Membidik Kemustahilan Lewat Uang dan Piala Dunia

Piala Dunia Qatar (Bagian 3)

Membidik Kemustahilan Lewat Uang dan Piala Dunia

- Sepakbola
Rabu, 27 Nov 2013 11:42 WIB
Getty Images
Jakarta - Apa artinya menjadi tuan rumah Piala Dunia? Bagi Brasil, mungkin maknanya adalah menunjukkan kebangkitan mereka sebagai kekuatan ekonomi dunia. Bagi Afrika Selatan, bisa jadi sebagai alat untuk menunjukkan kesetaraan antara kulit hitam dan kulit putih di mata dunia.

Lalu apa arti dari Piala Dunia Qatar? Apa maknanya menyelenggarakan turnamen akbar di negara dengan pendapatan kapita terbesar di dunia ini?

Secara sederhana, menyelenggarakan Piala Dunia di negeri semenanjung ini, dari sudut pandang penulis, berarti mengajak dunia untuk melewati batas-batas nalar dan perhitungan matematis lewat sepakbola. Bahkan cuaca ekstrim, meroketnya biaya penyelenggaraan, dan minimnya keuntungan ekonomi tak sanggup untuk menghalangi Qatar untuk menjamu dunia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

63 Kali dari Afrika Selatan 2010

Menilik rencana mega proyek Piala Dunia 2022, tak heran mata dunia terbelalak. Menurut seorang analis hukum dan keuangan Jerman, Dr. Nicola Ritter, Qatar bahkan diestimasikan akan menghabiskan uang hingga 220 miliar dolar!

Nilai tersebut hampir mencapai 63 kali lipat besaran biaya yang dikeluarkan oleh Afrika Selatan dalam Piala Dunia 2010. Kala itu Afsel hanya menghabiskan biaya sebesar 3,5 miliar dolar.

Tak heran Qatar merebut hak sebagai tuan rumah dari tangan Australia, Korea Selatan, Jepang dan Amerika Serikat. Qatar memang tidak main-main dalam mempersiapkan dirinya.

Nilai yang tampak tidak rasional ini seolah hal kecil bagi Qatar. Bisa dibayangkan, dengan 220 miliar dollar, angka tersebut setidaknya mampu menyamai besaran rekor defisit anggaran terbesar yang dialami oleh Amerika Serikat pada Februari 2011.

Angka itu juga setara dengan 25 kali penyelenggaraan Olimpiade 2012 di London, yang sudah dikatakan banyak orang sebagai olimpiade yang paling mahal. Atau, mereka bisa membangun lebih dari 500 stadion setara Allianz Arena di Munich.

Bisa ditengok. Semua hal-hal besar diatas setara dengan biaya yang dianggarkan Qatar dalam membangun stadion dengan fasilitas air contioner, kota yang dibangun dari awal, dan sarana pendukung lainnya. Semuanya hanya untuk menggelar Piala Dunia.

Memang benar, terdapat kontroversi mengenai besaran nilai yang akan dikeluarkan. Deloitte melaporkan akan ada uang yang mengalir lebih dari 200 milliar dollar selama masa persiapan. Sementara itu, International Bank of Qatar menyebutkan Qatar akan menghabiskan biaya 100 miliar dolar, dan Qatar First Invesment Bank mengklaim hanya 60 miliar dollar yang akan dihabiskan.

Namun, negara mana yang ingin memamerkan hartanya di tengah sulitnya kondisi perekonomian saat ini? International Bank of Qatar dan Qatar Investment Bank selaku pihak dari internal Qatar tentu akan berusaha untuk menutupi total perencanaan biaya.

Maka tak salah biaya yang dipublikasikan pun cenderung lebih kecil dan jauh berbeda dengan yang dihitung oleh Deloitte maupun Dr. Nicole Ritter. Angka 220 ataupun 200 milar dolar sebenarnya jadi lebih masuk akal, karena nilai keluar dari penilaian pihak independen.

Rencana Strategis Qatar



Merenovasi tiga stadion, mendirikan sembilan stadion baru dan membangun sebuah kota adalah beberapa penggal rencana Qatar guna mendukung gelaran Piala Dunia. Akibatnya, pembangunan infrastruktur mengambil porsi presentase terbesar dari anggaran yang muncul.

Ini berbeda sekali dengan Afrika Selatan dan Brasil (2014). Di dua negara ini biaya infrastruktur tidak lebih dari 15% total biaya penyelenggaraan.

Fokus pembangunan sendiri ditekankan pada pos-pos seperti perumahan, perhotelan, stadion, bandara, jalan, sistem metropolitan dan perkeretaapian, mall serta perkembangan aset lainnya. Semua dilakukan guna mengakomodasi kebutuhan 400 ribu fans yang ditargetkan akan hadir pada ajang Piala Dunia.

Tapi, sebagaimana tuan rumah lainnya, motif pembangunan infrastruktur ini sebenarnya tidak hanya didasari oleh hal yang mendukung aktivitas Piala Dunia saja.

Salah satu fokus dari visi Qatar adalah dengan menarik turis dan pendatang sebanyak-banyaknya. Strategi pemerintah dalam beberapa tahun terakhir mendukung rencana tersebut. Qatar banyak mempromosikan pariwisata berkelanjutan, seperti Museum Seni Islam dan Desa Budaya.

Seorang Emir Qatar, Shaikh Hamad Bin Khalifa Al Thani pun sempat mengunjungi Austria dalam membangun kerjasamanya. Ia bertemu dengan Presiden Heinz Fischer guna merundingkan perjanjian mengenai pajak ganda dan transportasi udara.

Perjanjian transportasi udara ini merupakan salah satu bentuk persiapan Qatar dalam mempermudah akses para wisatawan dari Eropa untuk berkunjung ke Qatar.

Investasi Sebagai Sektor yang Dieksplor

Sebagai tuan rumah, meski memiliki berbagai kepentingan politik, bukan berarti Qatar tidak mendapatkan manfaat ekonomi secara langsung. Multiplier effect yang timbul dari terpilihnya Qatar sebagai penyelenggara Piala Dunia pun berimbas pada nilai investasi di negara tersebut.

Bahkan, perubahan langsung terjadi pada hari ketika Qatar menerima putusan dari FIFA untuk menjadi tuan rumah. Pada hari itu, perubahan pasar di lantai bursa langsung bereaksi positif. Pasar ekuitas Doha naik sebesar 7,5 %.

Harga saham dari beberapa perusahaan pun langsung bergerak naik terutama yang bergerak dalam bidang konstruksi. Semua didorong harapan yang tinggi akan bonus miliaran dolar uang yang dikeluarkan oleh pemerintah Qatar.

Menariknya, pembangunan infrastruktur yang ada di Qatar sendiri banyak melibatkan pihak asing. Banyak investor yang menangkap peluang untuk cari pundi-pundi uang dari agresivitas pemerintah Qatar sebagai tuan rumah tersebut.




Deutsche Bahn AG, perusahaan kereta api nasional Jerman telah dianugerahi kontrak guna membangun sistem metro sepanjang 320 kilometer. Perusahaan Jerman lainnya pun tampak akan menyusul dalam membangun sistem air conditioner di dalam stadion.

Perusahaan Jerman lainnya, Hochtief, menjual 10% sahamnya kepada pihak Sovereign Wealth Fund Qatar. Organisasi ini sendiri merupakan kendaraan finansial milik Qatar yang memiliki, atau mengatur, dana publik dan menginvestasikannya ke asset-aset yang luas dan beragam. Selain itu, Hochtief akan membangun sebagian besar stadion Piala Dunia serta jembatan antara Qatar dan Bahrain.

Kerja sama yang melibatkan pemerintah Qatar dan Austria mengenai pajak ganda pun turut menjembatani pihak investor asing untuk turut menjadi bagian dalam membangun Qatar.

Sebagai negara kaya yang siap menghamburkan uang untuk menyelenggarakan Piala Dunia, maka tak jadi aneh jika Qatar dikerubungi oleh para pencari keuntungan.

Manfaat Ekonomi yang Tak Benar-Benar Manfaat

Banyak yang menganggap bahwa jadi tuan rumah Piala Dunia akan memunculkan lebih banyak manfaat ketimbang beban finansial. Namun, skeptimisme terhadap pandangan ini tetap muncul. Ini karena pada kasus kebanyakan dana penyelenggaraan tak sebesar imbalannya.

Bahkan Farouk Soussa, kepala ekonom Citibank di Timur Tengah, pun menjelaskan bahwa, "Sejumlah hasil penelitian pada dampak ekonomi suatu negara, atau kota, dalam menggelar acara internasional, umumnya tidak memberikan gambaran yang menggembirakan bagi Qatar."

Dalam kasus Qatar, investasi yang mencapai 220 miliar diestimasi hanya akan meningkatkan nilai investasi sebesar 4%. Tentu ini bukan hal yang dapat dibanggakan.



Apalagi Qatar sendiri memiliki kebijakan akan "mendonasikan" stadion setelah Piala Dunia usai. Ini berarti stadion yang dibangun akan diambil terpisah pasca turnamen lalu dihibahkan kepada negara-negera berkembang. Artinya sebagian dari uang yang dikeluarkan, memang dianggap akan menghilang.

Rencananya, sebanyak 170 ribu kursi akan disumbangkan kepada negara-negara yang membutuhkan infrastuktur stadion, dengan negara di Afrika jadi tujuan utama. Sebagaimana diungkapkan oleh Nasser Al-Khater, direktur komunikasi Qatar 2022, "kami ingin menginggalkan warisan olahraga ramah lingkungan. Stadion modular kami akan menjadi cara yang tepat untuk menerapkan ini."

Memecah kursi stadion sebenarnya masuk akal bagi Qatar. Pada Piala Asia 2011 saja hanya setengah dari kapasitas stadion yang terisi penonton. Bayangkan jika Piala Dunia 2022 usai digelar. Berapa banyak bangku kosong yang mungkin hanya berfungsi sebagai aksesoris pelengkap stadion?

Selain kursi stadion, ranjang hotel pun jadi surplus signifikan ranjang hotel yang tidak akan terpakai setelah Piala Dunia.

Dari data yang dikeluarkan oleh Qatar Tourism Authority, dari 8.500 kamar hotel yang tersedia di Qatar, rata-rata hunian hanya mencapai 50%. Dengan asumsi bahwa Qatar akan menarik 310 ribu pengunjung, seperti halnya yang dilakukan oleh Afrika Selatan, dengan rata-rata tinggal selama 18 malam dengan dua orang untuk sebuah ruangan, setidaknya Qatar membutuhkan 90 ribu kamar hotel.

Dengan melakukan perbandingan antara data dan asumsi itu, hasilnya adalah pada pasca Piala Dunia setidaknya Qatar harus mampu menaikkan tingkat hunian hotel hingga 15 kali lipat. Itu pun hanya untuk mencapai tingkat huninan rata-rata 70%. Lalu, apakah mungkin hotel juga didonasikan seperti halnya kursi stadion?

Implikasi dari jumlah penduduk "asli" hanya sebesar 300 ribu jiwa juga terjadi di sektor konstruksi. Banyaknya peluang lapangan pekerjaan serta kontrak pengadaan bahan bangunan akan jatuh ke pihak asing. Artinya, multiplier effect dari pembangunan besar-besaran memang sulit digapai.

Belum lagi Qatar memiliki kebijakan sebagai negara tax haven. Keuntungan dari peningkatan kegiatan ekonomi juga mungkin tidak akan dipetik.

Segala kebombastisan penyelenggaraan, biaya pembangunan yang meroket, namun dengan minimnya manfaat ekonomi ini menunjukkan bahwa Piala Dunia Qatar memang di luar nalar. Satu-satunya pembenaran untuk menggelontorkan biaya sebanyak ini adalah karena Qatar memang sanggup untuk menggelontorkan uang secara jor-joran.

Lalu bagaimana dengan FIFA? Bagaimana dengan dunia? Alasan apa yang bisa dikeluarkan untuk membenarkan semua harga ekonomi dan harga sosial dari Piala Dunia 2022 di Qatar?


===

* Akun twitter penulis: @ Shralys dari @panditfootball


Baca artikel sebelumnya:
Piala Dunia Qatar (Bagian 1): Menggunakan Spanyol demi Pencitraan dan Diplomasi Publik
Piala Dunia Qatar (Bagian 2): Politisasi Terbesar dalam Sejarak Sepakbola



(a2s/krs)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads