Laga yang Memperlihatkan Kelemahan Chelsea

Liga Champions: Chelsea 1-1 Schalke

Laga yang Memperlihatkan Kelemahan Chelsea

- Sepakbola
Kamis, 18 Sep 2014 14:16 WIB
REUTERS/Eddie Keogh
Jakarta -

Puja-puji yang mengalir ke Chelsea akhir pekan lalu berkat penampilan impresif mereka di Liga Inggris nyatanya bukan jaminan buat mereka melangkah mulus di Liga Champions.

Dan benar saja, menghadapi lawan yang sedang tertatih-tatih menghadapi badai cedera seperti Schalke, tim berjuluk The Blues ini hanya bisa meraih hasil imbang 1-1.

Keputusan pelatih Chelsea, Jose Mourinho, yang membangkucadangkan Diego Costa nyatanya menjadi masalah, mengingat hasil imbang ini tak pelak terjadi berkat buruknya penyelesaian akhir yang dilakukan lini serang mereka.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di kubu tim tamu, hasil imbang ini adalah modal berharga untuk mengarungi pertandingan-pertandingan selanjutnya. Karena bagaimanapun juga kemampuan pelatih Jens Keller yang merotasi dan memaksimalkan pemain seadanya mampu membuat Chelsea sedikit kelabakan.



Chelsea yang Sempurna, Schalke yang Sekarat

Memulai kiprahnya di Eropa musim ini, Mourinho memilih membangkucadangkan Costa dan Cesar Azpilicueta. Rotasi di lini belakang dan depan ini adalah yang pertama kali dilakukan Mou di musim baru ini. Pergantian ini dilakukan untuk menyimpan tenaga saat melawan Man City di Liga Inggris akhir pekan nanti. Absennya dua pemain itu digantikan oleh Didier Drogba dan Filipe Luis.

Mou mengawali laga ini dengan formasi 4-3-3. Nantinya saat laga berjalan formasi sering berubah-ubah menjadi 4-2-3-1, dengan mendorong Fabregas jadi pemain nomor 10 dan Ramires memerankan poros ganda bersama Nemanja Matic.

Mou tampaknya lebih memilih Ramires ketimbang Oscar karena lawan yang dihadapi yakni Schalke memakai empat gelandang serang sekaligus di tengah, plus satu striker yang diplot berperan sebagai false nine yakni Huntelaar. Kondisi ini akan jadi hal yang bahaya bagi Chelsea jika tetap memasang Oscar.

Sementara itu tim tamu datang ke London dengan kondisi pincang dan boleh dikata hampir sekarat. Di Bundesliga, dari tiga laga Schalke tak pernah menang, hanya bisa imbang satu kali. Kambing hitam dari masalah ini adalah banyaknya pemain inti mereka yang cedera terutama di lini belakang. Mulai dari Atsuto Uchida, Benedict Howedes, Sead Kolosinac Felipe Santana dan Joel Matip. Itu di lini belakang belum lini-lini lainnya.

Empat bek yang bertanding dini hari tadi adalah pemain lapis kedua. Tak hanya itu, stok pemain yang menipis membuat Keller melakukan rotasi-rotasi yang cukup gila.

Kaan Ahyan, pemain berusia 19 tahun yang biasa menempati posisi fullback kanan mesti diplot sebagai centerback mengawal Didier Drogba. Hal serupa terjadi pada Roman Neudstadter, seorang gelandang yang mesti turun jadi centerback. Dennis Aogo, pemain yang biasa bermain melebar sebagai fullback dipasang sebagai gelandang bertahan. Kehilangan Jan Kirchoff akibat cedera memaksa Kevin Prince Boateng turun jauh memerankan sebagai poros ganda.

Di lini serang, cedera yang menimpa Leon Goretzka memaksa Julian Draxler digeser ke sayap kiri. Lantas peran pemain no. 10 diemban kepada pemain berusia 18 tahun yakni Max Meyer. Sebuah perjudian yang cukup berani.

Cara Schalke Menghambat Serangan Chelsea

Dengan memainkan formasi 4-3-3 Chelsea kesulitan menembus barisan pertahanan Schalke. Hal ini terjadi karena upaya Keller yang memutus rantai antara lini tengah dan depan Chelsea, dengan memainkan 4 gelandang sejajar yang menjaga kerapatan dengan back four di belakang. Skema ini membuat Schalke terlihat seperti menggunakan formasi 4-4-2 dengan mendorong Meyer untuk sejajar dengan Huntelaar.



Kecenderungan Schalke yang memilih bersabar, menerapkan garis pertahanan dalam dan menumpuk banyak pemain membuat Fabregas, Matic dan Ramires kesulitan untuk memberikan suplai kepada Drogba, Hazard dan Willian.

Jarak cukup jauh inilah yang membuat performa Fabregas tak seperti biasanya. Chelsea yang biasanya berlama-lama melakukan penguasaan bola di area final third lawan, kali ini tidak begitu. Fabregas lebih cenderung bergeser ke sayap dan memberikan umpan crossing. Cesc bahkan mencatatkan 10 umpan silang di laga ini. Saat memberikan umpan pun arah yang dia tuju lebih condong ke arah sayap, bukan langsung ke depan gawang.

Hal ini terjadi karena sifat Drogba yang cenderung statis, berbeda dengan Costa yang kadang mau jauh turun ke belakang untuk mengambil bola.



Lubang di Lini Belakang Schalke

Sistem pertahanan Schalke ini nyatanya memiliki kelemahan juga. Duet centerback yang masih berusia belasan tahun yakni Neudstadter dan Ahyan, tidak punya kemampuan melakukan umpan panjang. Ini menjadi ciri yang mencolok sehingga mereka praktis sulit melakukan serangan balik cepat lewat umpan panjang dari lini belakang.

Ketidakmampuan ini pula yang membuat Schalke kebobolan. Proses gol yang dicetak Fabregas bermula dari Neudstadter yang memberikan umpan datar tanggung pada Meyer. Pressing yang dilakukan Matic plus tekel Fabregas membuat bola berpindah kaki ke Chelsea secara cepat.



Masalah lain dari lini belakang Schalke adalah seringnya terpancing dengan skema Chelsea. Permainan Chelsea yang melebar, mendorong Hazard dan Willian menyisir sayap otomatis membuat dua fullback Schalke melakukan hal yang serupa.

Disposisi yang dilakukan dua pemain inilah yang kadang jadi bumerang bagi Schalke. Ketika Hazard atau Willian bergeser ke tengah, dua fullback Schalke yakni Hoger dan Fuchs ini sering terlalu maju ke depan hingga menyisakan lubang di area sayap. Dalam gol pertama [lihat grafis gol] terlihat dengan jelas bagaimana Fuchs yang terlalu overlap.

Masalah ini pula yang membuat saat Fabregas mengalami kebuntuan menggerakkan serangan Chelsea dari tengah memilih untuk lebih sering mengalihkan bola pada dua fullback yakni Ivanovic dan Luis, bukan Matic atau Ramires yang muncul dari lini kedua. Ivanovic dan Luis sering dengan leluasa bergerak bebas di area final third lawan.



Upaya Schalke Untuk Mencetak Gol

Schalke sendiri sebenarnya tidak bermain ultrabertahan. Serangan yang mereka bangun pun lebih didominasi dari umpan kaki ke kaki dari lini ke lini. Tapi kecenderungan Chelsea yang lebih bersifat menunggu di tengah lapang saat kehilangan bola membuat bola Schalke hanya banyak bergulir di lini belakang.

Untuk menembus tembok kokoh Chelsea Huntelaar diintruksikan bermain agak dalam menarik bek menyisakan ruang kosong di depan kotak penalti. Kekosongan ruang ini yang biasanya dijadikan ruang tembak bagi second line Schalke seperti Boateng untuk dikonversi menjadi percobaan mencetak gol.

Sepuluh percobaan mencetak gol yang tercipta pada babak pertama dilakukan berawal dari kerja sama apik di sayap kiri antara Draxler, Fuchs dan Huntelaar. Saat menyerang Schalke akan bermain melebar ke sayap kiri. Namun Draxler/Fuchs tak akan melakukan crossing, cut inside atau berlari menyisir lapang hingga garis tepi. Beberapa meter memasuki final third Chelsea bola akan langsung diarahkan ke depan kotak penalti di mana ada Boateng/Sidney Sam yang bersiap menyambut.



Pada babak kedua kokohnya lini pertahanan Schalke membuat Chelsea memutuskan bermain lebih sabar. Tak ada lagi pressing, tak ada lagi ambisi untuk terus menyerang. Kondisi ini membuat hal pelik bagi Schalke karena semakin kesulitan mereka untuk menyamakan kedudukan. Beruntung pada menit 62 lewat skema serangan balik, Huntelaar pun menyeimbangkan skor menjadi 1-1.

Jika kita menelaah awal mula proses gol ini terletak pada lubang yang cukup besar di antara lini tengah dan sayap kanan Chelsea. Proses gol ini mirip-mirip seperti apa yang dilakukan oleh Burnley, Everton dan Swansea, yakni memanfaatkan trio gelandang Matic, Fabregas dan Ramires melakukan kesalahan dalam melindungi pertahanan.

Sudah jadi kebiasaan, tiga gelandang Chelsea, entah siapapun itu, yang dipasang selalu terlalu bermain tinggi saat menyerang dan lupa berkoordinasi hingga membiarkan lawan bisa dengan mudah melakukan serangan balik yang memungkinkan lawan-lawan bisa langsung berhadap-hadapan dengan Terry atau Cahill. Dan kesalahan itu terulang lagi dini hari tadi. Posisi Ivanovic yang terlalu jauh maju dan bergeser ke tengah pun jadi masalah tersendiri. Terlihat dari grafis gol di bawah ini.



Kesimpulan

Setelah gol Huntelaar, Chelsea berusaha menambah daya gedor dengan memasukkan Diego Costa, Loic Remy dan Oscar. Namun di satu sisi Schalke pun menambah pemain bertipikal bertahan dan menumpuk banyak pemain di belakang. Waktu 15 menit sisa akhirnya tak bisa dimanfaatkan Chelsea untuk mencetak gol.

Kebergantungan lini depan Chelsea kepada Costa terlihat betul di laga ini. Didier Drogba terlalu ringkih untuk memerankan Costa yang memperlihatkan daya jelajah yang luas. Lini belakang Schalke yang rapat dan Drogba yang statis otomatis membuat pemain ini tak bisa begitu diandalkan.

Di lini tengah upaya Mou yang memasang Ramires sejak menit-menit awal itu adalah upaya defensif untuk melindungi kelemahan dari Fabregas/Matic yang selalu telat bertahan. Jika berkaca dari proses gol yang dibuat Huntelaar kita bisa mengambil kesimpulan bahwa Mou mesti berusaha lebih keras melindungi lini pertahanan mereka.





(a2s/roz)

Hide Ads