94 tahun lalu, pada 1920, Brasil menelan kekalahan 0-6 dari tim yang saat itu sedang jaya-jayanya, Uruguay. Semalam, mereka menelan kekalahan pahit 1-7, di depan publiknya sendiri, saat semua orang Brasil berharap bisa menebus trauma 'Maracanazo' 1950. Ini bukan hanya kekalahan terbesar secara statistik, tapi kekalahan terbesar secara psikologis bagi sejarah agung sepakbola Brasil.
Bagi Jerman, setidaknya ada dua catatan penting di mana kemenangan ini menggeser dua rekor Brasil lainnya. 7 gol yang dicetak anak asuh Joachim Loew ini membuat Jerman menjadi tim paling produktif dalam seluruh gelaran Piala Dunia dengan 223 gol, lebih banyak 2 gol dari torehan Brasil. Sementara Miroslav Klose, yang semalam menyumbang 1 gol, menggeser Ronaldo Nazario da Lima sebagai top skor Piala Dunia sepanjang masa (16 berbanding 15).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Brasil Hanya Unggul Sepuluh Menit Pertama
Ketika kondisi Willian masih belum fit benar, Luiz Felipe Scolari masih tetap memaksakan untuk mengusung 4-2-3-1 sejak awal. Bernard diplot untuk mengisi pos sayap kanan, sedangkan Hulk bergerak di sisi kiri. Penempatan pos ini cukup aneh mengingat Bernard biasa bermain di tengah ataupun di sisi kiri.
Maicon kembali main menggantikan Dani Alves di fullback kanan. Melihat cara ia bermain, Maicon diinstruksikan untuk membantu Bernard untuk menjelajah sisi kanan penyerangan Brasil. Memainkan Maicon berarti mengorbankan ketahanan pertahanan mereka karena kemampuan bertahan Maicon dianggap masih di bawah Alves.
Scolari masih berharap untuk memainkan pola yang sama seperti yang mereka lakukan di pertandingan sebelumnya. Ia tidak mau mengubah 4-2-3-1-nya dengan memasang lebih banyak gelandang yang bertugas lebih defensif.
Sementara itu, Pelatih Jerman, Joachim Loew tidak mengubah komposisi skuat. Ia menurunkan nama yang sama kala mereka mengalahkan Prancis di babak perempatfinal. Pembagian peran dan posisi pemain juga hampir sama.
Tanpa diduga, Brasil bermain lebih impresif di sepuluh menit awal. Poros ganda mereka, Luiz Gustavo dan Fernandinho, begitu aktif membantu serangan. Para pemain Brasil mampu memanfaatkan ruang kosong di lini tengah Jerman untuk mengalirkan bola.
Penampilan Hulk di sisi kiri cukup menyulitkan Lahm untuk menjaganya. Pemain Jerman dipaksa untuk terus bertahan dan dipaksa memberikan umpan lambung. Ini yang membuat sepanjang sepuluh menit pertama Jerman kesulitan untuk membangun serangan secara rapi dan efektif.
Brasil tampil meyakinkan, kedua sisi mereka saling mengisi kala menyerang. Ini yang tidak terlihat dari penampilan Brasil selama di Piala Dunia. Di sepuluh menit awal, kedua tim memainkan bermain dalam tempo tinggi.
Faktor Miroslav Klose
Superioritas Brasil atas Jerman hanya bertahan hingga menit kesepuluh. Brasil begitu percaya diri dengan hanya menempatkan dua bek tengah untuk mengawal Miroslav Klose. Padahal, striker Lazio ini, selalu diapit Thomas Mueller dan Mesut Oezil di kedua sisi. Di sepuluh menit awal, Jerman hanya satu kali berhasil mengancam dengan memasuki daerah pertahanan Brasil.
Melihat hal ini, Jerman lebih sabar dan mencoba untuk mematahkan serangan sayap Brasil. Gelandang mereka, Kheidira dan Schwensteiger, bermain lebih melebar dan membantu fullback mereka dalam menahan gempuran Brasil.
Jerman tahu, dengan naiknya Marcelo dan Maicon, berarti memberi ruang bagi Oezil dan Mueller kala melakukan serangan balik. Ini diperparah dengan kosongnya pos yang biasa diisi Gustavo. Ia nyatanya turut ikut menyerang dan meninggalkan dua bek Brasil tanpa perlindungan yang memadai dari lini tengah.
Ini yang menjadi titik lemah Brasil kala bertahan. Kombinasi Dante dan Luiz di lini pertahanan belum pernah teruji di Piala Dunia 2014. Secara permainan, Dante berbeda dengan Silva yang biasanya lebih sabar dan mampu mengomando Luiz maupun Alves untuk tidak lengah kala membantu serangan.
Ini yang akhirnya mampu dimaksimalkan Jerman. Kecuali gol pertama, semua gol Jerman dilakukan tanpa pengawalan berarti dari para pemain Brasil. Di dalam kotak penalti, maksimal hanya ada lima pemain Brasil. Sisanya, hanya melongo dan menonton.
Kecerdikan Loew adalah dengan menempatkan Klose sebagai ujung tombak Jerman. Sebagai striker murni, Klose secara natural lebih banyak menunggu bola di area pertahanan Brasil. Ini yang membuat Brasil tidak bisa habis-habisan menyerang. Luiz yang biasa ikut membantu serangan pun dipaksa menahan diri selama sepuluh menit awal.

[Luiz dan Dante yang lebih sering bertahan untuk menjaga Klose]
Brasil Kehilangan Konsentrasi
Di sepuluh menit pertama, Brasil begitu asyik menyerang. Ini juga karena Jerman yang lebih banyak membuang bola ketimbang memberi suplai ke lini depan. Tapi, ini menjadi bumerang karena lini pertahanan Brasil kehilangan konsentrasi pada menit ke-11.
Awalnya, penampilan lini pertahanan Brasil pantas diacungi jempol. Berkali-kali mereka mampu menahan serangan Kroos yang bergerak di kiri. Pun dengan Marcelo yang mampu menjaga sisi kanan yang terancam oleh Mueller.
Tapi ketangguhan ini tak bertahan lama. Bek Brasil seakan lupa bagaimana cara mengantisipasi tendangan sudut. Maicon dan Fred seolah kehilangan orientasi. Mereka berdiri di tempat yang aneh. Keduanya sama sekali tidak menjaga satu pun pemain Jerman yang bergerak kala menyongsong umpan.
Hasilnya, Mueller yang tidak terjaga dapat menceploskan si kulit bundar ke gawang Julio Cesar. Dari sinilah petaka itu kemudian muncul. Semua gol Jerman bermula dari hilangnya konsentrasi para pemain Brasil.

[Para pemain Brasil yang lebih fokus pada Klose ketimbang Mueller]
Pasca gol pertama, permainan Brasil langsung menjadi tidak terorganisir. Banyak kesalahan umpan terjadi setelah gol tersebut. Mereka kehilangan momen untuk unggul terlebih dahulu atas Jerman. Selama menit ke-10 hingga menit ke-20, tidak ada umpan Brasil yang berhasil masuk kotak penalti Jerman. Mereka hanya melakukan umpan di lini tengah sambil sesekali mengumpan ke kedua sisi.

[passing Brasil menit ke-10 hingga menit ke-20] - Squawka
Minimnya Peran Gelandang Bertahan
Gol kedua Jerman pada menit ke-23 berawal dari kesalahan antisipasi Fernandinho kala memotong umpan. Bola pun berhasil diterima Kroos yang langsung mengirimkan umpan pada Mueller yang bergerak dari sisi kanan.
Kala itu, Kroos memiliki banyak opsi apakah akan mengumpan pada Oezil dan Klose, atau menembak langsung dari luar kotak penalti. Tapi, Kroos akhirnya menjatuhkan pilihan dengan memberi umpan terobosan pada Mueller yang kembali berdiri tanpa penjagaan.
Dari sinilah gol kedua Jerman berasal. Marcelo berdiri terlalu dalam untuk mengantisipasi umpan tersebut. Ia terlambat menutup pergerakan Mueller yang memberi umpan pada Klose.

[grafik gol kedua Jerman]
Gol ketiga pun mirip dengan gol kedua Jerman. Fernandinho tidak mampu mengantisipasi umpan Phillip Lahm di sisi kiri pertahanan Brasil. Hasilnya, bola kembali diterima dengan baik oleh Kroos yang berlari (lagi-lagi) tanpa pengawalan. Kali ini, ia lebih memilih untuk menceploskan bola.

[gol ketiga Jerman]
Kemungkinan, Scolari lebih memilih Fernandinho karena performanya yang impresif kala Brasil mengalahkan Kolombia. Pemain Manchester City ini menggantikan peran Gustavo untuk memperkuat lini pertahanan Brasil.
Tapi, Gustavo jarang bermain bersama Fernandinho. Biasanya, Paulinho yang diplot sebagai duet poros ganda. Semalam, peran Gustavo pun menjadi berubah. Ia bermain lebih ofensif ketimbang membantu pertahanan.
Gol kedua dan gol ketiga Jerman memperlihatkan betapa tidak efektifnya dua gelandang ini dalam menutup pergerakan gelandang Jerman. Gustavo bahkan tidak memberi ancaman bagi gelandang Jerman. Ia lebih sering berlari di wilayah kosong yang tidak dihuni gelandang Jerman.
Scolari sebenarnya sudah menyatakan bahwa ia memiliki opsi untuk menggunakan tiga gelandang dalam menghadang serangan Jerman. Jika terlakasana, tiga gelandang ini akan diisi Gustavo, Fernandinho, dan Paulino. Ketiganya akan diplot untuk lebih bertahan. Tapi, ini sekadar opsi. Scolari tak senang 4-2-3-1-nya rusak. Ia lebih memilih untuk membombardir Jerman secara langsung.
Akibatnya jelas terlihat. Lini serang Jerman didukung oleh para pemain kreatif yang mampu mengkreasikan serangan. Oezil, Mueller, dan Kroos adalah pemain kunci di balik kreatifitas permainan Jerman. Andai saja umpan pada Kroos berhasil diantisipasi, mungkin Brasil tak akan kalah dengan skor yang sangat memalukan seperti ini.
Kelemahan Menghadapi Tekanan
Kala menghadapi Chile, Brasil sulit mengembangkan permainan karena Chile menerapkan pressing tinggi. Brasil mesti menjalani babak adu tendangan penalti untuk memastikan lolosnya mereka ke perempat final.
Ini pula yang dilakukan Jerman. Beberapa detik setelah gol ketiga, Kroos lagi-lagi menjadi mimpi buruk bagi Brasil. Tekanan yang dilakukan Mueller membuat Dante dengan cepat memberi bola pada Fernandinho. Tapi, Kroos yang berlari ke arahnya dengan sekejap merebut bola dan langsung menusuk ke kotak penalti.
Dante yang belum siap, lantas mengejar Kroos. Tapi dengan cepat, bola pun berpindah pada Mueller yang berlari ke area yang ditinggalkan Dante. Bek Bayern Munich ini pun membalikan badan dan mencoba menggapai Mueller. Tanpa diduga, Mueller kembali memberikan umpan pada Kroos yang telah berdiri di pos yang (lagi-lagi) ditinggalkan Dante.

Kroos berhasil merebut bola dari Fernandinho dan kembali menceploskan bola untuk keunggulan Jerman 4-0.
Setelah gol ini, Brasil seperti dipermainkan oleh lini serang Jerman yang tampil begitu tenang dan percaya diri. Mereka seolah tak bernafsu untuk mencetak gol, dan lebih memilih untuk memberikan bola pada rekan yang tidak dijaga.
Selain kehilangan konsentrasi, para pemain Brasil pun dihinggapi rasa frustasi karena kesulitan membobol gawang Jerman yang dikawal Neuer. Ini diperparah dengan kreatifitas para pemain Jerman yang bermain santai.
Gol kelima Jerman, menjadi kombinasi itu semua.Tidak ada yang mampu menahan Sami Kheidira kala mendekat ke kotak penalti Brasil. Bahkan, jumlah pemain Jerman jauh lebih banyak ketimbang bek Brasil.
Kheidira tak langsung menembak. Meski telah mengecoh Dante yang kembali dipermainkan, ia memberi umpan pada Oezil yang bebas di sisi kanan pertahanan Brasil. Oezil tampaknya sangat ingin mempermalukan bek Munich ini. Meski berancang-ancang akan menendang, ia malah mengembalikan bola ke Kheidira yang langsung menyepak bola tersebut.

[proses gol kelima Brasil yang menyisakan Dante dan Fernandinho untuk menjaga lini pertahanan mereka]
Tak Ada Perubahan Signifikan
Brasil tertinggal 0-5 hanya dalam waktu 29 menit. Semuanya serba sulit bagi tim mana pun yang masuk ke kamar ganti di jeda pertandingan dengan ketinggalan jumlah gol yang demikian besar. Bukan hal yang mudah untuk membalikkan keadaan. Sekadar membangkitkan semangat pun butuh team-talk luar biasa di kamar ganti.
Sayangnya, Brasil memasuki lapangan untuk melewati babak kedua dengan cara bermain yang tidak terlalu berbeda. Tidak ada yang menonjol dari permainan Brasil pasca jeda. Scolari masih mempertahankan 4-2-3-1 dengan menarik Fernandinho dengan Paulinho, dan Hulk dengan Ramires. Pergantian yang sesuai dengan posisi masing-masing.
Selepas gol keenam Jerman, Scolari mengganti Fred yang perannya tidak terlihat sama sekali, dengan Willian. Ini membuat Oscar bermain lebih ke depan. Selepas pergantian ini, peran Oscar lebih terlihat dengan membuat sejumlah peluang meski hanya mampu mencetak satu gol.
Terutama masuknya Willian membuat Brasil terlihat bisa lebih sanggup mengkreasi peluang. Kendati baru masuk di 20 menit terakhir, Willian sanggup membuat tiga key passes, terbanyak dibanding pemain Brasil lainnya. Pun dengan Ramires yang melakukan 4 tendangan, jumlah yang sama banyaknya dengan yang dilakukan Oscar, walau Ramires hanya bermain di babak II.
Masalahnya, Brasil tak sanggup memperbaiki kinerja di lini pertahanan. Dua gol tambahan Jerman yang dicetak Andre Schurrle di babak kedua menguatkan hal tersebut. Gol pertama Schurrle terjadi karena lagi-lagi lini pertahanan Brasil salah melakukan antisipasi. Ia yang tidak terkawal, dapat memaksimalkan umpan Lahm dan menjadi gol.
Begitu pula dengan gol keduanya. Umpan Mueller ke dalam kotak penalti berhasil ia maksimalkan. David Luiz yang bertugas menjaganya, berada terlalu jauh di belakang bekas rekannya di Chelsea ini. Dengan sekali sentuhan, bola yang secara teori masih bisa ditahan Cesar, akhirnya menusuk masuk gawang dengan indah.
Kesimpulan
Kemenangan ini memang menjadi catatan emas bagi generasi sepakbola Jerman di bawah asuhan Loew (yang fondasinya ikut dibangun oleh Juergen Klinsmann). Tapi catatan hebat di laga semalam tidak akan ada artinya jika gagal dipungkasi dengan kemenangan di laga puncak menghadapi pemenang antara Argentina vs Belanda.
Bagi Brasil, kekalahan telak ini semakin menegaskan trauma menggelar Piala Dunia di negeri sendiri. Pada 1950, mereka gagal menjadi juara setelah dikalahkan Uruguay dengan skor 1-2 di hadapan 200 ribu pendukungnya sendiri di Stadion Maracana. Kekalahan itu dikenang dengan nama Maracanazo, Bencana Maracana. Kekalahan 1-7 kali ini terjadi di Stadion Mineirao. Dengan cepat media menggunakan istilah Mineirazo β istilah yang jelas merujuk bencana 64 tahun silam.
Brasil harus membayar mahal "ketidaksetiaan" mereka pada jogo bonito. Brasil memang sudah mulai mengakomodasi cara bermain yang lebih efisien dan efektif saat Carlos Alberto Pereira mengasuh Romario, dkk., memenangkan Piala Dunia 1994. Scolari meneguhkan kedigdayaan sepakbola efektif itu saat membawa Selecao pada 2002 saat mengalahkan Jerman di final Piala Dunia 2002.
Tapi 2014 ini begitu berbeda. Brasil 2014 adalah Brasil yang praktis tak banyak memberi tempat pada para penari samba. 1994 masih dihuni oleh seniman seperti Romario, Bebeto, Viola dan si bocah Ronaldo yang tak sempat sekali pun turun. Sementara pada 2002, kendati juga condong pragmatis, Scolari masih punya master pengolah bola sekelas Ronaldo, Rivaldo dan Ronaldinho.
Scolari pada 2014 bisa dibilang kelewat bergantung pada Neymar. Begitu Neymar cedera dan tak bisa bermain, mereka kelabakan dan hampir melupakan lubang lain yang tak termaafkan: absennya Thiago. Pragmatisme Brasil kali ini berakhir dengan begitu tragis.
Sepakbola Brasil menerima pelajaran yang begitu pahit. Dan dari Mineirazo ini, sebuah pertanyaan layak disodorkan: masihkan mereka berkeras menjauhkan diri dari akar jogo bonito dan terus menundukkan diri pada langgam pragmatisme sepakbola modern?
====
*dianalisis oleh @panditfootball. Profil lihat di sini.
(roz/din)