Kegagalan Seedorf Memanfaatkan Kaka

Liga Champions: Milan 0-1 Atletico

Kegagalan Seedorf Memanfaatkan Kaka

- Sepakbola
Kamis, 20 Feb 2014 15:40 WIB
AFP/Filippo Monteforte
Jakarta -

Melawan Atletico Madrid, Clarence Seedorf memodifikasi formasi. Sebelumnya, dia sering memakai 4-2-3-1. Namun setelah absennya Ricardo Montolivo akibat akumulasi kartu, Clarence Seedorf enggan mengambil risiko.

Saat Montolivo absen, sejatinya Seedorf bisa menempatkan Michael Essien dan Nigel De Jong berduet sebagai poros ganda dalam formasi 4-2-3-1. Namun, setiap hal itu dicoba, Milan selalu mengalami kekalahan. Diantaranya saat melawan Napoli dan Udinese.

Hal ini menandakan bahwa ucapan Seedorf tentang ia akan memberi tempat kepada Essien tak terwujud. Milan masih amat bergantung pada Montolivo. Dan ketidakhadiran Montolivo pada laga tadi malam jadi salah satu alasan mengapa Milan mengalami kekalahan di kandang sendiri.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan adanya pemain bertipikal dua gelandang bertahan murni di tengah, Seedorf sendiri merubah taktik dengan cara menarik mundur Adel Taarabt lebih cenderung agak ke tengah. Alhasil didapatlah 4-3-1-2.

Sementara itu di kubu lawan, mengetahui AC Milan akan menumpuk pemain di lini tengah, sang pelath Diego Simeone menarik Ardan Turan dan Koke agak lebih dalam. Sementara Raul Garcia tetap berada di belakang Diego Costa.

Meski memakai pola 4-4-1-1 tapi saat menyerang Atletico kadang bertransformasi menjadi 4-3-2-1 dan 4-3-3, dengan poros Koke dan Turan sebagai motor pengganti itu.



Dalam laga ini kedua pelatih melakukan baik rotasi pemain maupun formasi. Tapi, yang menarik dicatat adalah posisi Seedorf cenderung reaktif ketimbang proaktif. Dia lebih memilih menunggu dan merespons taktik yang dibuat Simeone, baru kemudian melawannya dengan taktik baru.
Β 
Hal ini menjadi blunder, ketika Milan tertinggal 0-1. Atletico fokus bertahan, menutup rapat-rapat lini belakang, dan tak berambisi menyerang. Milan pun kebingungan.

Sifat Seedorf ini terlihat saat babak pertama berlangsung. Seedorf meminta anak asuhnya bermain bersabar dan memberikan Atletico kesempatan untuk menyerang.

Nantinya saat pertandingan berlangsung, formasi yang dipakai Milan tak seperti apa yang direncanakan pada awal laga. Milan lebih cenderung menggunakan 4-2-3-1, dengan menggunakan poros ganda Michael Essien-Nigel De Jong di tengah.



Di lini depan, Kaka nyatanya tak sejajar dengan Balotelli. Dia lebih cenderung bermain ke belakang sebagai pengalir bola yang diberikan dari tengah ke depan. Pergeseran Kaka ini tak lain karena peran Andrea Poli yang bergeser ke sayap.

Tapi Poli bukan bergeser ke sayap kiri, karena ia lebih cenderung beraksi di sayap kanan bersama Adel Taarabt. Ini karena Seedorf meminta Scigllio untuk standby di belakang --mengantisipasi pergerakan penyerang sayap Atletico lewat Koke.

Bergesernya Poli ke kanan memperlihatkan bahwa serangan AC Milan mengalami ketimpangan. Serangan hanya mengandalkan serangan lewat flank kanan sementara sisi kiri nyaris nihil. Milan tak menempatkan pemainnya di area itu.

Terlihat dengan jelas bahwa Milan memanfaatkan Atletico yang harus kehilangan fullback kiri mereka, Felipe Luis, karena cedera. Apalagi kemampuan Emilio Insua tak setangguh Luis.

Mengetahui Milan mengeksploitasi sisi sayap kanan, pada pertengahan babak pertama Simeone meminta anak asuhnya untuk bermain bertahan. Amatlah mudah menerka serangan Milan, karena Milan selalu menyerang lewat flank kanan.

Untuk menghadapi taktik ini, Simeone lalu menggeser Gabi sejajar dengan lima bek di belakang. Posisi Gabi mengapit Diego Godin dan Insua. Meski mampu membuat Milan selalu kesulitan menerbos masuk ke dalam, tetapi anti-taktik dari Simione ini berbuah blunder. Seringkali Gabi dan Insua mundur terlalu dalam, sementara posisi Koke masih jauh di depan. Ruang kosong ini yang biasa dimanfaatkan oleh Milan untuk melakukan shooting atau umpan crossing ke dalam kotak penalti.

Poros pertahanan Atletico sebenarnya berada di Gabi. Dan Seedorf tau akan hal ini. Terkadang, saat menyerang dia meminta Kaka, Taarabt, atau Poli untuk menarik Gabi keluar.

Setelah Gabi keluar dari posisinya, maka salah satu diantara 3 pemain itu akan berlari diagonal menerima umpan trough pass. Tiga attempts yang dibuat Milan di dalam kotak pinalti berdasarkan skema itu. [Lihat Attempt Milan]



Ketidakhadiran Montolivo terasa betul di laga ini. Milan kehilangan sosok kreator serangan dari lini belakang. Pada laga tadi malam, peran ini mestinya diambil oleh Nigel De Jong. Tapi, Seedorf justru lebih memfungsikan De Jong sebagai box-to-box-midfielder. Terlihat, pada saat menyerang, Milan jarang memainkan umpan-umpan panjang.


(Grafik Longball Milan)

Dalam soal taktik serangan, Seedorf memang hanya mengandalkan Kaka. Perubahan posisi yang dilakukan Kaka akan mempengaruhi taktik tim secara keseluruhan. Dalam skema menyerang, ada dua hal yang Seedorf lakukan: menarik Kaka ke tengah atau mensejajarkannya dengan striker.

Saat mensejajarkan Kaka dengan Balotelli, maka Seedorf akan menarik Essien dan De Jong agak lebih depan. Tapi hal ini amat berbahaya mengingat inilah yang diinginkan oleh Simeone.

Peran Kaka Tak Termaksimalkan

Pada babak kedua, Simeone mengganti formasi menjadi 4-3-3, dengan posisi Koke dinaikkan ke depan sejajar dengan Garcia dan Diego Costa. Ketiga pemain ini lalu diintruksikan oleh Simeone untuk tak ikut mundur.

Tak heran jika attempts yang didapat Atletico lewat serangan balik biasanya diawali oleh posisi Nigel De Jong dan Essien yang overlapping. Menerapkan 3 penyerang di depan sekaligus, membuat pemain tengah Milan menjaga kerapatan dengan dua bek. Hal ini membuat aliran serangan di tengah menjadi tak efektif, mengingat posisi Andrea Poli dan Taarabt yang cenderung ke sayap.

Kondisi ini memaksa Kaka turun kembali ke tengah. Peran Kaka sebagai playmaker yang tak maksimal mungkin bisa jadi penyebab kekalahan Milan. Sebagai seorang playmaker, dia hanya bisa membuat passing 23 kali. Angka itu teramat kecil bagi seorang Kaka.

Hal ini jadi penanda bahwa Atletico berhasil mematikan peran seorang Kaka dengan menjauhkan Kaka dari para pemain-pemain lainnya.



Kesimpulan

Jika dilihat dari kejelian dan kapasitas sebagai seorang pelatih, dalam laga ini terbukti bahwa Simeone lebih jago ketimbang Seedorf. Rotasi pemain dan taktik yang sering ia lakukan membuat Atletico bisa meraup poin maksimal di leg pertama 16 besar Liga Champions.

Kelihaian Simione juga terlihat dari permainan lini depan Atletico. Dari empat pemain yang betugas untuk menyerang, Simione merotasi semua posisinya pada setiap menit. Kadang Koke ke kiri, Ardan Turan ke kanan, Raul Garcia ke sayap atau Diego Costa mundur ke tengah. Efek dari hal ini adalah serangan Atletico pun menjadi lebih variatif. [Lihat grafik]



Ini tentu beda hal dengan sang tuan rumah. Seperti dijelaskan pada awal tulisan, Seedorf menyerang lewat sayap kanan saja. Seedorf memang sempat mencoba untuk mengeksploitasi dari sayap kiri lewat Emanuelson, tapi setelah tak ada hasil ia kembali memfokuskan serangan ke sayap kanan.

Kans Milan untuk lolos ke fase berikutnya memang masih terbuka lebar. Andaikan ingin tetap bertahan di Liga Champions, maka Milan harus segera berbenah diri. Tapi itupun jika ingin. Jika tidak, mari kita ucapkan "Arrivederci" kepada Italia di Liga Champions musim ini.

====

*dianalisis oleh @panditfootball. Profil lihat di sini.

(roz/krs)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads