Memaksimalkan Fabregas sebagai Kunci Permainan

Liga Inggris: Burnley 1-3 Chelsea

Memaksimalkan Fabregas sebagai Kunci Permainan

- Sepakbola
Selasa, 19 Agu 2014 10:42 WIB
Memaksimalkan Fabregas sebagai Kunci Permainan
REUTERS/Andrew Yates
Jakarta -

Sebagai salah satu tim yang difavoritkan menjadi juara Liga Inggris, Chelsea mengawali musim 2014/2015 dengan baik. Kemenangan 1-3 atas tuan rumah Burnley dinihari tadi membuat mereka untuk sementara duduk di puncak klasemen.

Jalan Chelsea untuk jadi juara tentu saja masih sangat panjang. Namun dari apa yang dilakukan Jose Mourinho saat laga melawan Burnley, terutama terkait perubahan taktik dan pola permainan yang lebih aktraktif, wajar jika banyak pengamat yang menjagokan Chelsea (bersama City) sebagai salah satu kandidat juara musim ini.

Perubahan Line-up yang Dilakukan Mourinho

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bertandang ke Turf Moor Stadium, secara mengejutkan Mourinho tak memasang fullback anyar mereka, Felipe Luis. Posisi fullback kiri yang biasanya diisi Luis selama pramusim diberikan pada Cesar Azpilicueta yang digeser Mourinho dari kanan ke kiri. Sementara posisi fullback kanan diemban Branislav Ivanovic.

Perubahan di lini belakang ini tak lain berkat posisi Cesc Fabregas yang oleh Mourinho dijadikan sebagai poros ganda di lini tengah, berduet bersama Nemanja Matic. Awalnya kehadiran Ivanovic diharapkan mampu menambal kekurangan Fabregas di lini tengah Chelsea saat bertahan. Pilihan yang pas mengingat Ivanovic memang biasa bermain sebagai center-back.



Dengan memakai formasi 4-2-3-1, menempatkan Fabregas pada posisi poros ganda, bukanlah suatu hal yang baru bagi Mou. Beberapa kali dalam laga pramusim taktik ini sudah digunakan. Pada laga dini hari tadi, Mou dengan mudah membolak-balik pola permainan Chelsea dari 4-2-3-1 menjadi 4-3-3 dengan hanya mengubah posisi Fabregas semata.

Kehadiran Andre Schuerrle membuat perubahan itu semakin terasa. Mou lebih memilih Schuerrle ketimbang Willian karena pemain Jerman itu bertipe versatile, mampu memainkan banyak peran, dari striker atau gelandang sayap.

Sementara di kubu tuan rumah, mereka tak bisa menurunkan striker andalan mereka, Sam Vokes, yang absen karena cedera. Kehilangan Vokes terpaksa membuat Burnley yang biasa bermain 4-4-2 dengan dua striker berubah menjadi 4-1-4-1. Namun pada laga ini, pelatih Sean Dyche mendorong gelandang serang Danny Ings lebih ke depan demi menopang Lucas Jutkiewicz yang diplot sebagai ujung tombak.

Chelsea yang Telat Panas

Kendati datang sebagai tim unggulan, Chelsea memulai pertandingan dengan pasif dan terlihat tertekan pada 10 menit awal. Hal ini tak lain karena posisi Fabregas dan Matic yang didorong merapat dengan backfour. Terutama Fabregas, dia tak diberi keleluasaan untuk naik jauh ke depan di awal-awal laga.



Dengan memakai formasi 4-5-1, dengan lima gelandang yang bermain rapat di tengah, Burnley menumpuk pemain di lini tengah dan membuat mereka berkali-kali unggul jumlah pemain dalam duel-duel di engine room ini. Keberanian Dyche mengintruksikan anak asuhnya bermain tinggi dan pressing yang ketat berhasil membuat Chelsea agak tertekan.

Masalah muncul saat Burnley tak bisa memanfaatkan itu menjadi serangan yang maksimal karena peran gelandang yang lebih cenderung statis di tengah hingga membiarkan Jutkiewizch dan Ings bekerja sendirian. Akibatnya bola dengan mudah dimentahkan lini belakang Chelsea saat memasuki sepertiga akhir.

Kendati begitu, sifat menahan diri yang dilakukan Burnley membuat Chelsea kesulitan saat melancarkan serangan balik. Saat Chelsea memiliki bola di area final third Burnley, sudah ada 8 pemain Burnley yang berkumpul di sekitar kotak penalti. Peran Matic dan Fabregas yang mundur di belakang, membuat ada kesenjangan antara lini depan dan belakang Chelsea. Akibatnya serangan Chelsea menjadi tak optimal.



Gol yang dicetak Burnley pada menit 13 terjadi berkat kesalahan Fabregas yang terlalu tergesa-gesa naik ke depan saat Chelsea mendapatkan bola di lini belakang. Akibatnya Scott Arfield bebas bergerak sendirian di depan kotak penalti untuk menyambut umpan crossing Matthew Taylor.

Tapi tak selamanya kesalahan itu mesti ditimpakan kepada Fabregas, mengingat perannya sebagai poros ganda tidaklah murni bertahan. Dia hanya diplot Mou untuk mengalirkan bola dengan cepat dari belakang ke depan, mengingat ada ketimpangan yang cukup jauh antara Hazard-Costa-Schuerrle dengan pemain lainnya. Sebagai motor penggerak awal serangan, ketergesa-gesaan dia untuk secepatnya naik ke depan yang berbuah gol Burnley harus dipandang sebagai risiko dari pilihan taktikal Mou.

Pasca gol ini, Burnley membiarkan Chelsea bermain tinggi dan mereka malah bermain rendah. Hal inilah yang menjadi kesalahan awal mereka. Ini memungkinkan Cesc bisa leluasa memainkan peranannya sebagai penghubung pertahanan dengan lini serang. Cesc praktik bisa lebih optimal naik ke depan dan memainkan fungsinya secara pas sebagai penghubung dan inisiator serangan.



Kekosongan Ruang yang Diisi Para Penyerang

Kendati memainkan pola 4-2-3-1, nyatanya formasi Chelsea malah mirip seperti 4-3-3 dengan menyejajarkan Costa-Schuerrle-Hazard. Untuk memberikan Costa area lebih luas, Mou mengorbankan Oscar untuk turun jauh ke belakang – merapat dengan Matic dan Fabregas. Karena itu wajar saja peran Oscar sebagai gelandang serang di laga ini tidaklah begitu terasa.



Saat menyerang dia cenderung berlari diagonal ke arah sayap dan membiarkan area di depan kotak penalti diisi Diego Costa. Dengan tidak mengoptimalkan Oscar untuk memainkan peran sebagai "pemain nomor 10" membuat Costa punya ruang yang banyak untuk bergerak. Peran Costa sebagai seorang decoy (pengecoh) membuatnya bebas bergerak. Area aksinya teramat luas, dia sering mundur jauh ke tengah, bergeser ke sayap atau sewaktu-waktu statis diam di depan. Kekosongan ruang yang ditinggalkan Oscar sering diisi Hazard atau Schuerrle yang mencoba melakukan cut inside.

Hal ini membuat Chelsea dengan mudah menarik bek-bek Burnley keluar dari posisinya dan dari sinilah banyak ruang-ruang terbuka yang bisa dieksploitasi oleh para pemain yang bergerak dari sayap, dalam hal ini Schuerrle dan Hazard. Karena itulah Schuerrle bisa terlihat begitu dominan dengan membuat lima percobaan mencetak gol dan salah satunya menjadi gol.

Gol Schuerrle sendiri lahir dari sebuah kerja sama yang amat mengesankan antara Ivanovic dan Fabregas pada menit 20. Costa pun ikut turut serta, mengingat dialah yang berhasil menarik Michael Duff keluar dari posisinya yang membuat Shuerrle punya ruang yang lapang untuk mencetak gol.

Mesti dicermati pula peran Hazzard yang bermain melebar dan kerap melakukan disposisi dengan Costa. Perubahan posisi yang dilakukannya secara tiba-tiba membuat dirinya seringkali melakukan take-ons bagi Chelsea. Raihan 9 take-ons yang dia lakukan di laga ini cukup menakjubkan.

Faktor Fabregas dan Kekuatan Lini Tengah Chelsea

Usai tertinggal 1-0, Mourinho langsung mengubah taktik terutama di lini tengah. Dengan menaikkan Fabregas diperbantukan untuk menyerang, maka formasi Chelsea berganti menjadi 4-3-3. Uniknya, saat diserang Chelsea kembali ke pola 4-2-3-1. Segitiga-segitiga antara Matic, Oscar dan Fabregas-lah yang menjadi kunci kenapa hal ini bisa terjadi. Ketiga pemain ini akan saling menjaga kerapatan agar tak terlalu renggang.

Khusus untuk Oscar dan Fabregas, saat menyerang kecenderungannya kedua pemain ini tak akan sejajar. Semisal, saat Fabregas menyerang, Oscar akan berupaya menahan diri untuk tak terlalu maju ke depan-tapi tak sejajar dengan Matic, begitupun sebaliknya jika Oscar yang diintruksikan menyerang.



Ketika menyerang dua pemain ini pun memiliki tipikal yang berbeda. Jika Oscar cenderung bergerak melebar dan bekerja sama dengan Hazzard, Fabregas banyak melakukan penetrasi ke tengah bekerja sama dengan Schuerrle atau Costa. Variasi inilah yang membuat serangan Chelsea terlihat lebih atraktif, terutama pada babak pertama.

Kehadiran Fabregas memang mengubah permainan Chelsea yang musim lalu dikritik sebagai monoton, kelewat pragmatis dan jauh dari menghibur. Kemampuannya menahan bola bisa menyediakan waktu bagi rekan-rekannya mencari ruang di tengah pertahanan Burnley yang padat. Dan hal itu dilakukannya tak hanya di area pertahanan sendiri, tapi di area final third lawan. 3 keypasses dan 1 assist yang dia lakukan jadi bukti pentingnya peranan Cesc. Ketika bertahan, dia pun menjalankan tugasnya dengan baik: 3 tekel dan 3 intersepsi yang dilakukan mampu menghentikan serangan balik dari Burnley.

Kesimpulan

Kunci kemenangan Chelsea berada pada perubahan taktik yang dia lakukan pada Oscar-Fabregas dan Matic. Namun yang masih cukup perlu disoroti adalah sikap pragmatisme yang dia lakukan pasca unggul 3-1.

Di babak kedua Chelsea seolah seperti tak menunjukan ambisinya mencetak gol seperti babak pertama. Mereka cenderung menunggu dan menunggu, bersikap pasif dan tak agresif. Apa yang dilakukan Mou memang tak salah, toh itu memang bagian dari taktik.

Mou sendiri, dalam sesi konferensi pers usai pertandingan, beralasan bahwa faktor kebugaran banyak pemainnya yang belum maksimal sebagai alasan berkurangnya "nafsu membunuh dan menyerang" anak asuhnya.

Bagi Burnley, hasil ini tentu jauh dari memuaskan sekaligus menjelaskan banyak pekerjaan rumah yang mesti dibenahi. Sean Dyche mesti lebih jeli lagi menyusun taktik, terutama dalam hal merespons perubahan-perubahan yang dilakukan lawan di tengah pertandingan.

Masih ada 37 laga yang akan dilakoni Burnley. Masih banyak waktu untuk berbenah, setidaknya untuk bertarung mempertahankan diri di kasta tertinggi sepakbola Inggris. Semata agar mereka tak sekadar numpang lewat semusim.

====

* Pandit Football Indonesia Mengkhususkan pada analisis sepakbola, baik Indonesia maupun dunia, meliputi analisis pertandingan, taktik dan strategi, statistik dan liga. Keragaman latar belakang dan disiplin ilmu para analis memungkinkan PFI untuk juga mengamati aspek kultur, sosial, ekonomi dan politik dari sepakbola. Twitter: @panditfootball Facebook: panditfootball Website: www.panditfootball.com.

(a2s/roz)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads