Menilik Musim Ketiga Conte Bersama La Vecchia Signora

Preview Musim 2013/2014

Menilik Musim Ketiga Conte Bersama La Vecchia Signora

- Sepakbola
Sabtu, 27 Jul 2013 17:02 WIB
Getty Images/Claudio Villa
Jakarta - Apa arti musim ketiga bagi seorang pelatih di Seri A? Belum tentu semua allenatore mampu menjawab pertanyaan ini.

Ya, di liga yang terkenal dengan seringnya klub melakukan pergantian pelatih ini (di tiga tahun terakhir, di tiap musimnya, lebih dari 10 klub memecat pelatih di tengah jalan), tak banyak pelatih yang mendapatkan kesempatan melatih hingga tiga tahun. Apalagi lebih dari seperempat abad seperti Alex Ferguson.

Bahkan, dalam periode 2000-2010 saja, hanya Carlo Ancelotti, Cesare Prandelli, dan Luciano Spalletti yang mampu bertahan hingga lebih dari lima tahun di satu klub.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari sedikit pelatih yang memiliki kesempatan untuk melatih lebih dari dua musim itu, terselip nama Antonio Conte. Tentu ini tidak jadi hal aneh. Karena prestasi ciamiknya, pelatih yang telah menukangi Juventus semenjak musim 2011/2012 itu memang tak mungkin dilepaskan oleh La Vecchia Signora.

Dua gelar scudetto serta lolos ke perempat final Liga Champion telah dipersembahkan sang mantan kapten hanya dalam waktu dua tahun.

Berada dalam iklim kompetisi yang ketat, yang menuntut para allenatore untuk "menang atau dipecat", Conte memang bersinar dan sukses menaklukkan Seri A. Tak tanggung-tanggung, di musim pertamanya Conte mampu membawa Juventus jadi "The Invicibles" alias tak terkalahkan sepanjang tahun.

Pemilik Chelsea, Roman Abramovich, pun dikabarkan sempat ingin memboyongnya ke Premier League, namun pada akhirnya menjatuhkan pilihan pada Jose Mourinho.

Dengan prestasi yang telah dibuatnya, menarik untuk memprediksi yang akan terjadi di musim ketiga Conte. Baginya sendiri, meski telah dua kali memenangkan Seri A, raihan ini dirasa tidak cukup.

"Menang (gelar liga) itu susah, sementara mengulanginya lagi teramat sulit. Namun untuk memenangkannya tiga kali akan jadi sesuatu yang historic," ujar Conte minggu lalu.

Dua Musim Sebelumnya

Satu ciri khas Conte menangani Juventus adalah ia membangun dari poros tengah, atau yang lebih dikenal dengan istilah spine (tulang belakang). Tiga pemain belakang yang solid (Giorgio Chiellini-Alessandro Bonucci-Andrea Barzagli), dikombinasikan dengan tiga pemain tengah (Arturo Vidal-Andrea Pirlo-Claudio Marchisio) yang aktif turun naik dari boks ke boks, jadi kekuatan utama Bianconeri dalam menghadapi musuh-musuhnya.

Dikenal sebagai tim yang acap melakukan pressing tinggi, di bawah Conte Juventus juga jadi tim yang mengutamakan penguasaan bola dan membangun serangan dari belakang. Maka tak aneh jika di musim lalu Leonardo Bonucci (1854 passes) dan Andrea Barzagli (1800 passes) --keduanya bek-- jadi pemain dengan jumlah passing tertinggi setelah Andrea Pirlo (2519 passes).

Dengan menggunakan satu striker, pemain tengah Juventus sendiri dituntut untuk kerap menusuk masuk ke kotak penalti dan mencetak gol. Implikasinya adalah pada ketiga center-back yang kemudian dipaksa mengisi ruang di tengah serta bertindak sebagai pengatur serangan awal.

Masalahnya..

Meski telah menggondol dua gelar scudetto, bukan berarti tim Juventus sudah tampil sempurna. Ada beberapa masalah yang (nampaknya) sedang coba dipecahkan Conte di musim ini.

Yang pertama tentunya adalah masalah lini serang.

Setelah kepergian Alessandro Del Piero, 'Si Nyonya Tua' memang kerap kewalahan. Dari ketiga penyerang yang dimiliki, tidak ada satu striker pun yang regular bermain dan bisa diandalkan untuk memecah kebuntuan. Alessandro Matri hanya 10 kali bermain sebagai starter di Seri A (12 kali sebagai pemain pengganti), sementara Fabio Quagliarella hanya 13 kali jadi starter dan 14 kali jadi pemain pengganti.

Mirko Vucinic jadi satu-satunya penyerang yang konsisten digunakan di tim utama (24 kali). Namun, dengan hanya mencetak gol 10 kali, sulit untuk membayangkan Vucinic jadi andalan Juventus di lini depan.

Selain permasalahan soal striker, tentu saja fleksibilitas formasi pun jadi hal yang patut dipertimbangkan. Strategi 3-5-2 yang jadi andalan Conte kini sudah diadopsi lebih dari separuh klub-klub Seri A. Artinya, keistimewaan 3-5-2 yang berhasil memanfaatkan lebar lapangan (karena dulunya mayoritas klub Seri A bermain sempit dengan formasi 4-3-2-1) pun menjadi berkurang.

Ini juga berlaku di kompetisi Eropa. Sebagaimana terlihat pada penampilannya di Liga Champions, saat menghadapi tim yang menggunakan satu striker, Juventus kerap tampil kesulitan. Fleksibilitas formasi tentu jadi satu yang wajib diutak-atik oleh Conte jika ia ingin mengguratkan sejarah tidak hanya di Italia, namun juga Eropa.

Apa-Siapa yang Baru?

Bisa dikatakan, Juventus melakukan pembelian yang cerdas di musim ini. Persoalan mengenai striker diatasi dengan mendatangkan Fernando Llorente dan Carlos Tevez dengan dana transfer hanya 12 juta euro. Sementara itu, masalah fleksibilitas taktik pun (nampaknya) akan dipecahkan dengan kedatangan Angelo Ogbonna (centerback) dan Federico Peluso (setelah dipinjam 6 bulan, akhirnya ditawari kontrak permanen).
Β 


Pembelian Llorente dan Tevez sendiri seolah menunjukkan kecermatan Antonio Conte dan Direktur Sepakbola Beppe Marotta dalam membangun Juventus. Di dua musim lalu, keduanya meletakkan pondasi Juventus dari lini belakang dan lini tengah. Barulah di tahun ini mereka menyelesaikan "puzzle" dengan membeli dua striker yang memiliki karakteristik berbeda.

Conte dan Beppe Marotta pun nampakya tak berhenti sampai di tiga pembelian tersebut. Keduanya dikabarkan sedang berusaha untuk mendatangkan wingback Napoli, Juan Zuninga, Alexander Kolarov dari Manchester City, serta pemain sayap Parma, Jonathan Biabiany.

Meski sudah didatangkan dari musim lalu, Paul Pogba juga akan jadi bagian krusial tim inti Juventus tahun ini. Ini terlihat dari beberapa pertandingan akhir di musim lalu. Pogba dimainkan sebagai gelandang kanan dengan cara menggeser Arturo Vidal ke bagian kiri. Sementara itu, Claudio Marchisio dinaikkan sebagai second striker dibelakang Vucinic.

Penampilan apik Pogba mau tak mau akan memaksa Conte memutar otaknya. Bagaimana caranya untuk memaksimalkan bakat Pogba di tim utama.

Prediksinya..

Dengan diincarnya Zuninga, Kolarov, serta Biabany (semuanya bisa dimainkan sebagai wingback) terlihat bahwa Juventus tidak akan serta merta meninggalkan formasi 3-5-2. Hal ini juga yang diamini oleh Conte setelah kemenangan 7-0 dalam pertandingan pramusim melawan Rappresentativa Val D'Aosta. Menurutnya, seolah tidak mungkin jika ia mengganti taktik yang telah membantunya mendapatkan dua scudetto tersebut.

Namun, dengan penambahan dua orang ujung tombak, lini serang Juventus sendiri seakan memiliki banyak variasi. Llorente bisa berperan sebagai target man, sementara Vucinic dan Tevez acap bermain melebar (Tevez di kanan dan Vucinic di kiri) dan memberikan umpan terobosan ke kotak penalti. Sementara Quagliarella dan Giovinco bisa berperan sebagai second striker yang bermain sebagai penghubung lini tengah dan lini depan, dan menggedor lawan dengan tendangan jarak jauhnya.

Dengan melimpahnya variasi penyerang ini, maka akan jadi satu kesia-siaan jika tidak coba diintegrasikan ke dalam permainan, meski nantinya tidak digunakan sebagai formasi utama.

Untungnya, dalam diri Tevez, Conte memiliki penyerang tipe pekerja keras yang memang kerap turun naik untuk menjemput bola, atau bahkan memberikan defensive cover saat adanya serangan balik. Ini berarti, kalaupun Conte ingin menggunakan tiga striker sekaligus, lini tengah tetap akan terbantu dengan kehadiran penyerang asal Argentina tersebut.

Lalu bagaimana caranya memasukkan Llorente-Tevez-Vucinic ke dalam tim utama? Mungkin jawabannya terletak pada sesi latihan pre-season yang telah dilakoni Juventus, yaitu dengan menggunakan formasi 3-3-4.

Sebagaimana ditulis oleh Mina Rzouki, koresponden ESPN, menjelang sesi latihan berakhir, Conte sempat memasang ketiga striker ini sekaligus. Dan ketiganya pun berkombinasi dengan apik. Mereka mampu memberikan pressing pada lini belakang lawan untuk merebut bola, juga saling bergantian dalam menusuk masuk di kotak penalti.

Perubahan dari 3-5-2 ke 3-3-4 sendiri, boleh dikatakan, tidak akan sedrastis jika Juventus kembali ke formasi empat bek. Trio lini tengah dan lini belakang yang jadi tulang punggung selama dua musim lalu tetap dipertahankan, namun dengan hanya menggunakan satu orang winger kiri saja (dengan mengasumsikan satu slot di sayap kanan sudah pasti milik Tevez).

Bedanya, dengan formasi ini pemain belakang akan tak lagi leluasa lagi untuk maju ke areal tengah lapangan. Dengan posisi wingback yang dihilangkan dan diganti oleh winger, maka otomatis ketiga centerback lah yang harus meng-cover seluruh areal lini pertahanan. Apalagi Juventus sendiri juga tidak menggunakan satu pun hard defensive midfielder dalam permainannya.

Variasinya

Jika meletakkan empat pemain di depan dalam formasi 3-3-4 dinilai terlalu ekstrem, maka salah satu variasi taktik lainnya yang mungkin cocok digunakan untuk skuat Juventus adalah 4-3-3. Dengan kehadiran Ogbonna, maka Conte bisa menarik Chiellini jadi bek kiri, mengembalikan Stephan Lichtsteiner sebagai bek kanan dan menduetkan Ogbonna-Bonucci/Barzagli sebagai centerback. Dengan formasi ini, Conte pun masih bisa menggunakan trio lini tengah serta lini depan yang sedang ia ujicoba di pramusim saat ini.

Prediksi Posisi

Menilik perkembangan dari klub-klub Seri A lainnya, nampaknya hanya Napoli yang benar-benar serius memperkuat skuat dan menantang Juventus dalam perebutan Scudetto.

Apalagi tim yang dimiliki oleh Aurelio De Laurentiis tersebut kini diarsiteki oleh Rafa Benitez, seorang pelatih yang memang akrab dengan Lega Calcio. Namun, meracik tim yang dipenuhi oleh pemain baru tentu tak mudah dan tak bisa sebentar. Ada kurva belajar yang mesti sama-sama dijalani baik bagi pemain baru dan lama.

Maka itu, prediksi kami untuk Si Nyonya Tua adalah: Conte mendapatkan gelar scudetto ketiganya!

====

*akun Twitter penulis: @vetriciawizach dari @panditfootball
*Foto-foto: AFP dan Getty Images


(roz/roz)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads