Kemarin malam, Olympique de Marseille (yang, sama seperti PSG, juga berpeluang untuk menggantikan posisi Olympique Lyonnais sebagai pimpinan klasemen) gagal naik ke posisi pertama karena hanya mampu membawa pulang satu angka dari kunjungan ke kandang Stade Rennais Football Club β Marseille membutuhkan tiga angka untuk naik ke puncak; sama seperti PSG.
Dan dinihari tadi (waktu Indonesia bagian barat), PSG bertandang ke Stade de Gerland, kandang Lyon, untuk menjemput kemenangan dari tangan Lyon yang sedang berada di titik lemah. Tanpa Alexandre Lacazette (penyerang tersubur Lyon, penyumbang lebih dari 55% gol Lyon musim ini) dan pemain belakang Milan Bisevac, Lyon jelas tidak sekuat biasanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Malah, PSG sebenarnya bisa saja pulang tanpa membawa apa-apa. Adalah sebuah drama di dalam kotak penalti Lyon yang pada akhirnya membawa nama Zlatan Ibrahimovic naik ke permukaan sebagai penyelamat PSG di menit ke-69.
Tuan rumah yang bermain sabar berhasil mencuri gol pertama pada menit ke-31 lewat Clinton Njie, pemain yang dipercaya mengisi pos yang ditinggalkan Lacazette. Namun keberhasilan Ibra mengeksekusi penalti kedua (penalti yang diulang, karena tendangan pertama Ibra yang digagalkan oleh penjaga gawang Lyon, Anthony Lopes, dinyatakan tidak sah karena ada pemain Lyon yang masuk ke kotak penalti sebelum Ibra melakukan eksekusi) membuat Lyon harus rela berbagi angka.
Penguasaan Bola Milik PSG, namun Lyon Menangi Adu Hebat Lini Tengah
Hubert Fournier, manajer Olympique Lyonnais, sedikit merombak kesebelasannya. Posisi Milan Bisevac diisi oleh Lindsay Rose. Selain itu, dua pemain yang tampil sejak menit pertama di pertandingan terakhir Lyon (kala berhadapan dengan Association Sportive de Monaco Football Club pekan lalu), Mouhamadou Dabo dan Yassine Benzia, kehilangan tempat untuk sementara. Posisi Dabo sisi kiri pertahanan Lyon diisi Henri Bedimo, sementara Clinton Njie dipercaya menemani Nabil Fekir di lini depan.

Walau mengubah komposisi, Fournier tidak menerapkan formasi yang berbeda. Formasi 4-4-2 berlian tetap menjadi pilihan untuk menghadapi trio gelandang Paris Saint-Germain yang terkenal mampu menguasai permainan di pertandingan manapun, kapanpun, di Ligue 1 musim ini; Thiago Motta, Marco Verratti, dan Blaise Matuidi.
Jika kecenderungan arah umpan dan daerah permainan bola PSG boleh dijadikan satu-satunya acuan, maka Lyon telah memenangi duel lini tengah. Tekanan dari para penyerang Lyon dan para gelandang tuan rumah yang terkonsentrasi di daerah tengah membuat PSG banyak mengarahkan bola ke area dekat garis tepi. Bahkan Matuidi, satu dari tiga gelandang PSG, dipaksa banyak beroperasi di sisi kiri.
Selain sering diarahkan ke pinggir lapangan, daerah yang lebih terbuka, bola yang berada dalam penguasaan PSG juga nampak sering dimainkan oleh duet bek tengah mereka, David Luiz dan Thiago Silva. Jumlah umpan Luiz dan Silva bahkan lebih banyak ketimbang Matuidi. Sementara Luiz dan Silva masing-masing melepaskan 57 dan 81 umpan, Matuidi hanya mencobanya sebanyak 44 kali saja.
PSG toh tetap banyak menguasai bola karena dua gelandang Italia mereka, Motta dan Verratti, tidak terbatasi seperti Matuidi. Motta, penghubung antara lini belakang dan para pemain yang lebih dekat ke gawang lawan (para gelandang serang dan penyerang), melepas 124 umpan dengan tingkat akurasi mencapai 94,35%. Sementara itu Verratti, yang tanpa lelah menjelajah, berhasil melepaskan 108 umpan tepat sasaran dari 123 percobaan yang ia miliki.
Ketika Tidak Menguasai Bola, Lyon dan PSG Sama Saja
Baik Lyon maupun PSG sama-sama membutuhkan kemenangan; tentu saja untuk dua alasan berbeda. Karenanya, kedua kesebelasan sama-sama menolak memberi kebebasan kepada lawan. Baik Lyon maupun PSG sama-sama bermain tinggi menekan.
Penempatan para penyerang sebagai barisan pertahanan pertama membuat PSG mendapatkan peluang gratis di menit ke-11. Bek kanan Lyon, Christophe Jallet (yang pernah bermain untuk PSG selama lima musim sejak tahun 2009 β sekadar informasi), salah melepas umpan sehingga bola yang ia lepaskan sebagai umpan untuk rekan satu kesebelasannya malah jatuh dalam penguasaan Ibra.
Ibra kemudian langsung menggiring bola ke jantung pertahanan Lyon, dan langsung dihadapi oleh kedua bek tengah Lyon sekaligus; Lindsay Rose dan Samuel Umtiti. Keputusan Rose dan Umtiti untuk bersama-sama menghadapi Ibra membuat Edinson Cavani tidak terkawal.
Hasilnya, ketika Ibra berhasil melepaskan umpan kepada Cavani melewati dua lawannya, Cavani berada dalam posisi bebas. Cavani berhasil menguasai bola, namun gol tidak tercipta karena penjaga gawang Lyon, Anthony Lopes, berhasil memenangi duel satu lawan satu melawan Cavani.

Sementara itu permainan menekan a la Lyon, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, memaksa para pemain PSG mencari alternatif lain untuk menempatkan bola di gawang Lyon; memaksa Blaise Matuidi bermain di sisi kiri yang sewajarnya adalah daerah operasi Maxwell dan Cavani.
Bola Panjang dan Sapuan Bukan Pilihan
Walaupun Lyon berhasil memaksa PSG untuk mencari rute baru, Lyon tak berhasil memaksa PSG untuk mengubah kebiasaan memainkan bola-bola pendek. Bahkan kalaupun bola berada di daerah permainan PSG dan Lyon sedang menekan, sapuan bukanlah pilihan.

Penguasaan permainan lewat pertukaran umpan pendek adalah gaya bermain yang tidak ditinggalkan PSG. Grafis di atas menunjukkan bahwa PSG tidak banyak melepaskan umpan panjang dari area pertahanan mereka sendiri. Grafis yang sama juga menunjukkan bahwa kebanyakan umpan panjang yang dilepaskan PSG adalah umpan panjang yang diarahkan ke pinggir lapangan dan/atau umpan panjang yang membelah lapangan, mengingat para pemain Lyon berhasil menguasai area tengah lapangan dan membuat PSG berpikir dua kali untuk menyerang lewat area tersebut.
Kalaupun PSG berhasil menyelinap di antara midfield berlian Lyon, seperti yang berkali-kali berhasil dilakukan Ibra, bola pada akhirnya akan kembali diarahkan ke sayap. Seringkali Ibra turun menjemput bola bukan untuk menguasainya.
Dengan tubuh besar dan kemampuan melindungi bola yang baik, Ibra bertindak sebagai tembok agar pertukaran umpan pendek dapat berlangsung tanpa gangguan. Entah dikembalikan kepada pemberi umpan atau diteruskan ke arah yang berbeda, keputusan sepenuhnya milik Ibra. Selama para pemain Lyon tidak berhasil memotong atau merebut bola, semuanya baik-baik saja.
Sama seperti PSG, Lyon pun tidak memandang sapuan atau umpan panjang dari kedalaman sebagai pilihan. Hanya saja, Lyon tidak sama keras kepalanya dengan PSG.
Jika kondisi yang tersedia membuat umpan panjang menjadi jalan tercepat untuk menebar ancaman kepada lawan, Lyon mengambil langkah tersebut. Biasanya ini terjadi ketika PSG terbawa suasana saat menyerang, dan menempatkan banyak pemain di area pertahanan Lyon dan sekitarnya. Hal ini cukup sering terlihat setelah Lyon mencetak gol; ketika Lyon bermain lebih dalam dan PSG lebih aktif menyerang untuk mencari gol penyeimbang.
Kesimpulan
Walaupun tidak banyak menguasai bola, Lyon bukannya tidak menguasai permainan. Membuat PSG menyerang lewat sayap adalah salah satu indikasi bahwa Hubert Fournier berhasil memenangi adu taktik melawan Laurent Blanc. Walau demikian, PSG tak bisa begitu saja disebut kalah cerdik.
Sementara Lyon memenangi pertandingan dengan taktik, PSG lebih cerdik mencari celah, mencari keuntungan lewat pemanfaatan aspek-aspek non-taktikal. Marco Verratti dengan senang hati jatuh di dalam kotak penalti, dalam sebuah kemelut, ketika Lindsay Rose menjulurkan kaki sembari menjatuhkan diri untuk merebut bola. Lagipula, unggul cerdik Γ la PSG tak berarti mencari hadiah penalti saja. Menyerang lewat sayap ketika jalan tengah tidak mungkin dilalui adalah salah satu bentuk kecerdikan PSG.
Tidak ada kartu kuning untuk Rose, namun Nabil Fekir yang melayangkan protes keras terhadap keputusan ClΓ©ment Turpin harus rela menerima kartu kuning. Keputusan wasit adalah final. Perdebatan mengenai sah atau tidaknya penalti PSG biarlah menjadi urusan di luar lapangan. Jika wasit melihatnya sebagai pelanggaran, maka itu adalah pelanggaran.
Menang dengan cara mereka masing-masing, Lyon dan PSG berbagi angka. Tidak ada yang dirugikan, tidak ada yang diuntungkan. Tidak ada pula yang mengalami kenaikan dan penurunan posisi.
====
*dianalisis oleh @panditfootball. Profil lihat di sini.
(roz/krs)











































