Akhir Tragis Skema Monoton Luiz Felipe Scolari

Brasil 0-3 Belanda

Akhir Tragis Skema Monoton Luiz Felipe Scolari

- Sepakbola
Minggu, 13 Jul 2014 15:26 WIB
REUTERS/Jorge Silva
Jakarta -

Terhenti di babak semifinal Piala Dunia dan bertengger di peringkat empat terlihat sebagai hasil yang sangat tidak cukup bagi sang tuan rumah sekaligus juara dunia lima kali, Brasil. Tapi, dengan skema permainan yang monoton, sesungguhnya "prestasi" ini sudah lebih dari cukup.

Sang pelatih, Felipe Scolari, kembali menerapkan formasi 4-2-3-1 yang telah ia gunakan di sepanjang turnamen. Big Phil agaknya ingin mengulang prestasi Brasil saat menjuarai Piala Konfederasi 2013, ketka mereka menerapkan formasi itu juga di seluruh pertandingan.

Tapi itu satu tahun lalu, kala Spanyol belum dilumat 5-1 Belanda dan sang juara bertahan gagal lolos ke babak 16 besar. Kini segalanya telah berubah. Tapi Scolari masih bersikukuh menggunakan formasi sama, meski sang pusat permainan, Neymar, sudah tidak ada. Padahal, tanpa Neymar, Scolari tak bisa apa-apa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Scolari, pelatih yang membawa Brasil merengkuh gelar juara dunia kelimanya pada 2002, kini membuat sejarah baru. Mereka dihancurkan Jerman dengan skor fantastis 7-1 dan kalah dua kali secara berturutan di Piala Dunia. Satu hal yang belum pernah terjadi dalam 100 tahun sejarah sepakbola mereka. Scolari sukses menciptakan generasi yang akan selalu diingat sebagai generasi yang memalukan.

Kekalahan 0-3 dari Belanda pada laga perebutan tempat ketiga pun kembali menodai karier kepelatihan Big Phil. Pemecatannya sebagai nahkoda Selecao tinggal menunggu waktu. Banyak yang menunggu dan mengangguk setuju. Bagaimana bisa Brasil bermain kreatif, jika pelatihnya saja tak punya inisiatif? Selalu menurunkan Fred atau Jo adalah bukti betapa keras kepalanya Scolari.

Ini berbeda dengan sang rival, Louis van Gaal. Sebelum pertandingan dimulai, ia malah berkomentar miring. Van Gaal menganggap perebutan peringkat ketiga bukanlah hal penting. Bukan hal yang aneh pula jika ia tidak menampilkan sang gelandang serang, Wesley Sneijder.

Pertandingan terakhir menghadapi Brasil menandai momen di mana semua pemain Belanda mendapatkan menit bermain di ajang empat tahunan tersebut. Satu hal yang tidak mungkin dilakukan oleh Scolari.



Kembali ke Pakem 4-2-3-1

Mandulnya Fred di lini depan, membuat Scolari menurunkan Jo sebagai pengganti. Willian mengisi pos sisi kiri dan Ramires ditempatkan di tengah. Scolari pun tidak memainkan Marcelo dan menggantinya dengan Maxwell.

Pemain boleh berbeda, tapi Scolari sama sekali tidak mengubah cara mereka bertahan maupun menyerang. Ia masih berharap pada duet Luiz Gustavo dan Paulinho untuk menjaga kedalaman. Ketika menyerang, aliran bola pun lebih banyak diarahkan ke kedua sisi. Dengan ini, Brasil selalu menggunakan formasi 4-2-3-1 di seluruh pertandingan Piala Dunia 2014. Tidak ada skema baru di pertandingan tak menentukan ini.

Jo?

Diturunkannya Jo menuai pertanyaan. Ia tak memiliki hal spesial untuk diunggulkan. Kualitasnya setara, atau bahkan masih di bawah Fred. Scolari enggan menurunkan Oscar sebagai ujung tombak dan menambah kekuatan di lini tengah.

Hasilnya mudah diterka. Sama seperti Fred, Jo pun tak bisa berbicara banyak. Ia tak sekali pun melakukan attemps. Meski tak secara langsung ditempel ketat oleh bek Belanda, ia kesulitan untuk melepaskan diri dari tekanan. Hasilnya, Jo lebih sering beroperasi di lapangan tengah ketimbang berada di area kotak penalti. Ini yang membuat para pemain Brasil kesulitan membuat peluang kala berada di dekat area kotak penalti.


[heat map Jo-Squawka]

Poros Ganda tak Sempurna

Scolari kembali menurunkan Gustavo dan Paulinho di tengah. Tujuannya jelas, ia tidak ingin sepenuhnya bertahan, dan menginstruksikan Paulinho untuk membantu serangan. Kala menghadapi Jerman, serangan Brasil memang jarang dimulai dari tengah lapangan. Bola selalu diumpankan ke sayap. Kehadiran Paulinho tampaknya diharapkan mampu mengubah cara menyerang tersebut. Tapi diturunkannya Paulinho mengandung risiko sendiri. Lini pertahanan menjadi lebih terbuka. Kemampuan Paulinho untuk bertahan tak sebaik Fernandinho, atau Ramires sekali pun.

Gol kedua Belanda tak lepas dari hal ini. Clearance tak sempurna David Luiz mampu dimanfaatkan Daley Blind untuk mencetak gol. Anehnya, Blind mampu beroperasi dengan bebas tanpa kawalan di dalam kotak penalti.

Hal yang sama juga terjadi kala mereka dibantai Jerman. Poros ganda mereka saat itu yang diisi Gustavo dan Fernandinho, tak mampu menutup celah di lini belakang Brasil.

Tak Bisa Imbangi Kecepatan Belanda

Satu hal yang menjadi senjata utama Belanda adalah kecepatan permainan mereka. Umpan pendek yang mereka lakukan mengalir begitu cepat dan sulit untuk dipatahkan oleh lini pertahanan Brasil. Ini pula yang membuat Selecao tak mampu menerapkan pressing ketat.

Sebelum pemain Brasil mendekat untuk melakukan tekanan, para pemain Belanda telah mengalirkan bola ke pemain lain. Di babak pertama, Belanda lebih banyak mengandalkan ball possession dengan peragaan bola cepat.

Di babak kedua, meski tak seagresif babak pertama, Belanda kembali memeragakan bola-bola cepat. Van Gaal menempatkan Robin van Persie di area kerja Thiago Silva. Akibatnya, bek PSG tersebut lebih banyak mengikuti pergerakan Van Persie ketimbang menjaga areanya sendiri.

Ini terjadi pada gol ketiga Belanda. Arjen Robben yang beroperasi di kiri pertahanan Brasil, memberi umpan pada Daryl Janmaat. Tak perlu berlama-lama, Janmaat dengan segera melepaskan umpan mendatar ke depan gawang Brasil. Sama seperti gol kedua, kali ini giliran Wijnaldum yang berdiri tanpa penjagaan, karena Silva tertarik pergerakan Van Persie. Wijnaldum pun dengan mudah menceploskan bola ke gawang Julio Cesar.

Menahan Serangan Balik Brasil

Selain karena peragaan umpan-umpan cepat, adalah keberhasilan Belanda mendorong mundur penyerang Brasil yang membuat tuan rumah sulit melakukan serangan balik. Pemain yang mengisi pos lini depan Brasil dipaksa turun membantu pertahanan. Ini yang membuat serangan balik Brasil menjadi tidak efektif. Mereka mesti memulai serangan dari bawah, yang memakan cukup waktu, sehingga bek Belanda sempat menggalang pertahanan. Bola tidak langsung diarahkan pada Jo, sebagai pemain terdepan. Biasanya, David Luiz menggiring sendirian dan mencoba menerobos lini tengah Belanda.

Ini yang membuat bek Belanda yang dihuni Stefan de Vrij, Ron Vlaar, dan Martins Indi, memiliki waktu untuk turun. Begitu pula dengan wingback mereka yang diisi oleh Dirk Kuyt di sisi kanan dan Daley Blind di sisi kiri. Kedua bek sayap ini bergerak bergantian. Jika serangan Belanda berasal dari kiri, maka Kuyt yang memiliki tanggung jawab untuk bertahan. Begitu pula sebaliknya.

Belanda tak memiliki kekhawatiran ketika diserang, karena secara teori mereka telah memiliki empat pemain di lini pertahanan yang siap menahan gempuran pemain Brasil.

Brasil tak memiliki melakukan cara lain selain aktif menyerang dan membombardir pertahanan Belanda. Tapi ini seringkali menjadi bumerang, karena Belanda menempatkan Van Persie dan Robben di lini depan. Mereka menjadi senjata ampuh bagi Belanda dalam melakukan serangan balik.

Maicon dan Maxwell Sulit Dapatkan Ruang

Scolari menerapkan skema serangan yang itu-itu saja. Sejak dari lini pertahanan, bola selalu digulirkan ke sayap. Dua fullback mereka dipaksa terus-terusan membantu serangan dan menyokong pemain yang ada di depannya.

Hal yang sama diberlakukan Scolari bagi para pemainnya di pertandingan menghadapi Belanda. Padahal, sama seperti Meksiko, Belanda terbilang jago dalam menutup serangan lewat sayap.

Kala melawan Meksiko, pemain Brasil terlihat kesulitan membongkar pertahanan Giovanni Dos Santos dan kawan-kawan. Meksiko dengan sukses menutup sayap lapangan, sembari menguatkan pertahanan di area tengah, dengan memasang tiga gelandang.

Ini tidak terjadi di Belanda. Area tengah mereka bisa dibilang dapat ditembus jika diserang secara terus menerus. Terlebih, ketidakhadiran Wesley Sneijder dan Nigel De Jong membuat lini tengah Belanda hanya diisi Wijnaldum, Jordie Clasie, dan Jonathan de Guzman. Tiga pemain yang minim menit bermain.

Hal ini tidak dimanfaatkan oleh Brasil. Mereka tetap menggunakan Maicon dan Maxwell sebagai fokus serangan. Total, keduanya memberikan enam umpan silang.

Tapi, bukan ini yang menjadi sorotan utama. Maicon dan Maxwell seharusnya mampu memberi lebih banyak umpan silang, jika mereka tidak dipaksa untuk bergerak ke tengah. Memang, beberapa kali pergerakan Maicon ketika merangsek melalui sayap dapat ditahan oleh Belanda.

Akibatnya, pemain AS Roma ini selalu menusuk ke area tengah yang telah dijaga dua gelandang Belanda. Ia juga tidak terbiasa untuk memotong dan menembak langsung. Maicon biasanya menyisir sisi pertahanan lawan dan memberi umpan silang. Ini yang membuat pergerakan Maicon terhenti di depan kotak penalti. Bola pun kembali diberikan ke belakang, karena ia tidak memiliki opsi untuk membuat peluang dengan kondisi seperti itu.


[passing Brasil. Sumber: FourFourTwo]

Manfaatkan Celah Pertahanan Brasil

Belanda tidak bermain istimewa semalam. Keunggulan mereka adalah mampu memanfaatkan celah yang ada di lini pertahanan Brasil. Para pemain Belanda kerap bergerak dengan cepat kala mencari ruang. Ini yang terjadi pada proses gol pertama Belanda.

Thiago Silva dan David Luiz dipaksa bekerja ekstra untuk menjaga Van Persie dan Robben. Lalu, keduanya bertukar posisi, Van Persie ke kiri dan Robben ke kanan. Umpan terobosan pada Robben, berakhir dengan sang pemain berhadapan satu lawan satu dengan Cesar. Satu tarikan tangan dari Silva, membuat wasit menunjuk titik putih.

Ketika menyerang, Belanda sering memberikan umpan terobosan. Ini karena mereka memiliki kelebihan dalam hal kecepatan. Bukan tanpa alasan pula bagi Van Gaal menginstruksikan hal tersebut. Ia ingin memaksimalkan celah di lini pertahanan Brasil yang tak kunjung diperbaiki Scolari.

Pressing Belanda

Ketika bertahan, para pemain Belanda dengan sigap menekan pemain Brasil yang sedang membawa bola. Akibatnya, Oscar dan kolega tak bisa berlama-lama dengan bola di area pertahanan Belanda. Mereka mesti dengan cepat mengalirkan bola agar bola tak berpindah tangan. Strategi ini menjadi salah satu faktor kemenangan Belanda.

Kesimpulan

Brasil bermain seperti tanpa pola. Gustavo maupun Paulinho tak menjalankan perannya dengan baik. Keduanya pun digantikan di babak kedua. Gustavo oleh Fernandinho, sedangkan Paulinho oleh Hernanes. Tidak ada perubahan signifikan yang terjadi di babak kedua. Brasil masih sulit untuk mencetak gol ke gawang lawan. Serangan Brasil masih mengalir lewat sayap. Scolari masih menginstruksikan dua fullback mereka untuk aktif menyerang.

Di sisi lain, Van Gaal telah memikirkan cara agar mereka tak habis ditekan pemain Brasil. Caranya adalah dengan peragaan umpan-umpan cepat. Ini memaksa pemain Brasil terus turun untuk membantu pertahanan, sementara Belanda lebih aman karena mampu meminimalisasi peluang Brasil.

Sementara Scolari keras kepala dengan pilihan formasinya, Van Gaal sukses dengan taktiknya. Belanda mampu memanfaatkan peluang yang ditinggalkan Maxwell kala menyerang. Semua gol Belanda berasal dari sisi kiri pertahanan Brasil.

Belanda pulang dengan kepala tegak. Sementara itu, lisensi kepelatihan Scolari mesti segera dievaluasi.


====

* Pandit Football Indonesia Mengkhususkan pada analisis sepakbola, baik Indonesia maupun dunia, meliputi analisis pertandingan, taktik dan strategi, statistik dan liga. Keragaman latar belakang dan disiplin ilmu para analis memungkinkan PFI untuk juga mengamati aspek kultur, sosial, ekonomi dan politik dari sepakbola. Twitter: @panditfootball Facebook: panditfootball Website: www.panditfootball.com.

(a2s/fem)

Hide Ads