Mencampakkan 4-4-2

Catatan Sepakbola

Mencampakkan 4-4-2

- Sepakbola
Selasa, 26 Feb 2008 09:11 WIB
London - Ada yang berubah dalam sistem permainan sepakbola di Inggris. Pola permainan yang begitu terkenal selama berpuluh-puluh tahun, yaitu 4-4-2, mulai ditinggalkan.

Sejak lama klub-klub Inggris dikenal sebagai pengguna setia sistem permainan ini. Kalah atau menang mereka kaku menggunakannya. Maklum, 42 tahun yang silam Inggris memenangi Piala Dunia menggunakan sistem ini sehingga kemudian menjadi populer di tingkat klub. Klub-klub Inggris yang berjaya di Eropa dipenghujung tahun 60-an dan tahun 70-an juga selalu menggunakan sistem ini.

Yang khas dari sistem 4-4-2 Inggris adalah dua striker di depan biasanya kombinasi pemain tinggi besar dan kecil lincah. Tinggi besar untuk memenangi umpan-umpan bola atas. Kecil lincah untuk memanfaatkan arahan bola partner tinggi besarnya. Kombinasi ini tentu karena pengaruh kesenangan tim-tim Inggris untuk bermain bola-bola panjang.

Kini dari tujuh klub Inggris yang kini berlaga di Eropa, hanya Tottenham Hotspur yang masih (setia) dengan pola 4-4-2. Bolton dan Everton yang bersama Tottenham berlaga di Piala UEFA lebih sering memainkan pola 4-5-1. Di Liga Champions, Arsenal, Chelsea, dan Liverpool, dan Manchester United juga memilih pola 4-5-1. Tentu dengan berbagai variasi pergerakan pemain yang lentur, tetapi pola dasarnya adalah empat pemain bertahan, lima pemain tengah, dengan striker tunggal.

Bisa saja mereka memainkan dua penyerang, tetapi tidak lagi bermain tandem layaknya striker tinggi besar dan kecil lincah dalam sistem 4-4-2, tetapi stiker kedua bermain lebih dalam alias menjadi penyerang lubang.

Juga yang kentara adalah pergerakan posisi pemain tengah. Ada sedikit bau total football di sini. Kelima pemain tengah bisa dengan mudah berganti posisi, dari sayap kiri pindah ke kanan, dari kanan ke tengah, dari gelandang bertahan menjadi menyerang, semuanya tergantung pada situasi permainan dan tempo permainan yang diinginkan.

Yang sangat disiplin menjaga posisi hanyalah pemain belakang. Benar, dua bek di kiri maupun kanan memang sering diminta untuk menusuk pertahanan lawan lewat pinggir, tapi dalam situasi ini tugas mereka adalah untuk secepatnya melakukan umpan tarik ke mulut gawang. Mereka ini tidak ikut menyerbu kemuka gawang itu sendiri.

Mencari jawaban tunggal mengapa perubahan ini terjadi mungkin tidaklah cocok. Alasan perubahan itu sangat bermacam-macam. Namun beberapa manajer tim Inggris yang berlaga di Eropa menyebut persoalan tim Inggris harus mampu beradaptasi dalam kompetisi tingkat Eropa.

Pola 4-4-2 menuntut bola dalam situasi apapun, entah bagaimana caranya, untuk secepatnya dialirkan ke duo striker di depan. Yang paling gampang tentu saja tending bola kearah dua striker didepan seperti model kick and rush Inggris di masa lalu. Duo strikerlah yang harus bekerja keras dengan bantuan tenaga dari pemain tengah yang maju ke depan secepat mungkin.

Gaya permainan langsung ini mungkin menarik di mata, tetapi dirasa membuat tim dengan pola 4-4-2 tidak pernah benar-benar bisa mengontrol permainan. Dan di Eropa kalau tidak mengontrol permainan hampir dipastikan Anda akan kalah. Kalaupun ingin berkutak-katik dengan sabar, membangun permainan dengan perlahan, lalu buat apa memasang dua pemain didepan untuk menunggu bola.

Di era modern seingat saya hanya tiga tim yang memainkan 4-4-2 nyaris sempurna, menarik sekaligus bisa mengontrol permainan, mengkombinasikan kutak-katik dengan bola-bola panjang: AC Milan di bawah Fabio Capello, Manchester United tahun 1999, Liverpool akhir tahun 70-an dan awal 80-an.

Perubahan pola permainan juga dirasa perlu karena pola 4-4-2 dirasa kurang memaksimalkan luas lapangan. Karena terlalu mengandalkan dua striker di depan, serangan cenderung langsung menusuk jantung pertahanan (di tengah). Pertahanan yang bagus akan dengan mudah menerka ke mana arah bola akan lari untuk kemudian mematahkannya.

Pola 4-5-1 dengan fluiditas yang tinggi lebih susah ditebak dan cenderung memanfaatkan setiap sudut lapangan untuk mencari celah penyerangan.

Kritik yang menyebut 4-5-1 adalah sebuah pola yang cenderung bertahan dibantah oleh para manajer dengan mengatakan memainkan satu striker bukan berarti memberatkan pertahanan. Striker modern berbeda dengan striker jaman dulu. Mereka ini lebih mampu bermain sendirian tanpa bantuan. Secara fisik mereka lebih kuat dan secara teknis lebih terampil.

Kalaupun striker itu bukanlah kualitas nomor satu, tetapi lima pemain tengah adalah yang terbaik hasilnya akan tetap luar biasa. Prancis memenangi Piala Dunia 1998 dengan sistem ini dan tidak dikenal sebagai tim yang bertahan. Stephane Guivarc'h bukanlah striker hebat, tetapi di belakangnya ada Zinedine Zidane, Youri Djourkaef, Didier Deschamp, Emmanuelle Petit, Christophe Dugarry. Guivarc'h mungkin tidak mencetak gol, tetapi kelima pemain di belakangnya lebih dari mampu untuk melakukannya.

Persoalannya adalah setelah meninggalkan pola 4-4-2 akankah tim-tim Inggris ini kemudian berjaya di Eropa? Kalau yang satu ini adalah persoalan berbeda dan lain ceritanya.

===

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

* Penulis adalah wartawan detikcom, tinggal di London.



Foto: Robbie Keane dan Dimitar Berbatov, dua penyerang Tottenham Hotspur yang biasa bertandem. (AFP/Shaun Curry) (lza/a2s)

Hide Ads