Sejarah PSSI (Bagian 4): Kisah Konflik UNI dan Pembubaran Federasi

Sejarah PSSI (Bagian 4): Kisah Konflik UNI dan Pembubaran Federasi

- Sepakbola
Minggu, 14 Apr 2013 13:12 WIB
Jakarta - Konflik antara PSIM dan PSSI sendiri bukan satu-satunya konflik antara klub melawan federasi di masa kolonial. Konflik serupa terjadi di federasi sepakbola untuk orang-orang kulit putih yaitu Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB), satu-satunya federasi di Hindia Belanda yang sudah menjadi anggota FIFA saat itu.

NIVB juga ternyata mengalami pergolakan dan pemberontakan dari klub-klub internal mereka dan berujung dengan pembubaran NIVB dan akhirnya lahirlah Nederlandsch Indische Voetbal Unie (NIVU). Pergantian ini disertai dengan kepengurusan dan program yang baru.

Namun siapa sangka, revolusi di dalam tubuh NIVB tak bisa lepas dari peran serta dari satu perkumpulan sepakbola yang terkenal di Kota Bandung, siapa lagi kalau bukan UNI. Uitspaning Na Ispaning adalah kepanjangan UNI yang berarti "bersenang-senang setelah bekerja keras". Ini idiom yang menegaskan bagaimana sepakbola tidak bisa melupakan aspek kesenangan di dalamnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sepakbola merupakan permainan yang bisa menimbulkan kesenangan, karena itu mudah-mudahan demikianlah seterusnya," ucap sang pendiri UNI, Wim L. Kuik, di majalah Houstrustica edisi Februari 1958.

Tetapi sepakbola bisa menjadi hal serius bagi UNI, jika keinginan pencapaian esensi rasa senang itu diganggu oleh ketidakadilan yang dilakukan para petinggi NIVB.

Kebangkitan yang Diawali Perlawanan Terhadap NIVB

Berkat kepempimpinan bijak Teddy Kessler, setelah 22 tahun berpindah-pindah lapang latihan, tahun 1925 akhirnya UNI mempunyai lapangan latihan sendiri di Jalan Karapitan yang diberi nama "Nieuw Houtrust". Dalam perkembangannya, lapangan UNI semakin berkembang pesat dengan memiliki kualitas lapangan yang baik dan fasilitas serba mewah. Pertandingan nasional maupun internasional melawan tim-tim asal China, Filipina, Inggris, Malaysia, dan Australia bukanlah hal baru di Kota Bandung.

Fasilitas sarana dan pengalaman bertanding yang meningkat itu sejalan dengan prestasi UNI yang terus melejit naik di Hindia Belanda. Namun sayang, suksesnya UNI membuat iri hati pihak-pihak tertentu yang merasa tersaingi. Konflik pun muncul di dalam tubuh Bandoeng Voetbal Bond (BVB) --organisasi kumpulan bond-bond di Kota Bandung, seperti Persib di zaman sekarang. Situasi makin memanas setelah BVB menskorsing UNI tanpa sebab yang jelas, alasannya pun dicari-cari, menuduh UNI melanggar aturan organisasi.

Karena merasa diperlakukan tak adil, UNI pun melawan. Kasus ini dilaporkan kepada NIVB selaku pengurus pusat, sayang UNI pulang dengan tangan hampa. NIVB lepas tangan dan tak mau ikut campur mengatasi konflik antara BVB dan UNI. Merasa didzalimi UNI pun mengambil keputusan berani keluar dari keanggotaan NIVB tahun 1933.

Rajin Provokasi agar Bond-bond Keluar

Di tahun yang sama, UNI bersama dengan klub Jong Ambon dan Jong Minahasa mendirikan organisasi tandingan yaitu Bandoeng Voetbal Uni (BVU). Pamor BVU semakin meningkat dan menyaingi BVB. Pertandingan-pertadingan persahabatan dengan bond-bond dari luar kota dimanfaatkan UNI untuk menghasut bond-bond itu tersebut melawan dan keluar dari keanggotaan NIVB.

Perlawanan ini membuahkan hasil. Tahun 1935 setelah terus diintimidasi akhirnya BVB membubarkan diri. UNI pun mengambil alih kursi kekuasaan kepengurusan sepakbola di Kota Bandung dengan mendirikan Voetbal Bond Bandoeng en Omstreken (VBBO). Tetapi apakah sudah cukup sampai di situ? Ternyata tidak. Melalui VBBO, kali ini yang menjadi target penggulingan UNI adalah para pengurus NIVB.

Guna melawan NIVB ternyata UNI yang sudah mendompleng organisasi baru yaitu VBBO tidaklah sendirian, banyak bond yang sepakat bergabung dengan VBBO. Bond asal Sukabumi mengundurkan diri dari NIVB pada tanggal 31 Maret 1934. Disusul Semarang 9 Desember 1934 dan kemudian bond-bond lainnya. Sampai pertengahan bulan juni tahun 1935, anggota NIVB hanya tinggal Surabaya, Malang, Yogyakarta, Solo, dan Tegal.

Perlawanan terhadap NIVB serempak dilakukan karena banyak bond yang merasa dirugikan oleh NIVB dalam soal pembagian keutungan karcis. Presentase yang didapat NIVB paling besar melebihi keuntungan yang didapat bond-bond yang bertanding.

Federasi Akhirnya Membubarkan Diri

Di bulan Juni 1935, bond-bond pembangkang NIVB mengadakan turnamen tandingan yang digelar di Batavia. Di sela-sela turnamen, tepat tanggal 9 Juni 1935, Bandoeng bersama dengan Batavia, Bogor, Sukabumi, dan sebagian bond asal Surabaya yang mendirikan organisasi pemberontak yaitu Soerabaja Voetbal Bond (SVU) sepakat membuat federasi tandingan yaitu Nederlandsch Indisch Voetbal Uni (NIVU). Pengurus UNI yaitu Teddy Kessler dan Leo Lopuisan didapuk sebagai ketua NIVU yang baru.

Perlawanan UNI terhadap NIVB akhirnya mencapai titik puncak setelah di akhir bulan Juli tahun 1935, NIVB dinyatakan bubar dan kepengurusan sepakbola Hindia Belanda diambil alih oleh NIVU. Anak-anak UNI pun menjadi pengurus jajaran elit sepak bola nasional.

Dalam kenyataanyan pola kepengurusan Teddy Kessler, menuai pujian dari banyak pihak. Pada masa kepengurusan NIVB, bond-bond yang berasal dari luar pulau Jawa selalu mereka tolak. Hal itu berbeda dengan saat NIVU memimpin. Tahun 1936, bond asal Medan, Makassar dan Padang diterima sebagai anggota NIVU.

Bulai Mei tahun 1936, akhirnya FIFA mengakui NIVU sebagai organisasi resmi satu-satunya yang ada di Hindia Belanda. Sikap NIVU yang cenderung lebih terbuka, membuat selang setahun kemudian, tepatnya tahun 1937, NIVU mengakui PSSI sebagai bagian dari organisasi sepakbola tertinggi di Hindia Belanda dalam sebuah perjanjian yang diberi nama "Gentlemen Agreement". Perjanjian ini tak lepas dari kehadiran orang nomer satu NIVU yang juga merupakan mantan pengurus dan pemain UNI di tahun 1920-an yaitu Johannes van Mastenbroek.

Sayang, perjuangan untuk membubarkan dan mereformasi federasi yang dilakukan UNI dirusak oleh sikap "banci" Van Mastenbroek yang melanggar perjanjian dengan PSSI. Saat itu NIVU akan mengikuti putaran final Piala Dunia 1938 di Paris, Prancis. Van Mastenbroek berjanji akan mengajak pemain-pemain PSSI untuk ikut serta, namun ternyata ia tak menepati janjinya. Van Mastenbroek yang juga merangkap sebagai kepala pelatih pun melenggang ke Paris dengan jemawa, sementara para pesepakbola bumiputera tak henti-henti mengutuki dirinya.

====

*Akun Twitter penulis: @aqfiazfan dari @panditfootball

Baca artikel sebelumnya:
Sejarah PSSI (Bagian 1): Dari Depresi Ekonomi hingga Jadi Organisasi
Sejarah PSSI (Bagian 2): Kami Indonesier, Bukan Inlander!
Sejarah PSSI (Bagian 3): PSSI Era Soeratin 'Mengkloning' PSIM


(roz/roz)

Hide Ads