Pertandingan antara Argentina dan Swiss pada babak 16 besar Piala Dunia 2014 adalah pertarungan antara dua tim yang performanya belum stabil dan tidak terprediksi.
Meski memenangi tiga pertandingan pada babak fase grup, Tim Tango memang belum menunjukkan kelasnya. Begitupun dengan Swiss. Setelah menang dramatis melawan Ekuador, mereka harus kalah telak 5-2 di tangan Prancis.
Meski demikian, kedua tim telah banyak berbenah. Untuk menghadapi pertandingan nanti malam (1/7), kedua pelatih sudah barang tentu telah menyiapkan berbagai strategi agar bisa bermain lebih baik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Argentina belum menemukan performa terbaiknya dalam gelaran Piala Dunia kali ini. Namun, penampilan yang tak begitu meyakinkan skuat asuhan Alejandro Sabella ini berhasil ditutupi oleh superstar mereka, Lionel Messi, yang sukses menyarangkan empat dari enam gol Argentina di fase grup.
Melawan Swiss, Messi diharapkan bisa kembali menunjukkan magisnya. Hanya saja, kali ini tugasnya akan lebih berat. Pasalnya, tandem Messi di lini depan, Sergio Aguero, dipastikan absen karena mengalami cedera kala Argentina melawan Nigeria di pertandingan terakhir fase grup.
Dengan melimpahnya barisan penyerang di skuat La Albiceleste, sang pelatih sebenarnya punya banyak opsi untuk menyikapi kondisi ini. Hanya saja ia perlu menemukan formula pas agar Messi bisa bermain dengan nyaman.
Pada babak kualifikasi, Sabella sering menerapkan formasi 5-3-2, dengan dua ujung tombak biasanya ditempati Messi dan Gonzalo Higuain --Aguero sering menepi karena cedera selama babak kualifikasi. Namun formasi yang pernah dipakai ketika Argentina melawan Bosnia di laga pembuka fase grup ini hasilnya kurang memuaskan.

Saat melawan Bosnia, Argentina terlihat sangat kesulitan membangun serangan. Walaupun pada akhirnya menang 2-1, gol Argentina tercipta lewat gol bunuh diri dan gol Messi di menit-menit akhir.
Sebenarnya wajar apabila formasi 5-3-2 Sabella ini memiliki kecenderungan bermain negatif. Jika melihat starting line up kala itu, ia menurunkan empat pemain yang bertipikal bek tengah. Mereka adalah tiga bek tengah murni (Hugo Campagnaro, Federico Fernandez dan Ezequiel Garay) dan Marcos Rojo yang ditempatkan sebagai wingback kiri.
Alternatif lain yang bisa digunakan Sabella adalah formasi 4-3-3 yang diterapkan dalam dua laga terakhir. Formasi 4-3-3 Argentina ini sebenarnya cenderung seperti 4-3-1-2 di mana Messi diperankan sebagai penyerang di belakang dua penyerang lainnya, Higuain-Aguero.

Dengan absennya Aguero, kemungkinan besar Lavezzi akan berada di depan. Namun, Lavezzi bukan tipikal penyerang tengah seperti Aguero, tapi lebih ideal bermain sebagai penyerang sayap. Pada formasi 4-3-3, sangat ideal jika ia ditempatkan di kanan ataupun kiri. Tapi, Messi lebih nyaman bermain sebagai penyerang tengah, posisi yang juga merupakan posisi terbaik Higuain.
Namun beruntung bagi Sabella, ia melatih skuat Argentina yang penuh talenta. Masih ada nama Maxi Rodriguez yang juga bisa menjadi solusi. Rodriguez yang bertipikal winger ini bisa memberikan alternatif formasi lain pada Sabella, yaitu formasi 4-4-2.

Formasi 4-4-2 sempat dicoba dalam latihan baru-baru ini. Formasi ini memiliki beberapa keuntungan. Pertama, bisa kembali menduetkan Higuain dan Messi sebagai ujung tombak di lini depan. Kedua, bisa mengembalikan Angel Di Maria ke posisi naturalnya yaitu sebagai winger kiri. Dalam pola 5-3-2 atau pun 4-3-3, Di Maria sering ditempatkan sebagai central midfielder.
Namun formasi 4-4-2 ini memiliki risiko, yaitu pada posisi centre back. Ezequiel Garay sejatinya tak masalah dengan pola backfour ini. Namun tandemnya, Campagnaro ataupun Federico Fernandez lebih fasih menggunakan pola tiga bek. Sebenarnya masih ada nama Martin Demichelis di bangku cadangan, namun ia belum pernah sekali pun tampil di fase grup.
Tapi masalah di lini pertahanan sepertinya tak akan menjadi pertimbangan khusus bagi Sabella. Ia dikenal sebagai pelatih yang mengistimewakan Messi, atau berusaha sebisa mungkin memaksimalkan talenta pemain andalannya tersebut. Maka formasi 4-3-3 ataupun 4-4-2 sepertinya akan menjadi pilihan.
Utak-Atik Hitzfield: Perubahan Skema Bermain
Utak-atik formasi pun dilakukan pelatih Swiss, Ottmar Hitzfield, selama babak fase grup. Pergantian skema dilakukan dalam tiga pertandingan, yaitu saat melawan Ekuador, Prancis dan Honduras.
Pada laga pertama melawan Ekuador, Swiss bermain pas-pasan. Bahkan mereka harus tertinggal lebih dulu lewat gol Enner Valencia. Untungnya dua pemain pengganti, Admir Mehmedi dan Harris Seferovic, berhasil mencetak gol dan membalikkan keadaan.
Di Piala Dunia ini Hitzfield benar-benar mengandalkan para pemain yang membawa Swiss U-17 menjuarai Piala Dunia U-17 pada 2009. Maka dari itu, ia mengubah formasinya dari 4-4-2 menjadi 4-2-3-1 untuk memaksimalkan pemain-pemain debutan Piala Dunia seperti Valentin Stocker, Granit Xhaka, Admir Mehmedi dan Xherdan Shaqiri.

Namun pada laga pertama skema Swiss tak mampu membongkar pertahanan Ekuador. Stephan Lichtsteiner yang aktif membantu serangan cukup kewalahan dengan cuaca Brasil yang sangat panas dan lembab. Penampilannya pada laga ini pun mengecewakan. Gol Ekuador terjadi karena pemain Juventus yang maju mundur mengisi sisi kanan tersebut kelelahan sehingga harus melanggar penyerang Ekuador dari sisi tersebut.
Kemudian tiga gelandang serang --Shaqiri, Xhaka, Stocker-- di belakang penyerang tunggal kurang berperan maksimal dalam membangun serangan. Tembakan-tembakan jarak jauh lebih menjadi pilihan Shaqiri dalam usahanya mencetak gol lawan.
Stocker dan Josip Drmic bermainΒ under-performΒ pada pertandingan ini. Peran Stocker di sisi kiri sangat tak terlihat sehingga harus digantikan Admir Mehmedi yang penampilannya lebih baik. Begitu pun Drmic. Penyerang Nuenberg ini tak mampu menciptakan ruang kosong di lini depan. Ia hanya menunggu di area kotak penalti untuk mendapatkan peluang.
Kelemahan-kelemahan ini kemudian coba ditambal pada laga kedua Swiss melawan Prancis. Mehmedi dan Haris Seferovic, yang mencetak gol pada pertandingan pertama, bermain sejak menit pertama. Lalu Shaqiri, yang sebelumnya bermain di sisi kanan, menjadi bermain di belakang penyerang tunggal. Inler diberikan kebebasan penuh untuk menguasai lini tengah. Behrami yang menjadi partnernya kali ini lebih difokuskan untuk bertahan.

Namun taktik ini kembali tak berjalan mulus. Sering naiknya duo fullback --Lichtsteiner dan Rodriguez--, berhasil dimanfaatkan oleh lini penyerangan Prancis. Apalagi setelah Von Bergen terpaksa diganti karena cedera. Phillippe Senderos penggantinya bermain sangat lamban sehingga Rodriguez tak leluasa membantu penyerangan.
Rapuhnya lini pertahanan dan kurang efektifnya lini penyerangan membuat Swiss harus menelan kekalahan telak 5-2. Dua gol yang dicetak Perancis tercipta lewat sisi kanan Swiss yang sering ditinggalkan Lichtsteiner.
Behrami yang diproyeksikan menambal kelemahan itu cenderung bermain lebih ke tengah, berada di depan duaΒ centre back. Posisi ini baru benar benar berfungsi setelah Blerim Dzemaili masuk menggantikan Behrami.
Pada pertandingan ketiga, Hitzfield mengubah gaya permainannya. Sepertinya, mantan pelatih Bayern Munich ini telah menyadari kelemahan yang dimiliki Swiss dan tahu cara mengantisipasinya. Djourou, yang kurang klop jika diduetkan dengan Senderos (karena Von Bergen cedera), kali ini diduetkan dengan Fabian Schar. Lalu di lini depan, Drmic kembali turun sejak menit awal seperti pada pertandingan pertama.
Perubahan paling signifikan pada skema ini adalah Rodriguez dan Licthsteiner yang biasanya aktif membantu serangan, cenderung lebih mengamankan area sisi pertahanan. Keduanya jarang sekali terlihat melewati garis tengah lapangan. Behrami dan Inler bermain lebih defensif untuk melindungi lini pertahanan. Tampaknya Hitzfield tak mau lini tengahnya kembali dieksploitasi seperti ketika melawan Prancis.

Perubahan ini menjadikan pertahanan Swiss menjadi lebih kokoh dan sulit ditembus pemain Honduras. Lini pertahanan Swiss mencatatkan 17 interception dan 24 clearance. Ketika melawan Perancis, Swiss hanya melakukan 8 interception dan 14 clearance.
Walaupun di atas kertas kekuatan Honduras berada di bawah Perancis, tapi pada laga itu Honduras bermain tampil dominan dan menguasai pertandingan. Menurut whoscored.com, penguasaan bola Honduras mencapai 62% hingga 90 menit berakhir.
Bermain di suhu panas dan lembabnya stadion Manaus membuat Hitzfield tak mau ambil reisiko dengan memainkan possession football. Swiss pada pertandingan ini bermain lebih defensif dari dua pertandingan sebelumnya. Skema counter attackΒ pun menjadi pilihan sebagai upaya untuk mencuri gol.
Shaqiri pada pertandingan ini dibebaskan berkreasi oleh Hitzfield. Ia diberi keleluasaan dalam bergerak dan melakukan serangan. Bisa dibilang Shaqiri benar-benar menjadi pusat serangan Swiss. Bersama Drmic,Β keduanya bermain sangat cair saat mengobrak-abrik pertahanan Honduras.
Utak-atik strategi Hitzfield pun membuahkan hasil. Meski hanya sesekali melakukan serangan, tapi setiap serangan Swiss yang mengandalkan Shaqiri benar-benar berpotensi besar menghasilkan gol. Tiga gol pun tercipta lewat kaki Shaqiri.
Setelah melalui tiga pertandingan, Hitzfield sepertinya telah menemukan formula agar SwissΒ bisaΒ bermain maksimal. Shaqiri pun telah menemukan permainan idealnya dengan diberikan keleluasaan membangun serangan. Lalu dua fullback akan lebih diinstruksikan bermain lebih melindungi sisi pertahanan.
Kesimpulan
Pemain yang paling menentukan hasil akhir Argentina adalah Messi. Selama pemain Barcelona ini bisa bermain maksimal, maka Argentina tak perlu khawatir, gol dari kakinya seolah tinggal menunggu waktu. Hal itu terlihat dalam tiga pertandingan babak grup. Kemenangan yang diraih Argentina pun semuanya berkat peran Messi.
Hal serupa dialami kubu Swiss. Jika Argentina mengandalkan magis Lionel Messi, maka Swiss mengandalkan sihir Shaqiri. Peran Shaqiri dalam tiga pertandingan terakhir begitu sentral. Pemain Bayern Munich ini menjadi roh permainan Swiss. Bukti sahihnya adalah ketika laga terakhir melawan Honduras, ketika ia memborong tiga gol yang dicetak Swiss ke gawang Honduras.
Pada laga Argentina melawan Swiss ini, kedua pelatih akan mengutak-atik formasi lagi demi mendapatkan Messi dan Shaqiri dalam performa terbaik. Karena, kemenangan masing-masing tim bisa dibilang berada di tangan kedua pemain andalan tersebut. Siapapun yang bisa bermain lebih baik (entah Sabella dengan Messi-nya ataupun Hitzfield dengan Shaqiri-nya), maka dialah yang akan melenggang ke babak perempatfinal.
====
* Pandit Football Indonesia Mengkhususkan pada analisis sepakbola, baik Indonesia maupun dunia, meliputi analisis pertandingan, taktik dan strategi, statistik dan liga. Keragaman latar belakang dan disiplin ilmu para analis memungkinkan PFI untuk juga mengamati aspek kultur, sosial, ekonomi dan politik dari sepakbola. Twitter: @panditfootball Facebook: panditfootballΒ Website: www.panditfootball.com.
(a2s/din)











































