Walau kesulitan menembus ketatnya lini pertahanan Sunderland, Manchester United masih dapat mencuri dua gol. Satu gol tercipta lewat tendangan penalti, yang kedua terjadi setelah Wes Brown diusir wasit.
Jalannya pertandingan yang berakhir 2-0 untuk kemenangan MU bisa dibilang membosankan. Lini pertahanan Sunderland mampu mencegah MU untuk berbuat banyak di area kotak penalti. Dalam pertandingan yang digelar di Stadion Old Trafford, Sabtu (28/2) malam WIB, Sunderland lebih banyak bertahan terutama pada babak kedua.
Pressing yang diterapkan The Black Cats seperti pada babak pertama, tidak terjadi pada babak kedua. Konsentrasi mereka terpecah, karena selain sudah kebobolan, mereka juga harus bermain dengan 10 pemain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagi MU, ada dua hadiah yang bisa diambil dari pertandingan ini: tiga poin, dan calon nama-nama gelandang yang akan menghuni skuat MU pada musim depan. Benar, karena masalah utama MU adalah nihilnya gelandang yang mampu mengarsiteki sebuah serangan menjadi peluang.

Pokoknya Bertahan
Tidak ada yang bisa dilakukan Poyet kecuali mengarahkan anak asuhnya untuk terus bertahan. Dari komposisi pemain, ia tak memiliki pemain yang cukup hebat untuk mengobrak-abrik pertahanan MU. Poyet mencoba berpikir realistis dengan melakukan serangan balik, dan memberi pressing ketat saat pemain MU menguasai bola di area pertahanannya sendiri.
Saat bertahan Poyet tak mau setengah-setengah. Ia menyiapkan dua lapis pertahanan sekaligus. Sebastian Larsson, Cattermole, dan Jordi Gomez menahan serangan dari tengah. Pemain sayap mereka, Adam Johnson dan Connor Wickham, disiagakan di kedua sisi.
Poyet tahu kekuatan MU ada di kedua sayapnya. Terlebih Angel di Maria juga diturunkan untuk mengobrak-abrik sisi kiri pertahanan mereka. Dengan formasi yang diturunkan manajer MU, Louis van Gaal, βSetan Merahβ mulanya akan menyerang dari tengah. Jika tidak ada celah, bola akan dialirkan ke kedua sisi.
Pada babak pertama, cara ini cukup efektif. Patrick van Aanholt dan Anthony Reveillere berada di dalam kotak penalti bersama dua βbek senior MUβ yang kini membela Sunderland, John Oβshea dan Wes Brown. Keempatnya bertugas untuk menahan umpan-umpan lambung yang dikirimkan ke area kotak penalti.

[kiri: umpan silang Di Maria; Kanan: kegagalan Di Maria melewati pemain lawan]
Kedua sisi menjadi tugas Wickham dan Johnson. Hal ini terbukti efektif. Di Maria jarang menyisir sayap. Gelandang Argentina tersebut malah lebih sering mengirimkan umpan lambung ke area kotak penalti yang dengan mudah diantisipasi pertahanan Sunderland.
Strategi Poyet pun terbilang berhasil dengan buruknya permainan MU. Pada pertengahan babak pertama, permainan MU seperti tanpa pola. Terkadang melakukan umpan pendek, tidak jarang pula terlalu banyak memegang bola.
Meskipun sulit, tapi Poyet tidak mau merelakan pertandingan berakhir seri. Minimal, Sunderland menyulitkan bek-bek βjuniorβ MU dengan menempatkan Jermain Defoe, yang sepanjang 66 menit hanya memberikan delapan umpan, di lini serang.
Cara ini juga terbukti efektif karena pada babak pertama Sunderland mampu menghasilkan lima tendangan dan tiga di antaranya mengarah ke gawang. Coba bandingkan dengan MU yang melepaskan 11 tembakan, tapi hanya dua yang tepat mengarah ke gawang.
Menunggu MU Frustasi

[Umpan sepertiga lapangan akhir Sunderland]
Poyet tahu perilaku pemain MU ketika mereka kesulitan menembus pertahanan lawan. Bola akan dikirimkan ke sayap, untuk kemudian disilangkan. Namun, hal ini akan berubah jika pemain lawan menekan pemain sayap tersebut. Bola akan dikirimkan ke pemain bertahan.
Saat menyerang, lini pertahanan MU yang digalang Antoni Valencia, Chris Smalling, Jonny Evans, dan Marcos Rojo, menerapkan garis pertahanan tinggi. Bahkan, saat menyerang, hanya tersisa Smalling, Evans dan Rojo di area pertahanan karena Valencia ikut membantu serangan.

[20 Umpan yang diterima De Gea]
Ini dimanfaatkan Sunderland untuk βmendorongβ agar bola semakin mendekati kotak penalti MU. Di sini, tiga pemain Sunderland melakukan pressing dengan harapan pemain MU membuat kesalahan.
Sejumlah rasa grogi tersebut diterjemahkan dengan mengirimkan umpan ke David De Gea. Total, dalam pertandingan semalam, De Gea menerima 20 umpan dari lawan-lawannya.
Pertahanan MU juga tidak bisa dibilang baik. Ketika menerima serangan balik, jarak antar pemain begitu renggang, yang memungkinkan adanya pemain Sunderland yang tidak terkawal. Beruntung, karena semua peluang Sunderland hanya terjadi pada babak pertama. Di babak kedua, tidak sekalipun Sunderland mengancam gawang De Gea.
MU Minim Kreativitas

[Umpan sepertiga akhir MU]
Tidak ada yang menjanjikan dari komposisi lini tengah MU dalam pertandingan semalam. Ander Herrera dan Daley Blind ditempatkan sebagai poros ganda, menopang Wayner Rooney yang bermain di belakang Radamel Falcao. Di kedua sisi, Ashley Young dan Di Maria menjadi tumpuan serangan.
Blind kuat dalam bertahan dan menyisir sayap. Herrera bukan pemain yang amat diandalkan sebagai pengatur serangan. Pun dengan Young yang nyatanya bermain jauh lebih baik saat menjadi wingback. Van Gaal hanya bertumpu pada Di Maria untuk urusan mengatur serangan. Sialnya, pemain termahal Liga Inggris tersebut tidak bermain sesuai dengan yang diharapkan.
Ketiadaan kreativitas ini yang membuat MU lebih banyak mengalirkan bola di depan kotak penalti. Cara seperti ini tidak bisa dibilang hebat, karena tidak ada artinya. Ya, mengalirkan bola dari satu sisi ke sisi lainnya bisa dibilang sebagai ketidakmampuan pemain MU untuk membongkar pertahanan Sunderland.
Sunderland Hilang Konsentrasi
Saat menyerang MU banyak menyiakan peluang. Dari 30 tendangan, 10 yang mencapai sasaran, sedangkan sembilan lainnya mampu ditahan oleh pemain Sunderland.
Skema serangan MU pun mudah dibaca. Walau Januzaj berulang kali melewati Wickham dan Aanholt, toh hanya satu yang berarti besar bagi MU. Setelah berhasil melewati bek Sunderland, Januzaj berada hingga ujung garis lapangan. Ia pun mengirim umpan tarik ke tengah, ke arah pemain MU yang terlihat bebas.

[Merah: sapuan MU; Biru: sapuan Sunderland]
Sayangnya, bola malah digulirkan kembali ke tengah dan menjauhi area kotak penalti, dan dialirkan ke arah Young di sisi yang lain. Hal ini seperti terus berulang sepanjang pertandingan. MU tidak bisa melancarkan serangan cepat dan membiarkan Sunderland menata ulang pertahanan mereka.
Dari grafik di atas, terlihat jumlah sapuan (clearence) Sunderland yang mayoritas dilakukan karena umpan silang atau umpan lambung langsung ke kotak penalti.
Sunderland nyatanya tidak sesempurna itu. Falcao yang sudah bebas menerima bola, ditarik oleh OβShea yang kalah langkah. Falcao terjatuh, wasit meniup peluit, dan memberikan kartu merah; bukan untuk O'Shea tapi oleh Brown yang tidak melakukan apa-apa.
Rooney menyelesaikan penalti menjadi gol bagi keunggulan MU. Di sini terlihat adanya penurunan konsentrasi Sunderland. Mereka seperti membiarkan MU berkeliaran di depan kotak penalti tanpa tekanan.
Ini yang terjadi pada gol kedua MU. Bola tendangan Januzaj berhasil ditepis oleh Costel Pantilimon. Namun, Rooney menanduk bola liar dan menambah keunggulan MU.
Gol kedua tersebut semestinya dapat dihindari jika bek Sunderland menjaga ketat pergerakan Rooney. Namun, kehilangan Brown sebagai bek tengah memang berpengaruh banyak. Pemain lain tidak memiliki kepekaan dan tanggung jawab yang sama untuk menjaga area yang ditinggalkan Brown.
Kesimpulan
MU tidak perlu malu untuk memboyong Cesc Fabregas dan Nemanja Matic pada musim depan. Lini tengah MU sudah terbilang kronis karena tidak ada kerja sama tim yang benar-benar jelas. Jika alasannya adalah mereka merupakan pemain yang baru bergabung bersama tim, Fabregas juga baru bergabung, tapi sudah menciptakan 15 assist pada musim ini, atau yang terbanyak di Premier League.
Bahaya jika MU terus-terusan bermain seperti ini. Walaupun hasil akhirnya berupa kemenangan untuk MU, tapi sungguh riskan bagi mereka terutama jika menghadapi lawan seperti Chelsea, Manchester City, ataupun Arsenal.
Tidak sedikit penonton yang meninggalkan Stadion Old Trafford saat MU usai mencetak gol kedua. Bagi mereka sisa pertandingan tidak penting, karena Sunderland tidak akan mungkin membalas, dan MU masih akan bermain monoton serta membosankan.
Apa yang dialami Sunderland sama dengan apa yang menimpa Aston Villa. Mereka punya striker, tapi tidak bisa mencetak gol. Secara statistik Sunderland memang payah. The Black Cats baru mencetak 22 gol atau paling sedikit kedua setelah Aston Villa. Sunderland pun cuma menang empat kali, dan poin terbanyak disumbangkan dari 13 kali hasil imbang, atau yang terbanyak di Premier League.
Pertandingan semalam seperti pertunjukkan dua pesakitan. Sama-sama sulit mencetak gol, dan kering kreativitas.
====
* Dianalisis oleh @panditfootball. Profil lihat di sini.
(a2s/krs)











































