Sir Stanley Matthews: The Winger, The Wizard of The Dribble

Sir Stanley Matthews: The Winger, The Wizard of The Dribble

- Sepakbola
Selasa, 26 Mar 2013 10:46 WIB
Keystone/Getty Images
Jakarta - Stanley Matthews. Salah satu winger terhebat dalam sejarah sepakbola Inggris bahkan dunia. Dialah peraih pertama penghargaan pemain terbaik Eropa (1965), meninggalkan nama Alfredo Di Stefano di urutan kedua dan Raymond Kopa di urutan ketiga.

Hingga ini ia memegang rekor pemain yang paling lama memperkuat timnas Inggris, selama 23 tahun. Matthew masih bermain untuk negaranya sampai umur 42 tahun 104 hari. Ketika menjebol gawang Irlandia Utara pada Oktober 1956, ia menjadi pemain tertua yang pernah mencetak gol untuk Inggris, dalam usia 41 tahun 248 hari. Entah siapa yang bisa melewati rekor yang terakhir itu.

Stanley lahir di Hanley, 1 Februari 1915. Bapaknya, Jack Matthews, seorang tukang cukur sekaligus petinju profesional. Ia sangat berharap Stanley juga meniti karier sebagai petinju, tapi si anak tak pernah menuruti kemauan sang bapak. Dalam otobiografinya Stanley mengatakan: "Hanya ada satu hal yang saya pikirkan di kepala saya, yaitu menjadi seorang pesepakbola profesional."

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kelak ia tak sekadar menjadi apa yang dia cita-citakan, yaitu menjadi pesepakbola, tapi juga menjadi superstar dengan berderet gelar. Yang paling istimewa barangkali adalah ia menjadi pesepakbola pertama yang mendapatkan gelar kebangsawanan Sir dari Kerajaan Inggris.

Gelar itu disematkan pada Stanley bukan semata-mata karena kehebatannya di lapangan, tapi juga di luar arena. Ia dinilai sangat menggambarkan wajah sepakbola Inggris yang dicitrakan FA -- bahkan sampai saat ini: sepakbola jujur yang mengandalkan fisik dan kecepatan. Matthews sosok pesepakbola dengan fisik prima. Performanya tidak mengalami penurunan yang berarti hingga usia 42 tahun, selalu tampil konsisten, tidak merokok dan minum alkohol seperti kebanyakan pesepakbola di masa itu.

Sebagai sosok gentleman yang dicitrakan dengan gelar Sir yang melekat padanya, Stanley juga sempurna memerankannya. Selama hampir 700 pertandingan yang dilakoninya, tidak sekali pun dia menerima kartu merah.

Tapi apa sebenarnya warisan Sir Stanley Matthews dari lapangan hijau?

***

Sepakbola Inggris pernah sangat lekat dengan pakem 2-3-5. Formasi ini disebut sebagai pola pertama yang melahirkan keseimbangan antara lini pertahanan dan serangan. Tapi strategi ini tidak dimainkan dengan fleksibel. Setiap pemain baku pada posisi dan peran mereka di lapangan. Menumpuk 5 pemain menyerang di depan, tiga gelandang sejajar di tengah dan dua fullback di belakang sebagai pengawal lini pertahanan sebelum lawan berhadapan langsung dengan kiper. Serangan ditumpukan pada kedua sisi luar formasi ini yang disebut dengan outside right/left (kanan/kiri luar) atau lebih popular dengat sebutan winger.



Stan lahir sebagai winger hebat pada periode formasi 2-3-5 yang saat itu nyaris seperti sebuah kultus di sepakbola Inggris. Dalam kultus 2-3-5 saat itu, ia ditempatkan di sisi kanan lapangan, menempati posisi sebagai kanan luar (outside right). Peran sebagai penyerbu dari sisi kanan itu dilakoninya dengan baik di level klub maupun timnas.

Saat membawa Blackpool sampai ke final Piala FA 1953, Joe Smith yang menjadi manajer Blackpool saat itu, juga menggunakan formasi 2-3-5. Dalam formasi itu ia menugaskan Stanley di posisi kanan luar untuk memanjakan Stan Mortensen yang berada di ujung tombak serangan timnya. Ketika mendapat bola Stanley akan mengajak lawannya beradu sprint atau sedikit menekuk bola dan mengirim crossing ke area dalam kotak penalti lawan. Itulah yang dilakukannya terus menerus selama pertandingan.

Di menit kedua, tendangan keras Lofthouse dari luar kotak penalti tidak mampu diantisipasi penjaga gawang Blackpool, George Farm. Di pertengahan laga, Bolton tampak sudah mengunci kemenangan dengan skor 3-1. Tapi di sisa 30 menit pertandingan, Stan beraksi. Setiap pemain Blackpool yang menguasai bola selalu mengarahkannya pada dia, yang berada di sisi kiri pertahanan Bolton. Blackpool membongkar pertahanan Bolton melalui lebar lapangan yang dikuasai Stan.

Di menit 68 Mortensen sukses menjaringkan bola hasil umpan silang Stan yang gagal diantisipasi kiper Bolton. Sebelum melepaskan umpan ke tiang jauh pada Mortensen, Stan yang di pertandingan ini sudah berumur 38 tahun dengan cerdik melewati hadangan bek kiri lawan, Ralph Banks. Kecepatan si tua Stanley tidak bisa diimbangi Banks yang lima tahun lebih muda dari dia.

Di menit 89 Mortensen kembali mencetak gol, kali itu melalui tendangan bebas yang langsung merobek gawang Bolton. Dan di menit 90+2, Blackpool membalikkan kedudukan menjadi 4-3 lewat gol Bill Perry. Perry dengan tenang melepaskan tendangan dari dalam kotak penalti Bolton setelah sebelumnya menerima umpan silang menyusur tanah yang lagi-lagi dilepaskan oleh (siapa lagi kalau bukan) Stanley Matthews, dari dalam kotak penalti. Lagi-lagi Ralph Banks yang menempel Stanley sepanjang pertandingan tidak bisa menghambat pergerakan Stan di sisi kiri pertahanan Bolton.

Walau tidak mencetak gol di laga tersebut, Matthews didaulat sebagai bintang. Final itu bahkan dijuluki "The Mathews Final". Julukan lain yang melekat pada dirinya adalah "The Wizard of The Dribble" dan "The Magician".




Hal serupa juga terjadi di timnas Inggris. Manajer kala itu, Walter Winterbottom, juga menempatkan Stan di kanan luar untuk menghadapi Hongaria dalam laga persahabatan 22 November 1953 di Wembley. Sekitar 105.000 penonton memadati stadion untuk menyaksikan aksi bintang Hongaria, France Puskas. Sementara Stanley diharapkan dapat mengeksploitasi sisi kiri pertahanan tim tamu.

Hasilnya, Hongaria dengan formasi 4-2-4-mnya terlalu tangguh untuk dikalahkan. Skor berakhir dengan 6-3 untuk kemenangan Puskas dkk. Stanley membuat satu assist sepak pojok yang dikonversi Mortensen untuk gol kedua Inggris.

Sebagai seorang winger, Sir Stanley Matthews sebenarnya tidak sehebat winger lain -- katakanlah, Garrincha. Pemain Brasil itu juga sempat mengalami periode bermain yang sama dengan Stanley, tapi kariernya tak lama karena gaya hidupnya yang ugal-ugalan. Garrincha juga bermain sebagai winger kanan, baik untuk klub Botafogo periode 1953-1965, maupun timnas Brasil di tiga Piala Dunia (1958, 1962, 1966). Walau Garrrincha memiliki kaki kiri lebih panjang 6 cm dan kaki kanan bengkok ke dalam, Garrincha lebih mengandalkan skill, trik, dan imajinasi yang luar biasa. Keunggulan Stanley ada pada ketahanan fisik dan konsistensi permainan yang baik, walau sudah menginjak usia 42 tahun.

Saat membawa Brasil dua kali menjadi juara dunia secara berturut-turut pada 1958 dan 1962, Garrincha juga bermain di posisi yang kurang lebih sama dengan Stanley. Sedikit perbedaan terletak pada formasi dasar yang dimainkan tim masing-masing. Jika Stanley dalam formasi 2-3-5, Garrincha bermain dalam formasi 4-2-4.

Di era sekarang sudah sangat jarang kita temui winger tradisional seperti Stanley, yang mendorong bola ke depan, sprint, sedikit menekuk lawan, dan melepaskan crossing. Di era Stanley, winger hanya difokuskan dalam penyerangan dan tidak mau tahu soal pertahanan. Namun, dalam satu dekade belakangan winger sudah mempunyai peran lain.

Ambil contoh Dirt Kuyt saat membela Liverpool dalam rentang waktu 2006-2012. Kuyt yang sewaktu membela Feyenoord menjadi top skorer Eredivisie tahun 2003, digeser pelatih Rafa Benitez dari posisi aslinya sebagai center forward ke posisi winger. Tapi Kuyt juga diberi porsi untuk harus ikut membantu pertahanan, semacam defensive winger di sisi kanan serangan Liverpool.

Ini adalah evolusi dari peran winger era sebelumnya yang tidak peduli dengan pertahanan. Defensive winger tidak segan mengejar bola yang hilang dari penguasaannya. Mereka diwajibkan membantu memperkuat pertahanan timnnya. Tapi saat fullback lawan kehilangan bola, maka defensive winger pula yang harus segera bisa mengeksploitasinya. Peran ini sangat menuntut stamina yang baik. James Milner (Manchester City) dan bahkan Wayne Rooney (Manchester United) adalah dua nama lain yang memiliki kemampuan untuk ditempatkan dalam peran sebagai defensive winger ini.

Bandingkan juga dengan kecenderungan lain yang lebih mutakhir terkait peran winger ini. Belakangan dikenal istilah inverted winger. Secara sederhana, peran ini seringnya dicirikan oleh pemain ditempatkan di sisi lapangan yang bukan posisi natural kakinya [misal: pemain kidal di tempatkan di kanan] . Ini memungkinkan si pemain untuk berkecenderungan membawa bola ke dalam/ke tengah, dan bukan berlari lurus menyisir garis lapangan. Jika sudah berada di area jarak tembak, pemain dalam peran seperti ini bisa langsung mengeksekusi bola dengan kaki terkuatnya, tanpa harus memindahkan bola ke kaki satunya lebih dulu.

Tendensi ini juga dipicu oleh fenomena makin banyaknya klub yang bermain dengan pola satu striker, baik dalam formasi 4-3-3 maupun 4-2-3-1. Seorang striker di depan dengan sendirinya akan berhadapan dengan [biasanya] dua center back. Keberhasilan striker menarik duet center back ke luar dari posisinya ini seringkali meninggalkan celah di jantung pertahanan. Dalam situasi seperti inilah dua pemain sayap dengan peran sebagai inverted winger akan masuk ke dalam/ke tengah.

Pemain seperti Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi sangat berbahaya jika ditempatkan dalam posisi ini. Ronaldo yang kuat kaki kanannya, sering ditempatkan agak ke kiri. Kebalikan dengan Messi yang kuat kaki kirinya kerap ditempatkan agak ke kanan. Karier keduanya melesat mula-mula dalam perannya yang seperti ini. Belakangan, seiring dengan datangnya kematangan dan kian terasahnya visi bermain, keduanya sering bermain dengan lebih bebas.

Sebelum Ronaldo dan Messi, pemain seperti Robert Pires di Arsenal juga sudah memiliki kecenderungan sebagai inverted winger. Tak heran, di musim 2003-2004 Pires sanggup mencetak 14 gol dalam semusim. Belakangan, seiring makin tajam dan berbahayanya Gareth Bale, Tottenham Hotspur juga mulai menumpukan serangannya di sisi kanan pada Bale yang naturalnya adalah seorang kidal.

Tentu saja tipikal pemain sayap seperti Stanley Matthews tidak benar-benar hilang. Terutama di Inggris, masih cukup banyak pemain yang masih mewariskan cara bermain winger klasik ala Sir Stanley. Sebut saja Antonio Valencia di Manchester United atau beberapa tahun lalu ada Jermaine Pennant. Kehadiran pemain sayap klasik seperti ini masih dimungkinkan mengingat masih cukup banyak tim yang bermain dengan formasi dasar 4-4-2.


==

* Akun twitter penulis: @AfdalMhd dari @panditfootball




(Foto-foto: dok. Getty Images)


(a2s/din)

Hide Ads