Chelsea bermain layaknya tim kecil dengan memilih bermain bertahan. Itulah komentar dari Manuel Pellegrini selepas pertandingan antara Chelsea dan Manchester City yang berakhir imbang 1-1.
Ini adalah kali pertama "tuduhan" tersebut dilontarkan untuk Chelsea musim ini.
Sebelum pertandingan, The Blues adalah pemuncak klasemen dengan rentetan kemenangan. Selain itu, mereka adalah tim paling produktif (15) di Premier League sekaligus tim dengan rataan tembakan ke gawang lawan tertinggi (20).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

[Susunan Pemain. Sumber: whoscored]
Pada laga ini Mourinho memilih untuk memarkir Oscar dan Andre Schuerrle di bangku cadangan. Ramires dan Willian dipilih untuk menggantikan peran dua pemain tersebut.
Sedangkan tuan rumah City memainkan bek baru mereka Eliaquim Mangala. Ia tampil berdampingan dengan Vincent Kompany dan menampilkan performa menjanjikan. Ia mampu menutupi ruang kosong Kompany yang selalu menempel ketat Diego Costa.
Meredam Pergerakan
Mourinho seakan sedang membagi timnya dalam dua kubu, urusan lini belakang dan depan. Dua fullback dipaksa utuk meredam pergerakan ke sepertiga akhir. Hal ini membuat seakan ada garis batas di antara trio lini tengah (Eden Hazard, Willian, Ramires) dengan duet Cesc Fabregas dan Nemanja Matic yang menopang Costa.
Cara tersebut membuat Chelsea dapat dengan mudah melakukan transisi, terutama dari menyerang ke bertahan. Kedua sayap hanya tinggal berlari kembali ke belakang untuk menutup ruang gerak pemain sayap City. Sedangkan sang striker Costa berdampingan bersama Willian untuk menjadi pemain bertahan pertama.
Hal sama juga terjadi pada Willian, yang justru baru bergerak naik saat Chelsea bertahan. Ia hampir selalu sejajar dengan Costa untuk menahan dua gelandang tengah City, Yaya Toure dan Fernandinho yang menjadi mesin utama permainan The Citizens. Meski saat penetrasi ke sepertiga akhir City banyak memakai sayap, namun suplai bola berasal dari dua pemain tersebut.
Terlihat rapat dan seakan sedang "parkir bus", nyatanya pertahanan Chelsea masih belum sempurna. Banyak percobaan tembakan City yang berasal dari kotak penalti. Hal ini karena Mourinho masih gagal membendung pergerakan Silva dan Millner di sayap, apalagi dengan pergerakan aktif dari dua fullback City.

[Grafis tembakan ke gawang City. Kuning=gol, biru=sukses, merah=gagal, putih=blok. Sumber: Statszone]
Pilihan bermain bertahan yang dilakukan Chelsea terjadi sepanjang babak pertama. Bahkan hingga 35 menit laga berjalan, belum ada tembakan ke gawang yang dilakukan The Blues. Cara ini terbilang sukses jika melihat hasil hingga turun minum.
Minim Serangan
Mampu menahan City tak mencetak gol, Chelsea sendiri tak mampu untuk melancarkan serangan balik yang baik. Umpan ke kotak penalti Man City nyaris tak terlihat, sementara minimnya bantuan untuk lini depan membuat Costa harus bergerak melebar agar minimal tetap menjaga penguasaan bola.
Tetapi, karena Fabregas dan Matic tetap menunggu di belakang, Chelsea hanya dapat mengandalkan Willian dan Hazard untuk mengalirkan bola.
Masalah muncul ketika Chelsea hanya punya pilihan mengopera ke Ramires ketika Costa melebar. Mengawal Ramires di kotak penalti masih terlalu mudah bagi duet Kompany dan Mangala.
Apalagi dengan jumlah kartu kuning (4) dan permainan keras yang ditunjukan City babak pertama. Seakan terlihat tim tuan rumah sedang tertekan dan frustasi karena tak kunjung cetak gol. Soal kartu ini kemudian menjadi keuntungan karena Zabaleta akhirnya menerima kartu kuning kedua pada babak kedua.
Memasuki babak kedua Morinho tetap mengandalkan serangan balik dalam menyerang. Apalagi pada menit 63 ia melakukan dua pergantian sekaligus, yaitu menarik Ramires-Willian dan memasukan Obi Mikel-Schuerrle.
Pergantian tersebut membuat Chelsea semakin kuat saat bertahan karena adanya Obi Mikel, tetapi punya tenaga segar untuk melakukan serangan balik melalui Schuerrle.
Mungkin saja Mourinho melakukan pergantian taktik ini karena di babak kedua Pellegrini menginstruksikan anak asuhnya untuk semakin naik. Fernandinho, yang sebelumnya tetap bertahan di tengah untuk memberikan perlindungan ketika Toure maju, juga ikut merangsek naik ke lini pertahanan City.
Kartu Merah Mengubah Permainan
Kartu kuning kedua yang diterima Zabaleta terjadi karena ia terlibat insiden dengan Diego Costa. Tekel keras yang dilakukannya memang mendapat reaksi dari Costa. Tetapi dalam sepakbola, membalas sama ganjarannya dengan memulai.
Kehilangan satu pemain, apalagi dengan model bermain seperti City yang mengandalkan penguasaan bola, membawa dampak signifikan yaitu berkurangnya opsi mengirim umpan. Dampak itulah yang dirasakan oleh City setelah kartu merah Zabaleta.
Pellegrini sebenarnya melakukan respons cepat dengan memasukan Sagna dan menarik Dzeko. Tetapi, berselang satu menit kemudian, Chelsea justru mencuri gol melalui serangan balik cepat. Proses gol ini terjadi setelah City mendapatkan tendangan penjuru. Sagna yang baru masuk gagal membendung pergerakan Schuerrle. Seperti yang disebutkan sebelumnya, Schuerrle sepertinya memang disiapkan oleh Mourinho untuk menambah tenaga saat serangan balik.
Lampard Menunjukan Kualitasnya
Tertinggal dari tim tamu dalam keadaan 10 orang membuat Pellegrini akhirnya memasukan Frank Lampard, pencetak gol terbanyak sepanjang sejarah Chelsea. Lalu apa sebenarnya yang membedakan Lampard dengan gelandang City sebelumnya?

[Grafis Pergerakan Fernandinho-Toure. Sumber: Squawka]
Menguasai bola sepanjang pertandingan, City justru gagal mencetak gol dan malah kecurian terlebih dahulu. Hal ini karena tidak adanya pemain lini kedua mereka yang sanggup menyelesaikan peluang. Dua striker mereka, Dzeko dan Aguero, terlalu banyak berkutat di kotak penalti, sedangkan Chelsea tak pernah meninggalkan Courtouis sendirian di belakang. Akibatnya, kotak penalti Chelsea menjadi penuh oleh pemain kedua tim, namun tanpa ada pemain City yang sanggup menyelesaikan peluang dari lini kedua.
Peran inilah kemudian yang diemban oleh Lampard sebagai gelandang yang muncul dari lini kedua. Pemain yang 11 tahun berkarir bersama Chelsea tersebut seakan hafal pergerakan lini belakang eks timnya itu. Saat mencetak gol penyama kedudukan, ia berada tepat di antara bek dan gelandang Chelsea dan membuat Terry kesulitan mengawalnya.

Setelah gol tersebutLampard sebenarnya mendapat peluang untuk membalikan kedudukan meski tendangannya gagal menjadi gol. Tetapi, pergerakannya tetap menarik untuk disimak karena pada peluang kedua ini ia justru mundur karena penuhnya kotak penalti Chelsea.
City memang punya kendala karena Fernando mengalami cedera. Fernandinho juga gagal menggantikan perannya tersebut. Tetapi harusnya hal tersebut tak menjadi soal karena duet Fernandinho-Toure ini sudah ada sejak musim lalu saat City meraih juara liga.
Pujian patut disematkan ke Yaya Toure. Bertugas menjemput bola dan mengalirkannya ke kedua sayap, ia tampil baik sepanjang permainan. Bahkan ketika bertahan, ia juga mampu memotong umpan dan mengerem pergerakan Costa atau Willian. Mungkin hanya satu kelemahannya dalam pertandingan kali ini, yakni gagal menciptakan peluang untuk dirinya sendiri.
Kesimpulan
Chelsea bermain baik dalam pertandingan kali ini. Taktik Mourinho untuk memilih menunggu bola dan melakukan serangan balik terlihat sukses ketika Zabaleta menerima kartu merah, dan timnya mampu mencuri gol. Namun, mantan anak asuhnya sendiri justru kemudian membenamkan raihan poin penuh yang sudah di depan mata.
Lampard juga mampu menunjukan kualitasnya sebagai gelandang yang produktif. Namun PR (pekerjaan rumah) bagi Pellegrini adalah untuk tak lagi hanya mengandalkan dua strikernya. Perlu ada opsi lain mencetak gol, seperti yang ditunjukkannya pada musim lalu.
(mfi/a2s)