Forster justru menunggu hingga dirinya benar-benar siap sebelum memutuskan untuk pulang ke tanah airnya, Inggris, untuk naik kelas ke liga yang lebih baik.
Tak hanya itu, Forster tidak memilih sembarang klub. Bersama Southampton FC yang kini masih setia duduk di posisi kedua, namanya meroket sebagai penjaga gawang terbaik Premier League.
Kemunculan Forster sebagai penjaga gawang yang bersinar di Premier League saat ini tidak terjadi dalam semalam. Ada sebuah perjalanan penuh liku yang berisi penolakan berkali-kali dari Newcastle United dan tersingkir dalam persaingan tak langsung melawan penjaga gawang berkebangsaaan Belanda, Tim Krul.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Semua cerita lama itu tidak akan lagi terjadi. Nasib baik perlahan mulai menghampiri Forster, seiring dengan dimulainya kehidupan baru di Hampshire. Dan salah satu momen penentu baik buruknya nasib Forster di masa depan akan terjadi pada hari ini.
Pintar Menghentikan Bola, Lemah Mendistribusikan
Membobol gawang Southampton bukanlah perkara mudah. Jika dirata-ratakan, lawan membutuhkan 180 menit untuk menyarangkan satu bola di gawang kawalan Forster. Sebagai perbandingan, dua penjaga gawang kelas dunia yang bermain untuk Chelsea FC dan Manchester City, Thibaut Courtois dan Joe Hart, kebobolan satu gol per 92 dan 90 menit.
Ini tentu dengan catatan bahwa barisan pertahanan memiliki sumbangan besar dalam catatan pertahanan hebat Southampton –-hanya kebobolan enam gol dalam 12 pertandingan-- lewat 24 block dan 240 clearances. Walau demikian, Forster tetap berperan besar dalam tujuh clean sheet yang berhasil dicatatkan oleh Southampton.
Sebanyak 75% tembakan lawan yang mengarah tepat ke gawang Southampton berhasil dimentahkan oleh Forster. Catatan Forster sama baiknya dengan milik Lukasz Fabianski, penjaga gawang Swansea City. Walau demikian, Fabianski hanya menempati posisi kedua.
Selalu berhasil menduduki posisi tertinggi untuk tiga dari lima kategori yang telah disebutkan tidak membuat Forster menjadi sosok yang sempurna. Forster masih memiliki kelemahan dalam hal distribusi bola.
Untuk urusan akurasi umpan, Forster terhitung payah. Akurasi umpan pendek dan umpan panjang yang ia catatkan hanya mampu menempatkan dirinya di posisi sepuluh. Dengan persentase 57,3% untuk akurasi umpan pendek, Forster jauh tertinggal dari pemuncak daftar untuk kategori ini: penjaga gawang Liverpool, Simon Mignolet yang catatan distribusi bola pendeknya adalah 77,5%.
Akurasi umpan panjang Forster malah lebih buruk lagi (walau memang tidak mengherankan karena demikian adanya untuk setiap penjaga gawang): 38,8%. Mignolet lagi-lagi berada di tempat terhormat, posisi kedua dengan catatan 53,1% – tepat di belakang Asmir Begovic, penjaga gawang Stoke City, yang memiliki akurasi umpan panjang sebesar 55,4%.

Berkali-Kali Kalah dan Ditolak, Namun Mampu Membuat Barcelona Merasa Frustrasi
Forster dan Krul didatangkan oleh Newcastle --dari Wallsend Boys Club dan ADO Den Haag-- di tahun yang sama: tahun 2005. Selisih usia Forster dan Krul tidak sampai satu bulan sehingga keduanya secara alami bersaing untuk satu tempat saja.
Walaupun keduanya kala itu berperan sebagai kiper pelapis saja, hanya ada satu posisi untuk mereka karena memiliki lebih dari satu penjaga gawang yang sama usia bukanlah praktek populer. Satu di antara keduanya harus pergi.
Pada tahun 2006 keduanya naik ke tim utama. Namun, setelah satu musim, Newcastle akhirnya mengambil keputusan untuk meminjamkan Krul ke Falkirk FC. Setahun setelahnya, saat Krul melanjutkan perjalanan ke Carlisle United, Forster juga dikirim untuk menimba pengalaman bersama Stockport Country.
Krul kembali ke Newcastle pada tahun 2009 sedangkan Forster masih harus meneruskan perjalanannya ke Bristol Rovers dan Norwich City.
Perbedaan nasib kembali terlihat pada tahun 2010. Sementara Krul menjadi pilihan utama sejak Newcastle promosi ke Premier League, Forster memulai masa pinjaman di Celtic. Dua tahun dipinjamkan, Forster akhirnya merelakan posisi penjaga gawang utama di Newcastle dan memilih untuk menjadi pemain Celtic secara permanen pada tahun 2012.
Sebuah pilihan tepat. Bersama Celtic Forster berhasil meraih lima gelar juara dalam waktu empat tahun saja. Namun hal-hal yang lebih berharga ketimbang itu semua adalah pengalaman sebagai penjaga gawang utama dari klub yang rutin meraih gelar juara. Sebuah tempaan mental yang sangat penting untuk seorang penjaga gawang yang menginginkan posisi utama di tim nasional di negara asal sepakbola.
Satu pertandingan yang paling baik untuk menempa mental dan memberi Forster peluang untuk membuktikan diri, boleh dibilang, terjadi pada 7 November 2012.
Hari itu Forster membuat dunia menyadari kehadirannya (Forster pertama kali dipanggil ke tim nasional pada 4 Oktober di tahun yang sama, namun statusnya kala itu hanya pemain cadangan yang tidak turun bermain).

Malam itu Celtic berhasil meraih kemenangan 2-1 atas Barcelona. Sebuah kemenangan besar karena tim tamu benar-benar menunjukkan superioritas mereka, yang terlihat begitu nyata hingga ke statistik pertandingan.
Persentase penguasaan bola milik Celtic hanya 27%, kontras jika dibandingkan dengan 73% milik Barcelona. Ketimpangan yang sama nampak pada jumlah tembakan tepat sasaran: sepanjang 90 menit, Celtic hanya empat kali memaksa Victor Valdes bekerja keras.
Forster sendiri dipaksa berjibaku hingga 14 kali.
Gol-gol kemenangan Celtic malam itu memang dicetak oleh Vincent Enyeama dan Tony Watt, namun tentunya nama Forster pantas dikedepankan. Adalah Forster yang menamankan rasa frustrasi dalam diri para pemain Barcelona, lewat penampilannya yang layak disebut luar biasa.
Melawan Joe Hart di Hari Penentuan
Penampilan gemilang di pertandingan melawan Barcelona telah lama berlalu. Begitu pula adanya tentang urusan Forster dengan Newcastle dan persaingannya melawan Krul. Pertarungan yang masih pantas ia beri perhatian adalah persaingan untuk menjadi penjaga gawang nomor satu di tim nasional Inggris, melawan Joe Hart.
Setiap kali Hart tampil buruk bersama tim nasional Inggris, nama Forster muncul ke permukaan. Namun absennya restu dari Roy Hodgson membuat suara-suara dukungan terhadap Forster berlalu begitu saja.
Selalu dan selalu saja kondisi tersebut terulang.
Perlahan-lahan, fajar baru mulai menerangi kehidupan Forster. Kepindahannya ke Southampton membuatnya memiliki peluang untuk membuktikan diri walaupun ia harus merelakan kesempatan bermain di kancah Eropa. Dan sejauh ini, ia berhasil dengan baik memanfaatkan semua kesempatan yang ia miliki.

Hanya tinggal menunggu waktu hingga akhirnya Hodgson memberi restu. Namun Forster bisa saja mempercepat terjadinya hal itu.
Tak ada cara yang lebih tepat bagi Forster untuk mengirimkan pesan kepada Hodgson selain dengan tampil gemilang di pertandingan melawan City hari ini; saat berada di satu lapangan yang sama dengan Hart, melawan City yang secara langsung menjadi pesaing karena berada dua poin di belakang Southampton.
Lebih baik lagi jika ia berhasil meningkatkan kualitas distribusi bola – yang pada akhirnya akan membantu skema serangan Southampton untuk mencetak gol, menang, dan menjauhkan diri dari kejaran City – sembari (setidaknya) mempertahankan kualitas shot-stopping yang telah ia tunjukkan sampai sejauh ini.
Forster memiliki semua yang ia butuhkan untuk menggapai impian. Berhasil atau tidaknya, semua tergantung kepada dirinya sendiri. Seperti pertandingan melawan Barcelona yang membuatnya berhasil membuka mata dunia, duel langsung melawan Hart harus ia manfaatkan sebaik mungkin untuk menyadarkan Hodgson tentang kelayakannya menjadi England’s number one.
====
*ditulis oleh @panditfootball. Profil lihat di sini.
(roz/roz)