Diego Simeone berhasil mewujudkan mimpinya. Setelah mengangkat piala La Liga pada musim 1995/1996 sebagai kapten Atletico Madrid, semalam ia kembali mengulangi raihan yang sama. Jika pada 1996 Simeone jadi pemain yang mencetak gol pertama melawan Albacete --pada pertandingan penentuan juara-- semalam Simeone meneriakkan instruksi dari bangku pelatih.
Tapi, tak dapat dipungkiri bahwa Simeone-lah aktor penting di balik kesuksesan Los Rojiblancos. Sebagaimana diucapkan oleh pelatih Real Madrid, Carlo Ancelotti, tim putih-merah itu bermain layaknya Simeone bermain semasa dulu: tangguh, fokus, dan mampu mengeksekusi taktik secara sempurna.
Dan itulah yang terjadi semalam, pada pertandingan melawan peringkat dua sekaligus juara bertahan, Barcelona. Meski sempat ketinggalan 0-1 pada babak pertama karena gol Alexis Sanchez, meski harus kehilangan dua pilar utamanya yaitu Diego Costa dan Arda Turan, saat turun minum Simeone mampu mengembalikan ketenangan, konsentrasi, dan ketangguhan Atleti.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertaruhan Simeone di Starting Line-Up
Patut dicatatkan bahwa Atletico memang hanya membutuhkan hasil imbang untuk meraih gelar. Tapi, menghadapi salah satu pertandingan terpenting dalam karirnya, pelatih asal Argentina ini sedikit bertaruh dengan menurunkan pemain-pemain andalannya. Diego Costa, yang sebelum pertandingan sempat diragukan tampil karena cedera, akhirnya masuk ke dalam susunan pemain yang diturunkan sejak menit awal.
Tapi, pertaruhan Simeone terhadap Costa ini ternyata berujung kurang baik. Pemain yang kini memperkuat timnas Spanyol itu hanya mampu menjalani pertandingan selama 16 menit. Ia lalu ditarik keluar karena cedera hamstring.
Nasib serupa harus berulang 7 menit kemudian. Kali ini giliran Arda Turan yang juga harus mengakhiri laga karena cedera. Gelandang asal Turki ini lalu digantikan Raul Garcia.
Di kubu Barcelona, Tata Martino lebih memilih untuk menurunkan Cesc Fabregas terlebih dahulu ketimbang Xavi Hernandez. Sementara itu, Gerard Pique yang diragukan tampil akhirnya dapat bermain dan menjadi starting XI Barcelona.

Starting XI Barcelona (kiri) dan Atletico Madrid (kanan). Sumber: whoScored.com
Atletico Menjaga Kerapatan di Area Tengah
Kedua pelatih sama-sama memainkan pola andalan. Tidak ada strategi kejutan yang disiapkan oleh Tata atau Simeone pada pertandingan penentuan ini. Barcelona masih memainkan tiki-taka dan Atletico menggunakan strategi ultra bertahan dan serangan balik cepat ala Simeone.
Tak heran jika jalannya pertandingan pun sesuai dengan perkiraan sebelumnya. Bahkan nyaris serupa dengan pertemuan pertama di Vicente Calderon yang berakhir imbang tanpa gol.
Barcelona tetap dengan ball possession tinggi (64,2%) sementara Atletico hanya memegang 35,8%. Umpan-umpan pendek ala Barcelona pun terus diperagakan sepanjang pertandingan, dengan jumlah passing Barcelona yang mencapai 2 kali dari passing Atletico.
Dalam diskursusnya, Pandit Football Indonesia pun sering menyimpulkan bahwa posession football juga tidak serta merta dijadikan dominasi dalam pertandingan. Pada pertandingan ini hipotesis tersebut terbukti. Pengusaan bola yang dominan dari Barcelona tidak membuat jumlah percobaan serangan dari Barcelona lebih banyak dari Atletico (lihat infografik di bawah).

Tata Martino tahu bahwa Atletico akan menumpuk pemainnya di bagian tengah lapangan. Maka dari itu, ketimbang memilih bentrok secara langsung, Tata lebih memilih menyerang lewat sisi sayap, terutama flank sebelah kanan.
Β
Chalkboard passing di bawah Barca menunjukan bagaimana bola lebih condong dialirkan ke daerah sayap.

Chalkboard passing Barcelona. Sumber: fourfourtwo.com
Di sayap kanan, Tata memang menyiapkan Alexis Sanchez dan Dani Alves untuk memasukan bola ke jantung pertahanan Atletico. Untuk melancarkan aliran bola di sisi ini, Tata kemudian menggeser posisi Cesc Fabregas sedikit melebar untuk menjadi penghubung Alves dan Sanchez. Kombinasi operan antara Fabregas-Alves dan Alves-Sanchez menjadi kombinasi operan paling tinggi di pertandingan ini.
Di sisi kiri Barcelona, Pedro sebagai penyerang kiri diperintahkan untuk lebih sering masuk ke kotak penalti membantu Lionel Messi. Di belakang Pedro, ada Andres Iniesta yang menjaga second line.
Sementara itu, fullback kiri Adriano tidak diberikan tugas untuk terlalu naik ke depan. Selain karena Barca tidak banyak melakukan serangan dari sisi ini, Adriano ditugaskan untuk bermain aman mengantisipasi serangan balik Atletico.
Dipaksa Melakukan Umpan Silang?
Rapatnya pertahanan Atletico membuat Sanchez maupun Alvez tidak dapat menembus tembok pertahanan Barca. Beberapa kali aksi individual penggawa Barca juga selalu berhasil dimentahkan pertahanan berlapis Atletico.
Hal ini juga terlihat dari banyaknya tekel yang dilakukan pemain Atletico di sisi kiri pertahanan (lihat grafik di bawah).

Posisi tackle yang dilakukan Atletico sepanjang pertandingan (hijau berhasil). Sumber:fourfourtwo.com
Maka umpan silang menjadi satu-satunya pilihan untuk dapat mengirimkan bola ke kotak penalti. Sepanjang pertandingan, Barca sampai melepaskan 30 kali crossing, meski hanya 6 yang sampai ke pemain Barca lainnya. Di kotak penalti, Messi dan Pedro memang tidak cukup tangguh untuk dapat berduel udara melawan bek-bek Atletico.
Meski terlihat monoton, nampaknya kondisi ini bukan tidak diperkirakan Martino sebelumnya. Mantan pelatih Newellβs Old Boys ini menyiapkan satu rencana lain dibalik repetisi umpan silang Barca.
Striker andalan Barcelona, Lionel Messi, dijadikan umpan untuk memancing dua bek tengah Atletico. Messi memang tidak cukup kuat duel udara, namun keberadaan pemain bernomor punggung 10 ini membuat kedua bek tengah Atletico selalu waspada dan bergerak mengikuti pergerakannya.
Ya, yang diincar Tata dengan umpan-umpan silangnya bukanlah sundulan kepala Messi, melainkan bola muntahan akibat crossing yang ditujukan ke Messi. Karena itulah Tata menyiapkan Pedro Rodriguez, Andres Iniesta, Alexis Sanchez, dan Fabregas tidak jauh dari posisi Messi di kotak penalti.
Ruang kosong antara barisan pertahanan dan barisan gelandang Atletico adalah ruang yang ingin dieksploitasi para pemain Barca. Skema ini pun berhasil. Pergerakan Messi di kotak penalti membuat dua bek tengah Atletico sedikit terkecoh. Messi berhasil memantulkan bola menuju ruang kosong yang sudah ditunggu oleh Alexis Sanchez. Satu tendangan voli spektakuler pemain asal Chile ini tidak mampu ditahan oleh kiper Atletico, Thibaut Courtois.
Pertahanan Atletico
Atletico yang melakukan skema ultra bertahan, tidak mau sekadar menumpuk 11 pemain di depan gawang. Simeone tahu bahwa pemain Barcelona akan sangat berbahaya ketika mereka sedang menguasai bola. Maka dari itu Simeone memaksa para pemain Barca untuk cepat melepas bola panjang.
Caranya adalah dengan melakukan pressingbahkan ketika Barca baru membangun serangan dari bawah. Serangan Barcelona yang dimulai dengan bola panjang memang akan lebih mudah dipatahkan ketimbang yang dimulai melalui operan pendek dari kaki ke kaki.
Chalkboard defensive action Atletico di bawah menggambarkan skema pressing tinggi yang diterapkan Atletico ini. Bahkan Gabi dkk. sudah mulai melakukan tekel dan intersepsi sejak bola masih berada di daerah lapangan Barca.
Dari chalkboard di bawah juga terlihat bagaimana pemain Atletico memaksa lini tengah Barcelona, khusususnya Fabregas, untuk melepaskan bola lebih cepat dari biasanya. Skema ini sangat efektif untuk memutus serangan dan melakukan serangan balik karena para pemain Atletico disiplin tinggi untuk segera kembali ke daerah pertahanan.

Defensive action Atletico Madrid sepanjang pertandingan. Sumber: fourfourtwo.com
Perubahan Serangan Barca
Setelah Atletico berhasil menyamakan kedudukan, Barcelona mau tidak mau harus bermain lebih menyerang untuk kembali mecetak gol. Tata Martino kemudian bereaksi dengan memasukkan Neymar menggantikan Pedro Rodriguez.
Dengan masuknya pemain asal Brasil tersebut, Messi tidak lagi sekadar dijadikan umpan di depan, namun lebih aktif meminta bola ke belakang dan membantu teman-temannya untuk membongkar pertahanan Atletico. Serangan Barca pun kini tidak lagi bergantung dari crossing di sisi kanan namun sesekali melalui skill individu Messi serta Neymar di sisi sebaliknya.
Resiko dari permainan Barca ini adalah rentan pada serangan balik Atletico. Tugas menyerang yang ditugaskan kepada seluruh gelandang Barca membuat pemain Atletico akan langsung berhadapan dengan 2 bek tengah Barca saat melancarkan serangan balik.
Namun, Atletico sendiri tidak mau mengambil risiko terlalu besar dalam menyerang. Apalagi hasil seri sudah di tangah. Tak heran jika Atletico hanya melakukan serangan balik dengan menggunakan 2-3 pemainnya, sehingga mudah diantisipasi oleh bek-bek Barca.
Nyatanya keputusan untuk lebih memperkokoh lini pertahanan itu tepat. Pemain-pemain Atletico bermain sangat disiplin sehingga tidak ada celah bagi Barcelona untuk masuk. Skill individu Messi dan Neymar pun tidak cukup tangguh untuk menembus zonal marking di pertahanan Atletico. Bahkan Barca akhirnya hanya bisa melepaskan satu tendangan ke gawang saja pada babak kedua.
Masuknya Xavi menggantikan Cesc Fabregas pun tetap tidak bisa mengubah keadaan sehingga skor tetap bertahan 1-1 sampai akhir pertandingan.
Kesimpulan
Pada pertandingan penentuan ini, kedua pelatih sama-sama menjalankan permainan andalan sepanjang musim. Barcelona dengan tiki taka dan Atletico dengan permainan bertahannya.
Satu hal yang penting untuk dicatatkan adalah Atletico berhasil bermain disiplin dan membuat para pemain Barca gagal menembus pertahanan mereka. Kedisipilinan menjaga daerah, dan kedisiplinan dalam memaksa pemain tengah Barca mengumpan lebih cepat dan melakukan kesalahan.
Bola-bola crossing Barca yang banyak dilepaskan hingga akhir pertandingan pun dapat dengan mudah dimentahkan barisan pertahanan Atletico. Sementara itu, perubahan skema bermain dengan masuknya Neymar juga tetap dapat diantisipasi Diego Godin dkk.
Pada akhirnya, meski telah empat kali berhadapan dengan Atletico sepanjang tahun 2014 ini, Tata Martino gagal menemukan skema yang pas untuk menembus kokohnya pertahanan anak-anak asuh Diego Simeone.
Dengan hasil ini Atletico Madrid berhasil menjadi juara La Liga musim 2013/2014 dan mendobrak dominasi Barcelona dan Real Madrid selama satu dekade. Diego Simeone pun berhasil mewujudkan mimpinya untuk menjuarai La Liga sebagai seorang pemain dan pelatih.
Satu hal lagi yang bisa disimpulkan dari pertandingan tadi malam adalah Simeone mengajarkan kepada pelatih-pelatih lain bagaimana cara mematahkan pola permainan Barcelona. Ia juga memaksa Tata Martino untuk menemukan jawaban atas kekurangan tiki-taka.
Felicidades, Atletico!
====
*dianalisis oleh @panditfootball. Profil lihat di sini
(roz/cas)