Sportainment: Membawa Aura Stadion Lebih Dekat

Tentang Teknologi Sepakbola (Bagian 1)

Sportainment: Membawa Aura Stadion Lebih Dekat

- Sepakbola
Jumat, 17 Jan 2014 11:20 WIB
Getty Images/Nigel Treblin
Jakarta - Keindahan sepakbola, katanya, terletak pada kesederhanaan dan bagaimana ia bisa dimainkan dalam berbagai kondisi. Asalkan ada sepetak tanah dan bola yang tidak kempes, maka bermain bola bisa dilakukan. Entah itu di hamparan padang rumput di bawah teriknya matahari Amerika Selatan, atau berhadapan dengan angin dingin Skandinavia.

Gawangnya pun terkadang tidak memiliki jaring. Yang penting ada penanda ketika bola menjadi gol.

Namun kesederhanaan itu mau tak mau harus beradu dengan teknologi, karena arus zaman memang tak bisa dilawan. Dan dengan tangan-tangan teknologilah wajah sepak bola perlahan mulai berubah. Perihal berubahnya menjadi lebih cantik atau lebih jelek, tentu bisa diperdebatkan. Tapi bahwa kini teknologi juga menjadi pilar pendukung sepakbola tentu jadi argumen yang sulit dibantah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sepanjang pengamatan kami, dalam 20 tahun terakhir, ada tiga teknologi yang perlahan mengubah tatanan sepakbola: teknologi penyiaran, teknologi pengukuran performa pemain, dan teknologi perlengkapan pemain. Dalam serial tiga tulisan ini, kami coba uraikan bagaimana ketiganya masuk dan mengubah sepakbola.

***

Bagi penggemar sepakbola kebanyakan, menonton sepakbola di stadion adalah kewajiban. Bagaimana tidak, pengalaman dan kenangan yang didapat di stadion bisa saja tidak tergantikan.

Tapi itu dulu, ketika teknologi broadcasting tidak secanggih sekarang.

Meski awalnya pendukung sepakbola identik dengan stadion dan kebanggaan daerah, namun kini basis suporter terbesar justru ada di depan layar kaca. Sepakbola bukan lagi hanya soal permainan olahraga dan kompetisi, namun sudah berubah menjadi tontonan hiburan komersial.

Perubahan sepakbola menuju industri hiburan, atau lebih dikenal sebagai sportainment, sendiri terjadi pasca sepakbola mulai ditayangkan di televisi dan radio. Dua media ini selalu erat kaitanya dengan industri sepakbola.




Disadari atau tidak, tayangan sepakbola sendiri kini mulai dekat dengan suasana stadion yang sebenarnya. Ini karena pihak televisi dituntut untuk menangkap semua momen yang ada di stadion. Penonton di rumah dapat merasakan emosi, ketegangan, kekecewaan, hingga menangkap atmosfer yang ada di stadion.

Intinya, apa yang ada dalam stadion juga harus dapat dirasakan oleh penonton di televisi. Hal ini juga yang ditangkap oleh pihak penyelenggara tayangan sepak bola. Bahwa salah satu cara menggaet banyak pemirsa televisi adalah membawa suasana stadion ke dalam rumah.

Lalu bagaimana caranya?

Dalam satu pertandingan Liga Inggris yang disiarkan secara langsung, misalnya. Paling tidak ada sekitar 20 kamera yang disiapkan untuk menangkap semua momen yang ada di stadion. Perayaan gol pemain, ekspresi penonton, gestur instruksi khas pelatih, bahkan momen kecil kejadian yang bahkan tidak ada hubunganya dengan pertandingan.




Untuk partai khusus seperti final atau bigmatch, pihak televisi bisa membawa hingga 30 kamera. Beberapa dari kamera itu bahkan mampu menangkap gambar dengan kecepatan tinggi. Hal tersebut digunakan untuk menyorot gambar detail seperti ekspresi wajah pemain saat menyundul bola, atau rumput stadion yang ikut terbang karena sapuan tendangan.

Untuk membentuk suasana stadion di layar televisi, maka penonton pun akan dirangsang untuk mengaktifkan sebanyak mungkin indra yang ada, tidak hanya secara visual oleh mata. Mikrofon perekam suara dipasang di titik tertentu sesuai karakteristik stadion. Tujuannya tentu adalah untuk memperdengarkan chants dan teriakan yang ada di stadion pada pemirsa di rumah.

Manchester United bahkan sempat mendatangkan ahli penata suara karena sepinya atmosfer penonton di Old Trafford membuat khawatir pihak manajemen. Selain berkurangnya dukungan untuk pemain, hal ini dianggap menurunkan nilai komersial tim saat siaran langsung televisi.

Tak cukup hanya itu, kehadiran komentator pertandingan juga membuat nilai lebih dari siaran televisi. Informasi nama pemain, analisis taktik, dan info pendamping lain, yang tidak dimiliki penonton langsung di stadion, justru dimiliki oleh para suporter layar kaca.

Kemajuan teknologi penyiaran juga meningkatkan kualitas tontonan sepakbola di televisi. Tampilan gambar HD (high definition) bukan lagi hal yang aneh untuk sebuah tayangan sepakbola. Sky bahkan sudah menyiarkan tayangan Liga Inggris secara 3D sejak tahun 2010. Sebagai pemegang hak siar, kala itu Sky memilih pertandingan Arsenal kontra Manchester United sebagai siaran 3D pertama mereka.

Sejak pertama kali tampil di televisi, pada periode 1930-an di Inggris. Tayangan sepakbola memang banyak berubah seiring dengan perkembangan teknologi. Dari gambar hitam putih yang bisu, hingga tayangan yang nyaman ditonton sekarang.

Tak Cukup Hanya Merasakan

Perubahan menuju tayangan olahraga sebagai hiburan tentu menimbulkan berbagai dampak pada sepakbola itu sendiri. Pada beberapa negara dengan tingkat kegilaan sepakbola yang tinggi, tayangan sepakbola menjadi pilihan nomor satu. Meski ada acara lain yang memiliki nilai rating tinggi, ketika ada tayangan sepak bola, program lain itu terpaksa harus menyingkir sejenak.

Sepakbola di Eropa khususnya memang masih menjadi kiblat bagi tayangan sepakbola di seluruh dunia. Siaran sepakbola Eropa tetap menjadi nomor satu dan tak pernah sepi penonton.

Tak heran jika acara nonton bareng (nonbar) di Indonesia kini sudah semakin menjamur. Setiap pertandingan besar sepakbola, sudah pasti tempat nobar banyak dicari. Jangan heran ketika mendapati ratusan fans berkumpul dan bernyanyi, bahkan hingga membakar flare layaknya di stadion.


Jika semula berlaku "apa yang terjadi di stadion, harus dapat dirasakan di depan TV", maka kini telah menjadi "apa yang terjadi di stadion, mesti terjadi juga di depan TV".

Meski cafe dan stadion terpisah jarak ribuan kilometer jauhnya, namun sejatinya separuh jiwa para suporter sedang berada di stadion sana. Jiwa mereka berhasil ditarik oleh kemasan sportainment yang sedang ditonton.




Sportainment juga membuat sepakbola selayaknya sebuah film/drama televisi. Bukan karena seringnya pemain berpura-pura cedera/diving tentu saja. Namun para pemain, bahkan klub, sekarang ditempatkan pada sebuah keadaan khusus sebagai sesosok idola.

Maka jangan heran ketika sekarang dengan mudahnya sebuah fans berganti-ganti tim idola. Selayaknya sebuah film, disukai ketika sedang menanjak dan booming, serta dilupakan begitu saja saat terpuruk.

Klub sepakbola idola yang dulu berasal dari nilai kedaerahan atau persamaan visi sudah mulai pudar. Asalkan sedang beranjak naik secara prestasi, ataupun mempunyai wajah yang rupawan, sudah pasti fans mereka akan bertambah banyak.

Idola di Luar dan Dalam Lapangan

Akan sangat wajar jika pemain menjadi sosok idola di lapangan hijau. Namun kini para pekerja sepakbola juga menjadi idola bahkan ketika di luar lapangan hijau. Sportainment-lah yang membuat hal tersebut terjadi.

Berbagai produk yang bahkan hampir tidak ada kaitanya dengan sepakbola berlomba untuk menjadi pemain sebagai bintang iklanya. Salah satu produk shampoo misalnya. Kini tidak lagi memakai jasa Nicolas Saputra sebagai bintang utama mereka. Wajahnya digantikan oleh Andik Vermansah, Ahmad Bustomi, dan Raphael Maitimo di berbagai billboard dan tayangan televisi.

Rambut mereka bisa jadi tidak sebagus Nicolas Saputra, namun yang sudah pasti bahwa para pemain sepakbola ini mempunyai penggemar yang lebih banyak sekarang. Masih banyak produk lain yang memakai jasa para bintang sepakbola sebagai brand ambassador. Juga tidak jarang hingga kepentingan politik yang ikut berjualan di arena sepakbola.

Sepakbola sudah menjadi komoditi penting dalam arena industri hiburan, sebagaimana produk-produk lain yang lebih dulu ada. Bahkan sepakbola mulai menggeser perlahan industri hiburan lainnya. Coba lihat bagaimana image produk makanan ringan bergeser dari camilan di kala senggang, menjadi makanan wajib pendamping saat menonton sepakbola.

Atau, jika dulu para produsen televisi berlomba melakukan klaim mampu membawa bioskop ke dalam rumah, kini tayangan sepakbola menjadi tema iklan yang paling utama. Lagi-lagi dengan menjual "membawa suasana stadion ke dalam rumah".

Penyelenggara siaran televisi berlomba-lomba memberikan nilai lebih bagi mereka yang menonton sepak bola melalui layar kaca, dengan memberikan pengalaman lebih yang tidak mereka dapatkan dari stadion: suasana santai, energi yang tidak banyak terkuras, dan kenyamanan.

=====

*akun Twitter penulis: @mildandaru dari @panditfootball

(roz/a2s)

Hide Ads