'Poros Ganda Sebagai Kunci Pertahanan Sevilla'

Liga Europa: Sevilla 4-2 Benfica

'Poros Ganda Sebagai Kunci Pertahanan Sevilla'

- Sepakbola
Kamis, 15 Mei 2014 17:54 WIB
Getty Images/Chris Brunskill
Jakarta -

Di sebuah dongeng, kutukan orang yang teraniaya diyakini kebenarannya. Dalam sepakbola, Benfica yang belum lepas dari kutukan eks-pelatihnya, Bela Guttmann (1959-1952) menjadi contohnya.

β€œBenfica tak akan pernah menjadi juara Eropa dalam 100 tahun ke depan,” begitu ujar Guttmann mengutuk mantan klubnya karena tak kunjung diberikan bonus dan kenaikan gaji.

Usai kejadian itu, Benfica memang sering lolos ke babak final kompetisi Eropa. Entah itu Liga Champions atau Europa League. Namun raihan itu tak selalu dibarengi dengan keberuntungan mengangkat piala.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tahun 1963, 1965, 1968, 1988 dan 1990, mereka gagal di Liga Champions/European Cup, sementara pada 1983 dan 2013 mereka pun gagal di kancah Uefa Cup/Liga Europa. Dan, pada dini hari tadi, kutukan Guttman pun seolah kembali β€œbekerja”.

Benfica boleh dikatakan menguasai jalannya laga dan memaksa Sevilla untuk membuat attempts hanya dari serangan balik semata. Benfica sendiri mestinya mampu mencetak gol. Tercatat ada empat peluang manis yang seharusnya bisa dikonversi jadi gol.

Tapi kemenangan seolah tak berpihak pada mereka saat adu penalti dilakukan. Kutukan Guttman pun tak berhasil dipatahkan.


Line-Up Benfica - Sevilla


Memanfaatkan Benfica yang Tampil Pincang

Benfica sendiri tampil sedikit pincang akibat harus kehilangan sayap kanan mereka, Eduardo Salvio. Pasalnya, ia terkena hukuman kartu merah pada laga melawan Juventus di babak semifinal.

Untuk menambal posisi Salvio, pelatih Benfica, Jorge Jesus, lalu menempatkan Miralem Sulejmani. Pemilihan Sulejmani ini sebuah hal menarik karena posisi sejatinya adalah pemain sayap kiri dan cenderung bertahan (defensive winger).

Saat Salvio absen, biasanya ia digantikan oleh Lazar Markovic. Namun, sialnya Markovic juga mesti absen akibat hukuman akumulasi kartu kuning.
Β 
Kendati mesti banyak kehilangan pemain di lini tengah, Benfica bisa kembali diperkuat Andre Gomes. Sebelumnya, pemain asal Portugal ini tak bisa bermain pada semifinal melawan Juventus karena terkena kartu merah.

Sejatinya posisi Gomes adalah gelandang bertahan dan kerap berduet dengan playmaker Enzo Perez. Malangnya, Perez mesti absen akibat hukuman akumulasi.

Otomatis peran pengatur serangan dipindahtugaskan pada Andre Gomes yang digeser lebih ke depan. Amorim lalu diplot sebagai gelandang bertahan untuk berduet dengan Gomes di tengah.

Akibatnya di laga final ini, Benfica sebenarnya tak memakai seorang gelandang serang murni. Sementara itu di kubu Sevilla, hasil tiga kali kalah dan sekali seri di empat pertandingan terakhir di ajang Liga Spanyol membuat Unai Emery kembali menempatkan Carlos Bacca sebagai ujung tombak. Ia pun menyimpan Kevin Gameiro di bangku cadangan.

Menerapkan Garis Pertahanan Tinggi

Mengawali babak pertama, kedua tim membentuk garis pertahanan yang tinggi. Hal ini lalu mendorong banyak pemain menumpuk di lini tengah.

Lain dari biasanya, pada laga ini kedua pelatih memainkan dua gelandang bertahan murni di tengah untuk menahan laju lawan. Jika Sevilla memakai Daniel Caricco dan Stephane M'bia, maka Benfica memakai Ruben Amorim dan Gomez.
Β 
Kedua pasang gelandang bertahan ini selalu disiplin menjaga kerapatan dengan back-four di belakang. Hal lainnya yang serupa dari kedua tim adalah posisi back four selalu sejajar, dengan kedua fullback dari kedua tim ditahan untuk tak terlalu menyerang. Kondisi ini yang membuat kedua tim sulit menembus area final third lawan. [lihat grafis passing]



Dengan menumpuk banyak pemain di tengah, otomatis kedua tim berusaha memainkan pressing saat lawan mendapat bola. Hanya saja ada perbedaan diantara kedua tim ini saat bertahan.

Terlihat dari grafis tekel kedua tim di bawah. Benfica berani untuk menekan di area pertahanan Sevilla. Ini berbeda dengan lawannya yang lebih cenderung menunggu di area pertahanan mereka sendiri dan melakukan serangan balik.



Serangan yang dilakukan Sevilla sepanjang pertandingan ini memang didominasi oleh long ball dari belakang langsung ke depan. Kunci dari skema Sevilla adalah tak lama-lama memainkan bola, dan langsung mengarahkannya vertikal ke depan gawang.
Β 
Saat memasuki area final third, mereka kerap memberikan umpan-umpan terobosan. Hal ini untuk memanfaatkan Benfica yang menerapkan garis pertahanan tinggi.

Skema ini sebenarnya dengan mudah dimentahkan oleh Benfica. Tapi toh dari delapan attempts sepanjang pertandingan yang dibuat Sevilla, empat diantaranya berdasarkan skema ini.



Peran Ganda Dua Striker Benfica

Kendati memainkan high defensive line, Benfica kesulitan menembus barisan pertahanan Sevilla. Pasalnya, dua striker Benfica, Rodrigo dan Lima, lebih banyak mundur ke tengah ketimbang diam di depan.

Hal ini terjadi karena Lima digeser ke tengah untuk mengambil peran sebagai playmaker – pengalir bola dari tengah ke depan.

Saat menyerang, Rodrigo akan bergerak ke sayap kanan. Tugasnya adalah membuka ruang untuk dua gelandang, Gomez dan Amorin, yang merangsek ke depan.

Ada sebuah catatan menarik dari serangan sayap yang dilakukan Benfica. Pergerakan fullback atau winger bukanlah berlari menyisir lapang, tapi melakukan cutting inside ke dalam.
Β 
Tercatat, dari 17 attempts, sembilan di antaranya dibuat oleh fullback dan winger. Percobaan mencetak gol yang dibuat keduanya biasanya diawali oleh bola terobosan yang diberikan oleh dua striker, Lima dan Rodrigo.

Taktik ini sebenarnya tak berjalan pada babak pertama, karena pergerakan Rodrigo sudah diprediksi pelatih Sevilla Emery. Dia menugaskan Alberto Moreno untuk menjaga Rodrigo secara man-to-man.

Namun, setelah Lima pun memerankan hal yang sama, maka aliran serangan Benfica pun terasa lebih lancar, lewat torehan attempt yang mereka ciptakan.

Cairnya Gelandang Sevilla dalam Bertahan

Ketika Benfica menguasai bola, selalu ada gelandang Sevilla yang memberikan tekanan. Ini menyebabkan sulitnya Benfica membangun serangan dengan teratur.

Ketika bola masih di berada di pertahanan Benfica, tiga gelandang Sevilla, Ivan Rakitic, Vitolo, dan Jose Antonio Reyes, dengan segera naik untuk menutup aliran bola. Eksesnya tiga gelandang ini sering saling merotasi posisi.



Pada babak kedua, Benfica mengubah pola permainan menjadi lebih melebar. Berbeda dengan di babak pertama yang distribusi bola ke sayap dilakukan di depan, pada babak kedua distribusi ini dilakukan sejak dari lini belakang Benfica.

Serangan dari sayap pun terskema dari lini ke lini. Kondisi ini membuat benteng awal tiga gelandang Sevilla Vitolo, Rakitic, dan Reyes mudah tertembus.

Masalah muncul saat Benfica mengekploitasi sayap, maka dua poros ganda Sevilla Mbia dan Carrico ikut terpancing. Kekosongan di tengah ini yang mempermudah Benfica mengeskploitasi serangan, lewat Gomez dan Amorim.

Posisi mereka yang bermain tinggi ternyata tak bisa dimanfaatkan Sevilla untuk merubah taktik serangan. Sama seperti pada babak pertama, mayoritas serangan Sevilla didominasi oleh longballs semata.

Kesimpulan

Benfica lebih banyak memegang bola pada babak pertama. Ketika mencapai garis tengah lapangan, bola selalu dialirkan dari tengah ke sayap. Namun, umpan-umpan pendek Benfica selalu gagal ketika memasuki daerah pertahanan Sevilla.

Ketatnya penjagaan pertahanan Sevilla, membuat Benfica sering umpan-umpan di daerah sendiri. Karena sama-sama menerapkan sistem pertahanan yang tinggi, Sevilla sempat kecolongan di menit ke-40.

Umpan terobosan Gaitan hampir diselesaikan Rodrigo yang sudah tidak terkawal, beruntung bagi Sevilla karena kontrol Rodrigo tidak terlalu sempurna.

Sevilla sendiri lebih mendominasi lewat serangan balik. Benfica yang memainkan garis pertahanan tinggi pun membuat Sevilla beresiko one by one berhadapan dengan kiper. Belum membuahkan hasil, beberapa peluang itu tak bisa dikonversi menjadi gol.

Serangan kedua tim dibangun dengan cepat dan jarang menahan bola berlama-lama. Bola langsung diberikan ke depan. Ketika gagal, mereka turun ke daerah pertahanan untuk mengamankan bola.



Hal in terlihat dari action areas kedua kesebelasan yang lebih banyak bermain di area pertahanan sendiri. Ini bukan berarti keduanya bertahan, tapi bola langsung diarahkan ke depan sementara pemain lain menunggu di lini belakang.

Sebenarnya dari segi taktikal, penguasaan bola, dan arus serangan yang dilakukan, Benfica layak mencetak satu atau dua gol dan memenangi pertandingan. Namun, hasil akhir malah sebaliknya.

(cas/cas)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads