Arsenal berhasil meraih poin penuh di laga perdana EPL musim 2014-2015. Hasil tersebut diraih setelah The Gunners menundukkan Crystal Palace dengan skor 2-1 di kandangnya sendiri, Stadion Emirates.
Arsenal sendiri sempat tertinggal lebih dulu lewat gol yang dicetak bek anyar Crystal Palace, Brade Hangeland, pada menit ke-34. Namun, Alexis Sanchez dan kawan-kawan mampu menyamakan keadaaan lewat gol Lorient Koscielny pada tambahan waktu babak pertama.
Petaka bagi Palace terjadi ketika Jason Puncheon menerima kartu kuning kedua sehingga harus diusir dari lapangan pada menit ke-88. Tak lama kemudian, Aaron Ramsey pun menemukan celah untuk menyambar bola muntah hasil tendangan Mathieu Debuchy.
Menunggu Arsenal menciptakan gol kemenangan hingga menit-menit akhir pertandingan menjadi hal yang tak diprediksi sebelumnya. Meski mendapatkan tenaga dari pemain-pemain baru berkualitas, dan menghadapi tim lawan yang baru saja ditinggal sang manajer, Tony Pulis, anak-anak asuh Arsene Wenger ini cukup kesulitan untuk membongkar pertahanan terorganisir Crystal Palace.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arsenal menjamu sang tamu tanpa skuat utama. Theo Walcott, David Ospina, Ryo Miyaichi, dan Serge Gnabry harus menepi karena cedera, sementara para jawara piala dunia: Mesut Oezil, Lukas Podolski, dan Per Mertesacker, dinilai masih belum fit karena baru seminggu bergabung dengan tim.
Namun hal ini tak terlalu memusingkan Wenger karena ia memiliki kedalaman skuat yang cukup. Kecuali posisi bek tengah yang minim opsi, ia masih memiliki beberapa pilihan. Untungnya ada Callum Chambers yang bisa menjalankan beberapa peran. Tak ayal Wenger pun tetap menggunakan skema andalan 4-1-4-1.
Bek kanan anyar pengganti Bacary Sagna, Debuchy, dimainkan sejak menit awal bersama dengan Kieran Gibbs untuk mengisi posisi fullback. Lalu, Chambers dipilih sebagai partner Koscielny sebagai bek tengah.
Satu keputusan cukup berbeda diambil oleh Wenger dengan lebih mempercayakan Yaya Sanogo ketimbang Olivier Giroud sebagai ujung tombak. Salah satu kemungkinan alasannya adalah karena torehan gol Sanogo saat pra-musim lebih banyak daripada Giroud.
Tak seperti kubu tuan rumah, Crystal Palace justru tampil dengan skuat terbaiknya. Julian Speroni masih tak tergantikan di bawah mistar. Pemain yang baru didatangkan dari Liverpool, Martin Kelly, mengisi pos kanan, melengkapi empat bek sejajar yang dihuni Joel Ward, Brade Hangeland, dan Scott Dann.

Via whoscored
Solidnya Pertahanan Crystal Palace
Arsenal langsung menguasai penguasaan bola sejak peluit dibunyikan wasit Jonathan Moss. Ini dikarenakan Crystal Palace memang bermain lebih bersabar di area pertahanan sendiri untuk membangun pertahanan yang terorganisir.
Saat para pemain Arsenal menguasai bola, delapan pemain Crystal Palace menciptakan dua tembok pertahanan yang terdiri atas empat pemain sejajar di area tengah dan di area kotak penalti. Delapan pemain ini tak melakukan pressing yang agresif. Mereka fokus menjaga areanya masing-masing. Justru Camakh dan Campbell-lah yang bertugas untuk mengganggu pemain lawan yang sedang memegang bola. Bahkan Camakh diinstruksikan bermain agresif ketika bertahan untuk menggangu konstentrasi lawan.
Strategi seperti ini berhasil membuat para pemain Arsenal kebingungan mencari celah. Arsenal yang memainkan umpan-umpan pendek dalam membangun serangan tak bisa menyentuh area kotak penalti Crystal Palace. Bola hanya digulirkan dari belakang-tengah-samping, lalu dikembalikan lagi ke tengah atau ke sisi lainnya.
Ketika bola dikirim ke tengah, baik itu lewat umpan datar atau umpan silang, para pemain bertahan Crystal Palace seolah sudah siap untuk menyambutnya. Ini terlihat dari statistik Crystal Palace yang total melakukan intersep, dan clearance sebanyak 43 kali selama 90 menit. Sementara Arsenal hanya melakukan sebanyak 33 kali dalam pertandingan ini.

Defensive action Crystal Palace (via FourFourTwo)
Selama 90 menit Crystal Palace berhasil menggalang pertahanan yang solid. Tak heran jika Yaya Sanogo, sang ujung tombak Arsenal, sangat minim mendapatkan suplai bola. Pada pertandingan ini ia hanya melakukan satu tembakan. Itu pun jauh dari sasaran.
Umpan silang yang dilakukan Alexis dan Cazorla pun selalu bisa dipatahkan. Dari 34 kali percobaan umpan silang, hanya 5 yang menemui sasaran, dan kelimanya dari bola mati.
Peran Krusial Camakh
Pertandingan tadi malam memperlihatkan keberhasilan taktik Crystal Palace yang solid dalam bertahan dan efektif ketika menyerang. Strategi ini tak dapat berjalan dengan baik tanpa peran seorang Camakh.
Ketika melakukan serangan, Camakh bertindak sebagai pengatur serangan. Ia akan mundur untuk berada di depan empat pemain tengah dan menjadi pengalir bola untuk melakukan serangan balik.

Crystal Palace melakukan 132 umpan, 34 umpannya dilakukan oleh Camakh, dengan dua key passes (via Squawka)
Oleh Chamakh, bola biasanya dikirimkan ke dua pemain sayap Palace, Puncheon dan Bolasie. Dalam skema serangan balik, keduanya memiliki kecepatan yang bisa merepotkan pertahanan Arsenal.
Tendangan sudut yang didapatkan Crystal Palace dan menghasilkan gol Hangeland pun bermula dari serangan balik yang dilancarkan via Camakh. Mantan pemain Arsenal ini mengirimkan umpan ke Puncheon yang berlari menyisir sisi kiri pertahanan Arsenal. Panik karena mendapatkan serangan balik, pemain bertahan Arsenal pun terpaksa harus membuang bola ketika Puncheon mendekati area kotak penalti Arsenal. Maka terciptalah tendangan sudut itu.
Tak hanya dalam melakukan penyerangan, dalam skema bertahan pun Camakh memegang peran penting. Ketika pemain lain diinstruksikan untuk menjaga area pertahanan, Camakh bertindak sebagai pengganggu serangan lawan.
Tak seperti pemain lain yang tak agresif untuk merebut bola, Camakh dan Campbell diinstruksikan untuk memberikan pressing agresif. Bahkan keduanya tak segan untuk melanggar pemain lawan jika dibutuhkan. Namun, hanya Camakh yang menjalankan tugasnya dengan baik.
Pada pertandingan ini, Crystal Palace mencatatkan 19 kali pelanggaran yang lebih dari setengahnya dilakukan Camakh, yaitu 11 kali. Tapi kejelian dalam melakukan pelanggaran membuatnya baru mendapatkan kartu kuning di pelanggaran yang ke-11. Walaupun terlihat kasar, tapi strategi ini berhasil memutus serangan-serangan tengah yang dilakukan Arsenal.
Membongkar Sayap
Sepanjang pertandingan, Wenger dipaksa untuk terus memutar otak karena timnya sangat kesulitan menembus kokohnya pertahanan Palace.
Pada penghujung babak pertama, Arsenal berhasil menyamakan kedudukan lewat sundulan Koscielny. Namun, gol tersebut hasil dari skema tendangan bebas. Sanchez dengan cerdik mengirimkan bola ke arah Koscielny yang tak begitu mendapatkan pengawalan ketat.
Tapi, selain lewat skema bola mati, serangan Arsenal selalu sia-sia.
Wenger lalu melakukan pergantian taktik, yaitu dengan menempatkan dua pemain sayap yang memiliki kecepatan. Caranya adalah dengan memasukkan Giroud dan Alex-Oxlade Chamberlain pada paruh babak kedua untuk menggantikan Sanogo dan Wilshere yang tak begitu efektif.
Chamberlain ditempatkan sebagai pengisi flank kanan, sementara Sanchez digeser ke pos sayap kiri. Dengan demikian, Santi Cazorla yang
sebelumnya bermain sebagai sayap kiri kini bermain sebagai box-to-box, menggantikan peran Wilshere.
Dengan Chamberlain-Alexis di kedua sayap, Arsenal memiliki para pelari cepat di kedua flank, sehingga Arsenal lebih unggul jumlah pemain di sektor sisi lapangan ketika melakukan serangan balik. Ini berbeda saat Cazorla masih menjadi sayap kiri. Pemain Spanyol ini acap terlambat naik, sehingga Arsenal hanya bisa mengandalkan kecepetan Alexis seorang.
Pergantian strategi ini cukup memberi perubahan berarti pada lini penyerangan Arsenal. Serangan Arsenal kini menjadi lebih efektif. Dari 5 usaha tembakan yang dilakukan ke arah gawang Palace, 4 tembakan berhasil mengenai sasaran. Ini berbeda dengan babak pertama yang hanya menghasilkan dua tembakan tepat sasaran dari sembilan kali percobaan.

Perbandingan efektifitas serangan Arsenal sebelum dan sesudah Giroud-Chamberlain masuk
Gol yang diciptakan Ramsey di menit-menit akhir pun berawal dari umpan silang yang dilepaskan Chamberlain dari sisi kanan. Bola yang dikirimkan ke kotak penalti menciptakan sebuah kemelut di depan gawang. Debuchy lalu melepaskan tembakan mengarah ke gawang, yang masih bisa diblok kiper Palace, Speroni. Kemudian Ramsey menyambar bola muntah tersebut.
Saat gol terjadi, Ramsey tak mendapatkan pengawalan berarti. Ini bisa terjadi karena dua menit sebelumnya Palace harus bermain dengan 10 pemain, karena Puncheon mendapatkan kartu kuning kedua.
Kesimpulan
Crystal Palace tak melakukan perubahan strategi sepanjang pertandingan karena sejatinya strategi ini cukup berhasil meredam serangan-serangan Arsenal. Pergantian-pergantian pemain yang dilakukan pun adalah menggantikan pemain pada posisi sama: Scott Dann digantikan Damien Delaney, Frazier Campbell digantikan Dwight Gayle, dan Yala Bolasie oleh Stuart O’Keefe.
Karena itu, meski laga dimenangkan oleh Arsenal, Crystal Palace bisa mendapat pelajaran karena berhasil bertahan dengan baik. Mereka sukses memaksa Arsenal berjuang hingga menit ke-91 untuk memastikan 3 poin di kandang sendiri.
Penampilan Arsenal pun perlu mendapat apresiasi, karena sejatinya Arsenal bermain dengan kekuatan pincang. Jika bermain dengan skuat komplet, tak menutup kemungkinan Arsenal bisa memastikan kemenangan lebih awal. Pun demikian dengan Wenger yang dengan tepat mengubah strateginya dengan memasukkan kedua pemain sayap dengan kecepatan.
Hasil 3 poin ini jadi bekal berharga bagi Arsenal untuk menghadapi Everton di laga berikutnya. Dengan skuat yang akan lebih komplet dan disertai kepercayaan diri tinggi setelah memenangkan pertandingan pertama, Arsenal bisa saja membuka musim baru Premier League dengan dua kemenangan beruntun.
(din/fem)