Kualitas Pemain Akhirnya Jadi Pembeda

Liga Inggris: Southampton 0-3 Man City

Kualitas Pemain Akhirnya Jadi Pembeda

- Sepakbola
Senin, 01 Des 2014 15:42 WIB
Kualitas Pemain Akhirnya Jadi Pembeda
REUTERS/Toby Melville
Jakarta -

Secara mengejutkan Southampton masih sanggup bertengger di empat besar klasemen sementara Liga Inggris, bahkan di posisi kedua. Desember sejatinya jadi bulan ujian bagi mereka karena akan bertemu dengan tim-tim kuat Liga Inggris.

Tantangan pertama datang dari juara bertahan Manchester City dan The Saints ternyata gagal melaluinya. Bermain di hadapan pendukungnya sendiri, St Mary's Stadium, mereka justru dipermalukan tamunya tiga gol tanpa balas (0-3).

Padahal sebelumnya Southampton punya rekor baik di kandang, tak tersentuh kekalahan dan baru kebobolan satu gol. Secara umum pasukan Ronald Koeman juga mencatatkan statistik pertahanan nomor terbaik Liga Inggris.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tapi catatan luar biasa ini tak berlaku semalam. Kendati bisa tampil sangat baik di babak I, Soton kedodoran di babak II, walaupun City bahkan bermain dengan 10 orang.



Dominasi Gelandang Southampton

Sebelum pertandingan Koeman sempat berbicara mengenai taktiknya melawan City. Menurutnya timnya akan mendominasi lini tengah karena unggul jumlah pemain pada sektor vital tersebut. Dan itu terbukti di lapangan.

Formasi 4-3-3 yang diterapkan Koeman, dalam praktiknya di lapangan, ternyata memang berhasil membuat YayaToure dan Fernandinho lebih banyak aktif di area mereka sendiri. Keduanya berhasil ditekan mundur oleh trio gelandang Soton yaitu Morgan Schneiderlin, Victor Wanyama, dan Steven Davis.

Keuntungan bagi tuan rumah bertambah karena lawan mereka tak bisa memainkan David Silva. Samir Nasri yang menggantikannya terbukti masih kesuitan mengemban amanah sebagai playmaker.

Jika menilik perannya dalam laga kali ini, Nasri memang seakan dipaksa mengikuti gaya main Silva, yakni menjadi pemain sayap sekaligus pengatur serangan yang bergerak ke tengah. Hanya saja, kreativitas Nasri tak sanggup mengimbangi Silva dalam hal kemampuan membongkar pertahanan lawan melalui gerakan cut inside yang sering memancing lawan keluar dari posisinya.

Formasi yang diterapkan oleh Koeman cenderung statis dengan masing-masing pemain fokus pada posnya. Hal tersebut membuat duel lini tengah banyak dimenangi Soton, seperti yang sudah dijanjikan Koeman sebelum pertandingan. Mereka unggul 3 vs 2 pemain di lini tengah.

Serangan balik City yang dilakukan juga kerap kali kandas karena hanya fokus melalui Toure semata. Pemain asal Pantai Gading itu minimal harus melalui dua pemain Southampton jika ingin masuk ke area lawan. Opsi mengumpan juga minim sehingga lebih banyak berkutat di tengah atau daerah sendiri.


[Grafik Umpan Yaya Toure Babak Pertama. Sumber: Squawka]

City bukannya tak membalas. Keunggulan kualitas pemain membuat mereka mampu keluar dari tekanan dengan melakukan improvisasi. Dua sayap ditukar posisi atau bergerak ke tengah untuk menciptakan ruang operan dan memperpendek jarak antar pemain. Sedangkan Aguero di lini depan tak ragu untuk menjemput bola atau bergerak melebar secara dinamis.

Tetapi cara tersebut membawa risiko tersendiri, Southampton berulang kali mendapat peluang karena minimnya pertahanan di area sayap City. Apalagi Pellegrini punya PR terkait lini pertahanan yang kerap kerepotan menghadapi pemain-pemain cepat. Kesukaan Pellegrini pada garis pertahanan tinggi, namun tidak diimbangi kecepatan dan akselerasi dari para beknya, kerap membuat mereka kesulitan sendiri.

Memperbaiki Serangan Melalui Possession

Turun minum menjadi titik balik bagi City, pada momen ini pula Pellegrini kemudian mengubah gaya bermainnya.

Umpan-umpan pendek mulai dimaksimalkan dengan mengubah formasi dari 4-4-2 dengan dua poros sejajar menjadi formasi berlian. Meski sebenarnya Toure yang didorong ke depan tak sepenuhnya berada atau statis di belakang striker, karena Yaya masih sering terlihat membantu pertahanan. Kondisi ini ternyata menciptakan ruang yang cukup untuk memindahkan bola anta pemain. Praktis, pada awal babak kedua ini, City mulai dapat keluar dari tekanan Southampton.

Kedua pemain sayap The Citizens juga sudah mulai bebas berada di area final third. Situasi yang membuat tiga gelandang Soton kerap harus turun terlalu dalam karena antisipasi umpan silang dari City. Hal ini juga yang terjadi pada gol pembuka Yaya Toure. Serangan cepat dari Aguero membuat gelandang Southampton bergerak terlalu turun ke kotak penalti. Ruang kosong yang ditinggalkan gelandang itulah yang dimanfaatkan Toure untuk melepaskan tembakan keras dari luar kotak.

Pasca gol tersebut dengan segera Pellegrini memperkuat lini tengahnya terutama untuk melindungi area sayap. Sang penyerang Jovetic ditarik keluar dan digantikan oleh James Millner. Nasri dibiarkan untuk lebih fokus di tengah. Otomatis juga membebaskan tugas Toure dalam menyerang dan dapat berkonsentrasi penuh dalam bertahan.

Lini tengah City semakin tak terbendung dalam menopang serangan ketika Lampard akhirnya dimasukan 10 menit kemudian untuk mengganti Nasri.

Mengandalkan Kecepatan Melalui Bola Lambung

Pada kondisi tertinggal tersebut Koeman tak punya banyak pilihan, ia harus membalas. Dalam kondisi lain tim tamu mulai nyaman bermain karena sudah unggul terlebih dahulu, apalagi kini mereka punya jumlah gelandang yang sama karena pergantian di atas.

Sulit bagi Southampton untuk melakukan serangan karena hanya bertumpu pada Victor Wanyama dalam menopang penyerangan. Duet gelandang Toure dan Fernandinho dengan mudah mengawal pemain asal Kenya tersebut. Cara lain kemudian dipakai oleh Koeman dengan memainkan bola-bola lambung sembari memanfaatkan kedua penyerang sayapnya. Untuk memaksimalkan taktiknya ia juga melakukan penyegaran lewat pergantian Sadio Mane dengan Shane Long.
Β 

[Grafik Umpan Panjang Southampton. Sumber: Four Four Two - Statszone]

Skema ini sebenarnya sempat membuahkan hasil ketika bek City Eliaquim Mangala diusir wasit karena menerima kartu kuning kedua. Unggul jumlah pemain membuat Koeman sepertinya kalap. Ia memainkan taktik power play. Hampir semua pemain diinstruksikan untuk naik ke area lawan dan hanya meninggalkan dua pemain bertahan: Fonte dan Yoshida di belakang.

Ia seolah lupa bahwa dua beknya harus melawan barisan penyerang City yang dipimpin oleh Aguero --pemain yang dijuluki Koeman sebagai Romario pada wawancara sebelum pertandingan. Benar saja, timnya malah kebobolan dua gol setelahnya melalui serangan balik. Para pemain Southampton juga terlihat loyo karena memaksa hingga tujuh pemainnya berada dekat dengan area sepertiga akhir, serta masih harus turun jika menerima serangan.

Gol kedua oleh Lampard, misalnya. Pada situasi ini ada 4 pemain City melawan 4 pemain bertahan Soton. Padahal tim tamu bermain hanya dengan 10 orang saja pasca keluarnya Mangalla. Sedangkan pada gol pamungkas terjadi setelah Southampton gagal melakukan tendangan pojok. Pada kejadian ini situasi lebih ekstrim karena 4 pemain City hanya menghadapi 2 pemain tuan rumah.

Kualitas Pemain Menjadi Pembeda

Rahasia Koeman membawa timnya menjadi tim papan atas Liga Inggris adalah kedisiplinan taktik yang diterapkannya. Para pemain begitu patuh terhadap skema yang dibangun, terutama soal pertahanan berlapis mulai dari lini depan, gelandang, hingga pemain bertahan.

Cuci gudang yang dilakukan pihak klub pada musim ini tak dibarengi dengan pembelian pemain bintang. Mereka tetap mengandalkan pemain kelas dua yang dikombinasikan dengan para anak muda dari akademi. Manchester City menjadi tamparan yang pertama mereka sebelum bersua Arsenal pada laga berikutnya dan dilanjutkan dengan Manchester United setelahnya.

Ketiadaan amunisi ini juga terlihat pada kebijakan Koeman soal pemilihan pemain. Ia tak banyak melakukan rotasi karena skuat yang timpang. Kondisi ini diamini oleh manajer asal Belanda tersebut: "Penampilan tadi tak cukup bagus dan kami harus menyadarinya. Perbedaannya adalah kualitas," katanya seusai laga.

Sedangkan bagi City, kemenangan ini menjadi poin penting bagi sang juara bertahan. Tiga poin yang berhasil dibawa pulang membuat posisi mereka naik dan menggeser sang lawan di posisi kedua. Juga menipiskan jarak dengan Chelsea dengan tinggal 6 poin setelah tim asal London tersebut hanya mampu imbang melawan Sunderland.

Namun Pellegrini masih punya PR yang harus diselesaikan terkait lini belakang. Kuartet bek ini masih terlalu rapuh jika tidak dilindungi dengan baik oleh minimal dua gelandang bertahan. Sedangkan Toure tak selamanya bisa menjalankan tugas tersebut karena ia juga diandalkan oleh sang pelatih untuk mencetak gol jika sedang dalam kondisi buntu.


====

* Dianalisis oleh @panditfootball. Profil lihat di sini

(a2s/rin)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads