Portugal terpuruk di dasar klasemen. Setelah dikalahkan 0-4 oleh Jerman di pertandingan pertama, hasil imbang melawan Amerika Serikat tadi malam membuat Cristiano Ronaldo dkk hanya mampu mengantongi satu poin dari dua pertandingan.
Hasil imbang ini sebenarnya mengejutkan banyak orang. Portugal diprediksi menang mudah, karena performa Amerika sendiri tak baik-baik amat. Pada pertandingan pertama lawan Ghana, tim asuhan Juergen Klinsmann ini tak begitu padu dalam menyerang dan bertahan. Mereka dianggap beruntung karena Ghana hanya bisa melesakkan satu gol.
Hanya saja semalam Portugal tidak bisa menurunkan empat pemain intinya. Fabio Coentrao, Hugo Almeida, dan Rui Patricio didera cedera, sementara Pepe tidak bisa bertanding karena mendapat kartu merah pada laga pertama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Memasang Lima Gelandang
Klinsmann mendapat ujian memperbaiki keropos pada lini pertahanan, yang pada pertandingan pertama dengan mudah ditembus Ghana untuk membuat 21 attempts. Kebocoran terutama terjadi ketika menghadapi serangan sayap, yang sering kali membiarkan lawan melakukan umpan silang.
Formasi 4-4-2 yang digunakan Klinsmann di pertandingan pertama lalu dibongkar habis-habisan. Ia memutuskan menggunakan lima gelandang: 3 beroperasi di tengah dan sepasang yang menyisir sisi lapangan.
Di lini tengah, Michael Bradley dibantu Jermaine Jones dan Kyle Beckermen. Dua-duanya memiliki kemiripan. Pertama, rambutnya gimbal. Dan kedua, sama-sama menjadi penyalur bola dari lini pertahanan ke lini serang.
Secara posisi, Beckerman dan Jones berada di belakang Bradley. Tapi, ketika bermain, tiga gelandang ini bermain begitu cair. Terkadang Jones ada di depan, dan Bradley membantu pertahanan, kadang pula Beckerman dan Jones bertukar posisi di kiri dan di kanan. Tapi secara umum, Jones membantu sisi kiri dan Beckerman di kanan.
Untuk menjaga agar Ronaldo dan Nani tidak bebas bergerak, Klinsmann mewajibkan dua gelandang sayap mereka, Alejandro Bedoya dan Graham Zusi, untuk membantu pertahanan.
Dengan skema seperti ini, dua fullback Amerika, yaitu Marcus Beasley dan Fabian Johnson, tidak langsung berhadapan dengan Nani ataupun Ronaldo, dua senjata andalan Portugal di sektor sayap.

[Arah serangan Portugal yang lebih sering mengandalkan permainan sayap]
Kurang Padunya Lini Pertahanan
Meski telah memasang 5 gelandang, dua bek tengah Amerika, Geoff Cameron dan Matt Besler, kerap membuat kesalahan ketika bertahan. Keduanya terlihat belum padu dalam menggalang pertahanan. Gol pertama Portugal yang dicetak Nani menjadi bukti sahih kesalahan tersebut.
Gol tersebut bermula dari tendangan Ronaldo yang mengarah ke area tengah kotak penalti. Tendangan tersebut terlihat tidak begitu mengancam. Cameron secara teknis bisa menahan bola tersebut dan membuangnya jauh-jauh. Tapi, satu kesalahan sentuhan membuat bola berbelok ke sisi kiri pertahanan Amerika. Malang bagi Amerika, bola mengarah pada Nani yang tak terkawal. Dengan dua kali sentuhan, Nani melesakkan bola ke gawang Amerika.

Meski menempatkan 5 gelandang, tapi tetap saja sisi sayap pertahanan Amerika mudah ditembus. Beberapa kali Nani mampu menerobos sisi tersebut. Pun dengan Ronaldo. Dua sampai tiga pemain mampu ia lewati. Para gelandang Amerika ini seolah tidak terlalu bernafsu untuk segera mencuri bola dan melakukan serangan.

Mereka sepertinya diinstruksikan untuk membiarkan Portugal memainkan bola hingga ke depan kotak penalti. Ketika sudah sampai di area ini, pemain Amerika buru-buru untuk melakukan intercept, dan mengumpan jauh ke lini serang mereka.
Pergantian yang Tidak Pas
Pelatih Portugal, Paulo Bento, membuat keputusan yang tidak populer. Baru 16 menit berjalan, Helder Postiga ditarik keluar dan digantikan Eder. Ini menimbulkan pertanyaan karena Eder dan Postiga memiliki posisi yang sama: striker. Apalagi Eder sendiri tidak memiliki kecepatan, meski memiliki fisik yang lebih kuat.
Dengan pergantian ini Bento mengubah formasi menjadi 4-4-2 dengan Ronaldo yang mendampingi Eder di lini depan. Raul Meireles lalu berpindah ke sebelah kiri, sedangkan Veloso berduet dengan Moutinho.
Pergantian ini tidak memberikan perbedaan yang signifikan. Yang lebih terlihat adalah pergerakan Eder di sisi kiri penyerangan Portugal dan Ronaldo di sisi kanan. Bahkan, substitusi tersebut malah membuat Amerika lebih leluasa dalam menyerang. Pasalnya sisi kiri Portugal kini hanya diisi Meireles yang bermain lebih ke tengah dan bek muda Almeida.
Akibatnya, di menit 16-45, Amerika berhasil memberikan lima umpan silang dari sisi kanan. Sebelum Postiga ditarik keluar, Amerika hanya mampu memberikan satu umpan silang saja.
Di babak kedua Bento kembali membuat kejutan dengan menarik Almeida dan memasukan William Carvalho. Dengan pergantian ini, Veloso diposisikan sebagai fullback kiri, sedangkan Carvalho menggantikan posisinya sebagai gelandang bertahan.
Ini merupakan satu subtistusi yang lagi-lagi perlu dipertanyakan, karena: 1) Mengapa Carvalho tidak diturunkan sejak menit awal? 2) Mengapa Almeida yang harus ditarik keluar?
Carvalho sendiri memiliki kemampuan bertahan yang jauh lebih baik ketimbang Veloso, meski memiliki kontribusi minim saat menyerang. Karena itu Bento lebih senang memasukkan Meireles yang memang memiliki kemampuan bertahan dan menyerang seimbang.
Pilihan ini membuat beberapa dampak bagi Portugal. Tanpa Carvalho, otak serangan Portugal, Joao Moutinho, tidak fokus menyerang. Ia masih memiliki kewajiban untuk bertahan. Akibatnya, Moutinho kebingungan dalam menempatkan posisi sehingga suplai bola untuk lini depan pun menjadi berkurang.
Kesalahan kedua Bento adalah mengganti Carvalho dengan Almeida. Padahal, di sepanjang pertandingan, Almeida memiliki kontribusi besar dalam membantu Ronaldo di sayap kiri. Jika ingin melihat siapa yang bermain tidak baik pada malam itu, Meireles adalah jawabannya. Tapi bento malah mempertahankan Meireles dan mengganti Almeida.
Rapuhnya Sisi Kiri Portugal
Secara teori, ketika Portugal menyerang penuh lewat satu sisi, maka akan ada celah yang bisa dimanfaatkan. Ini karena dua pemain yang ada di sisi tersebut ikut naik dan meninggalkan lubang di lini belakang.
Inilah yang kemudian dieksploitasi oleh Dempsey dkk. Ditinggalkan Fabio Coentrao yang mengalami cedera, Bento hanya memiliki fullback muda, Andre Almeida. Penampilan Almeida memang tidak buruk malam tadi. Ia bisa mengimbangi pergerakan Ronaldo yang bermain agresif di sisi ini.
Namun, ia kerap tertinggal karena naik terlalu jauh. Beberapa kali umpan Bradley ke sisi kiri Portugal tidak mampu dihalau Almeida. Akibatnya, bek kanan Amerika, Fabian Johnson, bisa mengeksploitasis sisi ini. Beberapa kali ia membuat peluang dengan melepaskan umpan silang.
Ketika Almeida keluar, dan Veloso menempati posisi ini, sisi kiri Portugal makin remuk. Di babak pertama, Amerika hanya mampu melepaskan lima umpan. Sedangkan di babak kedua (setelah Almeida keluar) Amerika melepaskan sembilan umpan ke sisi ini. Padahal, Amerika tidak seagresif di babak pertama. Tiga gelandang mereka lebih memilih untuk menunggu bola dan tidak melakukan pressing seketat babak pertama.
Lewat sisi ini pula Amerika berhasil menyamakan kedudukan. Pergerakan Johnson di sisi kiri pertahanan Portugal, membuat hampir empat pemain berada di sisi ini. Bola lantas diumpan ke Dempsey yang berada di kotak penalti. Tapi, Costa berhasil membuang bola tersebut dan menghasilkan tendangan sudut.
Dari tendangan sudut inilah, bola muntah mengarah ke Jermaine Jones. Tembakan kerasnya, hanya membuat kiper Portugal, Beto, melongo.
Gol kedua pun berasal dari skema yang sama. Andre Yedlin melakukan penetrasi dari sisi kiri Portugal. Ketika mencapai ujung kotak penalti, ia mengumpan bola ke arah Dempsey. Namun, bek Portugal masih mampu menahannya.
Tapi, bola muntah jatuh ke kaki Bradley yang menendang bola meski masih berhasil diblok kembali oleh bek Portugal. Bola muntah jatuh ke kaki Zusi yang langsung mengirimkan umpan ke Dempsey yang berdiri bebas di depan gawang. Kedudukan pun berubah untuk keunggulan Amerika 2-1.
Sisi kiri Portugal sebenarnya mulai membaik sejak Varela masuk pada menit ke-69. Tapi, performa apik Johnson dan Yedlin tetap membuat sisi ini ketar-ketir.

Setelah unggul, Amerika memutuskan untuk bermain bertahan. Selepas gol ini tercatat hanya empat kali umpan yang mengarah ke sisi kiri pertahanan Portugal, itu pun hanya satu yang mencapai sasaran. Selama sepuluh menit terakhir, Amerika lebih bermain bertahan. Sisi kiri Portugal tak lagi dieksploitasi.
Jones-Bradley-Beckerman, Trio yang Menawan
Menghadapi Portugal, Klinsmann memasang tiga gelandang tengah. Jones dan Bekcerman fokus untuk menahan gempuran lawan, sedangkan Bradley mesti memasok bola untuk Dempsey.
Di awal pertandingan, terlihat minimnya pengertian di antara tiga gelandang ini. Posisi pun menjadi tidak jelas. Terkadang, Jones bermain di kanan bersama Zusi dan Johnson. Tidak jarang pula, Bradley berada dekat dengan bek Amerika.

[Posisi Beckerman, Jones dan Bradley]
Meski terlihat acak-acakan, tapi performa trio ini begitu padu. Secara total, trio ini telah menghasilkan177 umpan. Kontribusi untuk lini depan jelas terlihat dalam dua gol yang dicetak Amerika. Gol pertama, adalah kejelian Jones dalam penempatan posisi. Sedangkan gol kedua, tidak lepas dari visi Bradley yang memberikan umpan terobosan kepada rekan-rekannya.

Yang paling menonjol tentu adalah Bradley dan Jones. Bradley adalah langganan pemberi umpan terobosan bagi Dempsey. Ia juga yang memindahkan alur serangan dari kiri ke kanan. Tapi, peran Bradley dan Jones tidak bisa lepas dari Beckerman yang dipercayai menjaga ketangguhan lini belakang Amerika. Tanpa ketiga pemain ini, tampaknya Amerika akan kesulitan untuk mengendalikan permainan.

Jumlah penguasaan bola di pertandingan ini tidak terlampau jauh. Amerika berhasil memegang bola sebanyak 47%. Kondisi ini jauh berbeda di pertandingan pertama mereka menghadapi Ghana. Amerika hanya mampu menorehkan 38% penguasaan bola.
Kesimpulan
Bento tidak was-was dengan lima gelandang Amerika, yang secara hitung-hitungan jumlah pemain di lini tengah, membuat Amerika lebih menguasai permainan. Sisi sayap Portugal pun akan habis sebelum mencapai kotak penalti, karena ada tiga filter yang harus dilewati.
Sementara itu, Klinsmann seolah memberikan harapan baru bagi Amerika. Ia sadar dengan skuat yang tidak memiliki kualitas sebagus Jerman atau Brasil, ia mesti memanfaatkan taktik yang ia punya dalam meracik tim.
Kemenangan saat menghadapi Ghana, dan hasil seri menghadapi Portugal adalah buktinya. Amerika tidak diberkahi pemain sayap cepat nan mematikan seperti Ronaldo dan Neymar. Mereka hanya punya Bedoya dan Zusi yang sesekali melakukan umpan silang. Tapi, dengan kecerdikan pelatih kelahiran Jerman tersebut, Amerika mampu menunjukkan hasil yang baik di Piala Dunia.
Taktik seperti apapun tidak akan bisa berjalan jika tidak diterjemahkan dengan baik oleh para pemain. Pun sebaliknya. Para pemain bertalenta tinggi, tidak akan bisa menunjukkan potensi terbaiknya jika taktik yang berikan pelatih memang buruk.
Kalimat terakhir tentu untuk Paulo Bento.
====
* Pandit Football Indonesia Mengkhususkan pada analisis sepakbola, baik Indonesia maupun dunia, meliputi analisis pertandingan, taktik dan strategi, statistik dan liga. Keragaman latar belakang dan disiplin ilmu para analis memungkinkan PFI untuk juga mengamati aspek kultur, sosial, ekonomi dan politik dari sepakbola. Twitter: @panditfootball Facebook: panditfootball Website: www.panditfootball.com.
(a2s/krs)











































