adhi Prasetya - Sepakbola
Selasa, 29 Okt 2024 12:15 WIB
Manchester United manager Erik ten Hag applauds the fans following the Premier League match at Old Trafford, Manchester. Picture date: Sunday September 29, 2024. (Photo by Martin Rickett/PA Images via Getty Images)
Kisah Erik ten Hag dengan MU sudah berakhir. Foto: PA Images via Getty Images/Martin Rickett - PA Images
Jakarta -

Erik ten Hag dipecat dari jabatannya usai Manchester United tumbang 1-2 dari West Ham United Minggu lalu. Catatan buruk Setan Merah di lapangan selama dua musim lebih telah menjustifikasi keputusan tersebut.

Ten Hag memang membantu MU menyudahi puasa trofi enam tahun dengan memenangi Piala Liga Inggris pada 2023, itu tak terbantahkan. Ia juga menjadi pelatih pertama sejak Sir Alex Ferguson yang meraih trofi dua musim beruntun setelah menjuarai Piala FA Mei lalu.

Namun dua capaian itu seolah hanya 'lapisan emas' yang menutupi mesin mobil yang berulang kali masuk bengkel untuk diperbaiki. Jika melihat apa yang terjadi di lapangan, MU menunjukkan grafik menurun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Usai finis ketiga di Liga Inggris pada musim 2022-23 dengan 75 poin, MU finis kedelapan di musim berikut dengan 15 poin lebih sedikit dan catatan selisih gol minus. Musim ini, mereka sudah kalah empat kali dari sembilan laga dan merosot ke posisi 14 dengan 11 poin.

Hal itu membuat statistik Ten Hag menjadi lebih buruk dibanding para pendahulunya. Mari simak data di bawah ini, yang dirangkum dari ESPN:

ADVERTISEMENT

*) Catatan: Statistik Sir Alex Ferguson yang dihitung hanya selama 2008-2013 atau lima musim terakhirnya di MU dan hanya pelatih tetap yang masuk perbandingan (maaf, Ralf Rangnick).

1. Poin

Bersama Ten Hag, MU meraih 1,7 poin per laga di Liga Inggris. Ia hanya unggul dari David Moyes (1,68). Namun perlu diingat bahwa Moyes hanya memimpin MU di 34 laga, sedangkan Ten Hag punya 84 pertandingan.

Louis van Gaal memiliki rataan poin 1,79, sedangkan Ole Gunnar Solskjaer 1,81 dan Jose Mourinho 1,89 poin per laga. Sir Alex? Rataan poin pria asal Skotlandia itu di Liga Inggris menyentuh 2,28 per laga.

2. Jumlah kebobolan

MU asuhan Ten Hag kebobolan 1,33 gol per laga. Meski tak selalu demikian yang terjadi di lapangan, namun angka di atas menunjukkan pertahanan MU begitu rapuh hingga peluang lawan menjebol gawang mereka selalu ada di tiap laga.

Bersama Sir Alex, MU hanya kebobolan 0,87 per laga. Mourinho (0,92) dan Van Gaal (0,95) menjadi nama lain yang rasio kebobolannya di bawah satu per laga. Moyes memiliki rasio kebobolan 1,18 gol per laga, sedangkan Solskjaer 1,16. Tetap 'lebih baik' dari Ten Hag.

3. Gol yang dicetak

Tim dengan pertahanan rapuh biasanya akan dimaklumi jika barisan depan mereka sukses mendulang banyak gol sebagai kompensasi. Seperti Barcelona musim ini yang sudah kebobolan 10 gol dari 11 laga namun mencetak 37 gol sebagai gantinya.

Hal itu tak terjadi di MU asuhan Ten Hag. Hanya 1,43 gol yang bisa mereka ciptakan per laga, terendah dari lima nama lain. Van Gaal berhasil membukukan 1,46 gol per laga, sedangkan Mourinho 1,62. Sir Alex lagi-lagi menjadi yang terbaik dengan 2,14 gol per laga, lalu Solskjaer (1,79) dan Moyes (1,65).

4. Gaya main pressing

Ten Hag menegaskan di awal kedatangannya bahwa ia ingin MU bermain menekan, menyerang, dan proaktif dalam membangun serangan. Benarkah demikian?

Benar, namun bukan yang terbaik. Pressing MU di bawah Ten Hag tak lebih baik dari lima pendahulunya. Dalam urusan passes allowed per defensive action (PPDA), MU arahan Ten Hag hampir menyentuh angka 12,5. Padahal lima manajer lain tak sampai 12. Ini menunjukkan pressing MU-nya Ten Hag kalah agresif.

Meski gaya bermain sepak bola telah berubah seiring zaman dan nampak tak adil untuk membandingkan enam manajer dari periode berbeda-beda, namun PPDA MU musim ini juga tak paling bagus, bahkan hanya ada di urutan 15 di antara tim-tim Premier League musim ini.

5. Penguasaan bola

Penguasaan bola bukanlah jaminan memenangi liga. Itu bisa ditunjukkan Leicester City, Atletico Madrid, dan Inter Milan era Antonio Conte. Namun mayoritas tim yang menjadi juara liga di era modern bermain dominan saat menghadapi lawannya.

Dengan niat main seperti yang tertera di penjelasan nomor 4, ball possession MU bersama Ten Hag justru menjadi yang terendah dibanding lima pendahulunya, yakni hanya 52,2 persen. Padahal Van Gaal selaku kompatriotnya menyentuh 59,5 persen. Lainnya di atas 55 persen.

Tak cuma itu, identitas permainan MU juga belum jelas setelah memasuki musim ketiga dengan Ten Hag. Padahal nama-nama seperti Juergen Klopp, Pep Guardiola, bahkan Mikel Arteta sudah terlihat jelas seperti apa kala memasuki periode tersebut.

Dengan catatan di atas, patut dimengerti mengapa manajemen MU perlu melakukan penyegaran. Dan itu semua tak menyertakan Ten Hag di dalamnya. Kesempatan telah diberikan.

(adp/aff)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads