Beberapa nama memang sudah mendapat jaminan tempat, namun banyak juga pos kosong yang ramai diperebutkan. Hal itu ditunjukkan Scolari dengan memanggil banyak nama baru setelah keberhasilannya menjuarai Piala Konfederasi pada Juni lalu. Ada uji coba setiap bulannya, dengan total tujuh laga. Tercatat ada 11 nama baru yang dipanggil Scolari dalam kurun waktu Agustus-November.
Hal menarik dari laga uji coba ini adalah bertambahnya jumlah pemain yang bermain di Inggris (baik Premier League maupun Championship) di skuat Brasil.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Klub | Pemain |
Chelsea | Oscar, Ramires, David Luiz, Willian |
Liverpool | Lucas Leiva, Philippe Coutinho |
Manchester City | Fernandinho |
Manchester United | Anderson, Rafael da Silva, Fabio da Silva |
Southampton | Guliherme 'Guly' do Prado Raymundo |
Tottenham Hotspur | Sandro, Paulinho, Heurelho Gomes |
Dengan tujuh dari 21 pemain tersebut, Liga Inggris menjadi penyumbang terbanyak di skuat Brasil, menyusul berikutnya adalah Liga Italia dan Prancis, masing-masing dengan 3 pemain. Liga Spanyol sebenarnya juga menyumbang tiga pemain, namun Marcelo (Real Madrid) urung memenuhi panggilan karena cidera lutut dan tidak ada pergantian untuknya.
Pada laga melawan Honduras, keenam pemain dari Premier League turun ke lapangan. Luiz, Paulinho dan Oscar menjadi starter, sedangkan Willian, Ramires dan Lucas Leiva turun sebagai pengganti. Ini menjadi rekor baru setelah sebelumnya hanya lima pemain Brasil di Liga Inggris bermain pada laga persahabatan melawan Portugal (11 September 2013) dan Korea Selatan (12 Oktober 2013).
Terlibatnya enam pemain Premiership menghasilkan angka partisipasi yang tinggi, melihat sekarang hanya ada 14 pemain Brasil yang berkiprah di kompetisi itu.
Fenomena tak biasa ini menjadi menarik mengingat selama ini penyumbang terbesar skuat Brasil adalah liga-liga sepakbola seperti Spanyol, Italia dan Portugal. Fenomena ini juga menjadi petunjuk awal bahwa ada yang berubah dari Liga Inggris dan sepakbola Brasil.
Kekuatan Finansial dan Peran Agen
Keberadaan pemain-pemain Brasil di Liga Inggris tidak bisa dikesampingkan dari faktor glamornya Liga Inggris. Hal ini tentu berbanding lurus dengan uang yang ditawarkan oleh klub pada pemain-pemain berkualitas teknis hebat. Selama 20 tahun lebih sejak berubah brand, status Liga Inggris menjadi liga terbaik di dunia berkat guyuran uang dari kontrak televisi dan sponsor lainnya.
Dengan otot finansial yang semakin kuat, klub-klub Liga Premier leluasa membeli bakat-bakat terbaik dari berbagai penjuru bumi, termasuk di antaranya para pemain Brasil berkualitas premium. Maka datanglah sosok-sosok seperti Robinho (ke Manchester City), Heurelho Gomes (Tottenham Hotspur) dan Jo (Manchester City), bersamaan dengan kedatangan si kembar Da Silva (Fabio dan Rafael) ke Manchester United pada musim 2008/09.
Sebelumnya sudah datang pemain muda belasan tahun bertalenta tinggi seperti Lucas Leiva dan Anderson pada musim 2007/08.
Pada musim 2010/11 kembali datang para pemain Brasil lain seperti David Luiz dan Ramires, juga Sandro, yang kala itu mengantarkan Internacional juara Copa Libertadores, menuju ke Tottenham Hotspur. Jumlah pemain Brasil bertambah lagi di musim 2012/2013 dengan kedatangan Maicon dan Julio Cesar di Manchester City dan Queens Park Rangers.
Dari fakta di atas terlihat bahwa klub-klub yang menampung para pemain Brasil adalah klub-klub dengan kesehatan keuangan yang baik. Memang, Chelsea, Manchester City, Manchester United, Liverpool dan Tottenham selalu berada dalam deretan klub pembelanja terbesar di awal musim.

Satu faktor yang tidak boleh absen pada bertambahnya para pemain Brasil adalah peran agen. Sebut satu nama Giuliano Bertolucci. Ia aktor di balik layar dari kedatangan Alex, Ramires, Luiz, Oscar, Lucas Piazon dan terakhir Paulinho, ke tanah Inggris.
Kehadiran agen pemain, yang memiliki klien para pemain Brasil dengan koneksi para manajer yang menangani klub-klub Liga Inggris, tentu memudahkan bertambahnya populasi pemain Brasil di Inggris. Di masa depan bukan tidak mungkin para pemain Brasil di bawah naungan Bertolucci akan menapaktilasi jejak rekan-rekannya, berkarier di Britannia Raya.
Pengaruh Manajer Non-British pada Fleksibilitas Taktik
Akan sangat sulit bagi pemain Brasil untuk cocok dan berkembang jika klub-klub Liga Inggris belum mengubah langgam permainannya. Dengan gaya yang kaku, umpan-umpan panjang menghujani kotak penalti, dan kesenangan mengumbar tekel keras, jelas bukan lingkungan yang pas bagi bakat-bakat dengan keterampilan individu yang tinggi.
Pemain seperti Ronaldo, Ronaldinho tentu membutuhkan ruang untuk unjuk kebolehan, untuk melakukan trik-trik ajaib.
Era Premier League-lah yang kemudian membuka adanya perubahan gaya bermain klub-klub Inggris. Perlahan tapi pasti, gaya bermain kick and rush mulai banyak ditanggalkan. Formasi 4-4-2 yang jadi favorit selama puluhan tahun pun, mulai tak lagi dilirik.
Mesti diakui, kedatangan para juru taktik dari luar Inggris Raya menjadi katalis perubahan gaya bermain tersebut. Sosok-sosok seperti Arsene Wenger, Rafael Benitez, Jose Mourinho, hingga Scolari sendiri, membuat Liga Inggris lebih "ramah" untuk para pemain Brasil. Kedatangan para manajer continental inilah yang membuat para pemain Brasil lebih nyaman berkiprah di sana. Selain itu, secara langsung juga mereka terlibat dalam mendatangkan punggawa-punggawa Brasil ke Inggris.
Misalnya saja, Benitez membawa Lucas ke Liverpool, Carlo Ancelotti mendatangkan Luiz dan Ramires, sedangkan Paulinho direkrut oleh Andre Villas-Boas. Begitu juga Fernandinho yang dibeli karena rekomendasi Manuel Pellegrini.
Seperti halnya pelatih non-British yang menaruh kepercayaannya pada para pemain Brasil, pelatih kepala timnas Brasil pun tidak menutup mata pada kualitas para pemain Brasil di Liga Inggris. Apalagi dengan rekam jejak Scolari yang juga pernah mencicipi pengalaman menangani klub Liga Premier (Chelsea). Status para pemain yang dia pilih pun merupakan para pemain kerap menghiasi starting XI di klubnya masing-masing.
Brasil Rasa Inggris
Jika diperhatikan secara lebih teliti, mayoritas pemain Brasil yang beredar di Inggris adalah pemain-pemain yang memiliki gaya "British", yang juga mengedepankan keunggulan fisiknya. Jika menyebut Paulinho, Fernandinho, Sandro, Ramires, Lucas dan Anderson, maka terbayang pemain yang melakukan pekerjaan kotor di lapangan yang bertugas merebut bola, menangkal serangan lawan.
Sepakbola Brasil memang tetap identik dengan keindahan skill individu dan tim yang bermain cantik ala Samba. Namun, tidak dipungkiri, bahwa sepakbola mereka banyak berubah.
Liga domestik mereka pun mulai berbenah. Bahkan, pada tahun 2012 lalu, liga mereka Campeonato Brasileiro Serie A didapuk sebagai liga terbaik nomor 2 di dunia, hanya kalah dari La Liga Spanyol, oleh IFFHS (International Federation of Football History & Statistics).
Orientasi pada hasil membuat klub-klub Brasil juga melakukan perubahan dalam hal taktik. Pun demikian dengan timnasnya. Sejak gagal di dua Piala Dunia (1982 dan 1986) dengan cara bermain cantik, tim Samba mulai bermain lebih pragmatis. Sebagaimana dituliskan Jonathan Wilson, kekalahan ini jadi awal mula diutamakannya tim ketimbang individual. Tak ada lagi Brasil yang memainkan 4 striker sekaligus, namun sistem yang lebih dikedepankan.
Diinisiasi oleh Sebastiao Lazaroni di Piala Dunia 1990, lalu menuai hasil di era Carlos Alberto Pareira empat tahun kemudian di Amerika Serikat, Brasil kembali menuai tuah bermain pragmatis pada Piala Dunia 2002 dengan pelatih Scolari.
Pragmatisme Brasil inilah yang memberi tempat pada para pemain seperti Mauro Silva, Dunga, Kleberson, atau Gilberto Silva. Tipe pemain yang jauh dari kesan "tukang sulap" dengan segala trik-trik hebatnya. Mereka bermain sederhana, merebut bola dari lawan, memberikannya pada pengatur permainan. Tak pelak tipe dan peran pemain seperti ini juga kemudian mendapat pengikutnya. Bahkan secara kuantitas dan kualitas Brasil tercukupi di sektor ini.
Luruhnya Berbagai Kendala

Sejak kedatangan Mirandinha sebagai pemain Brasil pertama yang bermain di Liga Inggris pada 1987, cukup banyak pemain Brasil yang berkiprah di Liga Inggris namun gagal menunjukkan prestasi tinggi.
Menurut Mirandinha, pada masa kecilnya tidak ada anak-anak Brasil yang bermimpi bermain di Inggris. Ada kendala yang membuat para pemain Brasil tidak menjadikan Liga Inggris sebagai destinasi yakni; iklim, makanan, budaya dan bahasa.
Ini berbeda dengan para pemain Brasil yang memilih Spanyol, Italia, Portugal dan Prancis sebagai tempat mengembangkan kariernya. Mayoritas dari mereka menuai sukses. Banyak pula nama besar yang lahir dari rahim kompetisi di Eropa daratan. Misalnya saja seperti Romario, Rivaldo, Ronaldo sampai Ronaldinho yang mencapai puncak prestasi tertinggi.
Secara logika, berbagai kendala yang sudah disebut tadi membuat para pemain mesti berjuang ekstra untuk beradaptasi. Berbeda dengan para pemain yang memilih liga di Eropa daratan sebagai pilihannya, mereka cenderung cepat fokus dengan permainan.
Namun tidak ada masalah tanpa solusi. Seperti disebut dalam buku Soccernomics, setiap klub sepakbola di dunia kini memiliki pendekatan agar para rekrutan barunya merasa nyaman dengan lingkungan baru.
Para pemain anyar tersebut mendapat pendampingan dan jasa pelayanan seperti akomodasi, kelas bahasa, dll. Ditambah lagi banyaknya para pemain Brasil yang berkiprah di tanah Inggris. Tentu makin mudah bagi mereka untuk membentuk komunitas-komunitas antarpemain.
Klub yang memiliki pemain Brasil lebih dari dua memiliki kecenderungan para pemain Brasil-nya akan berhasil. Untuk ini kita bisa mengambil contoh Arsenal ketika mereka memiliki Sylvinho, Edu dan Gilberto Silva pada satu waktu. Atau yang dinikmati Chelsea dengan keberadaan David Luiz, Ramires dan Oscar. Keberadaan pemain sebangsa dalam satu klub membuat mereka lebih mudah beradaptasi.
Dengan demikian, para pemain baru yang datang musim ini seperti Paulinho, Willian dan Fernandinho tidak akan banyak menemui kendala untuk segera klik dengan kompetisi Liga Inggris.
Privilege inilah yang tidak pernah didapatkan oleh Mirandinha dan Marques Isaias, para pemain Brasil pertama di era Premiership.
===
* Akun twitter penulis: @adjiok dari @panditfootball
(a2s/krs)