Cara-cara yang Tepat dalam Merekrut Pemain Muda

Cara-cara yang Tepat dalam Merekrut Pemain Muda

- Sepakbola
Selasa, 27 Jan 2015 08:00 WIB
Getty Images/Denis Doyle
Jakarta - Wonderkid, istilah keren untuk para pemain muda berbakat, banyak yang awalnya meroket untuk kemudian tiba-tiba menghilang bak ditelan bumi. Lalu kapan waktunya dan seperti apa caranya, yang tepat merekrut para calon superstar itu?

Sepakbola bukanlah olahraga utama Amerika Serikat. Namun mereka pernah menjadi tuan rumah Piala Dunia. Tak hanya itu, AS juga pernah memiliki seorang pemain ajaib berusia 14 tahun, namanya Freddy Adu. Di usia semuda itu, Adu sudah mendapatkan pengakuan sebagai The Next Pele. Adu juga disebut sebagai The Next Maradona.

Tak tanggung-tanggung, pengakuan tersebut juga Adu dapatkan dari Pele sendiri. Legenda bernama lengkap Edson Arantes do Nascimento tersebut yakin bahwa Adu dapat mengikuti jejaknya. Ketika pada akhirnya Adu terbukti gagal memenuhi ekspektasi, Pele hanya berkata bahwa hal tersebut dapat terjadi kepada banyak pemain.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Nasib Adu, bagaimanapun, masih terhitung baik. Ia masih aktif bermain. Bandingkan peruntungan Adu dengan apa yang terjadi kepada Philip Osondu dari Nigeria, William de Oliveira (Brasil), Nii Lamptey (Ghana), James Will (Skotlandia), dan Mohammed al-Khatiri (Oman). Anda mungkin bertanya-tanya siapa mereka.

Tak perlu berkecil hati jika Anda tidak mengenal salah satu atau semua nama itu. Karena mereka, sekarang ini, bukan siapa-siapa di dunia sepakbola. Jangankan menjadi bintang. Masih bermain seperti Adu pun mereka tidak. Padahal, semua nama yang disebutkan tersebut adalah peraih bola emas di Piala Dunia U-17.

Mengapa mereka, para calon bintang dengan bakat besar, para calon bintang dengan modal banyak dukungan serta pengakuan nyata, tidak berhasil memenuhi ekspektasi? Mengapa James Will, penjaga gawang yang berhasil menjadi pemain terbaik Piala Dunia U-17, kini berkarier sebagai polisi? Mengapa ia menangkap pelaku kejahatan dan menjaga keamanan daerahnya, bukan menangkap bola dan menjaga gawang?

Ekspektasi berlebihan adalah jawabannya. Potensi mereka sebenarnya tidak besar. Hanya saja masyarakat melihatnya demikian. Dan ketika pada akhirnya harapan mereka tidak terpenuhi, para pemain lah yang disebut tidak mampu memenuhi ekspektasi.

Kualitas permainan seorang remaja tidak dapat dengan baik menggambarkan kualitas permainan yang akan ia miliki di puncak karirnya. Simon Kuper dan Stefan Szymanski, lewat buku karangan keduanya yang diberi judul Soccernomics, mengingatkan kita semua bahwa hanya sedikit dari para pemain bintang kelas dunia yang mencapai puncak sebelum berusia 18 tahun.

Tiga contoh yang diberikan oleh Kuper dan Szymanski adalah Pele, Maradona, dan Wayne Rooney. Kebanyakan pemain sepakbola bergerak mendekati puncak seiring dengan pergerakan menuju kedewasaan. Karenanya, bukan hal yang tepat menilai potensi seorang pemain ketika pemain tersebut belum dewasa.



Dalam buku yang sama, Kuper dan Szymanski juga bercerita mengenai Billy Beane, seorang jenius dalam hal perekrutan pemain, yang menjabat posisi general manager tim bisbol asal California, Amerika Serikat, Oakland Athletics. Beane mengubah tim miskin menjadi tim berprestasi dengan keputusan perekrutan pemain yang tepat.

Waktu paling tepat untuk merekrut pemain, menurut Beane, adalah setelah mereka berada di perguruan tinggi. Setelah berada di perguruan tinggi, Anda dapat menilai akan menjadi sebagus apa mereka, karena cara mereka bermain di usia tersebut dengan sendirinya memberi banyak informasi kepada penilai.

Dan para pemain yang berada di awal usia 20-an adalah para pemain yang cukup tua untuk terbentuk sepenuhnya sekaligus terlalu muda untuk berharga mahal. Mereka menawarkan kemungkinan kesalahan penilaian yang lebih kecil. Di saat yang bersamaan, jasa mereka tidak terlalu mahal untuk ditebus.

Dalam sepakbola, pelaku praktik ini adalah Olympique Lyon. Kesebelasan peraih gelar juara Ligue 1 tujuh musim beruntun ini nyaris tidak pernah mengeluarkan dana besar untuk pemain matang. Namun mereka juga tak sembarangan merekrut pemain muda. Para pemain yang didatangkan Lyon adalah pemuda berusia 21 atau 22 tahun. Dan statusnya haruslah bukan bintang.

Lyon dan Oakland Athletics tidak tertarik membeli bintang. Karena pemain dengan nama besar, semuda apapun ia, pasti menginginkan gaji besar. Baik Lyon maupun Oakland Athletics sama-sama membeli pemain yang mereka butuhkan karena kualitas permainan, bukan citra di masyarakat.

Sama dengan kualitas pemain, kualitas kesebelasan usia muda pun tidak bisa menjadi patokan mengenai sebagus apa mereka kedepannya. Di antara kesebelasan lain dalam kelompok usia yang sama. tim nasional Nigeria U-17 adalah yang terbaik di dunia. Tujuh kali Nigeria U-17 tampil di partai final Piala Dunia. Empat di antaranya mereka akhiri sebagai pemenang. Di level senior, prestasi terbaik Nigeria di Piala Dunia hanyalah babak 16 besar.

Penilaian mengenai kualitas sebuah kesebelasan sama seperti penilaian terhadap pemain; semakin tua rataan usia sebuah kesebelasan, semakin tepat juga penilaian tentang mereka. Argentina dan Brasil, negara peraih enam dan lima gelar juara Piala Dunia U-20, juga memiliki tim nasional senior yang boleh dibilang mengerikan. Dalam setiap gelaran Piala Dunia, keduanya nyaris selalu menjadi unggulan.

Piala Dunia U-20, yang secara kelompok usia jelas lebih tua dari U-17, menawarkan gambaran kualitas yang lebih tepat ketimbang Piala Dunia yang lebih muda. Jika urusannya hanyalah penilaian yang tepat, bukanlah sebuah kesalahan jika kesebelasan manapun memprioritaskan pemain yang lebih matang. Namun dalam urusan perekrutan pemain, kualitas bukan satu-satunya pertimbangan.

Karena dana yang dimiliki untuk merekrut pemain pasti terbatas, maka mahar yang harus ditebus menjadi pertimbangan. Dan semakin dekat sang pemain dengan usia matang, semakin mahal harga jualnya. Karenanya, mencontoh Lyon dan Oakland Athletics bukanlah sesuatu yang haram untuk dicoba.

Sepenuhnya menyalahkan ekspektasi masyarakat, bagaimanapun, tidaklah tepat. Bisa saja cerita kegagalan seorang pemain muda juga terlahir karena ia memang tidak mampu mengembangkan diri dengan baik. Bukan semata salah penilaian saja. Lagipula pemain muda manapun memiliki tanggung jawab langsung terhadap perkembangan permainan mereka sendiri. Namun karena mereka masih muda, wajar jika mereka tidak tahu apa-apa.

Pelatih yang tepat, karenanya, penting dalam perkembangan pemain muda. Manajer Arsenal, Arsène Wenger, adalah salah satu yang terbaik dalam urusan ini. Ia memahami apa yang boleh dan tidak boleh diberikan kepada pemain muda. Terlalu banyak memberi kesempatan bermain adalah sebuah kesalahan.

"Salah satu masalah ketika membangun sebuah kesebelasan muda adalah Anda harus bersabar mengetahui bahwa mereka [para pemain muda] tidak sabar. Itu adalah hal sulit dalam perkembangan kesebelasan muda karena semua orang ingin bermain," ujarnya pada tahun 2009 lalu. Belum lama ini, Wenger mengakui bahwa dirinya terlalu banyak memberi kesempatan bermain kepada Calum Chambers.

Selain terlalu banyak kesempatan bermain, eksploitasi media dan terlalu besarnya tekanan dari dunia luar juga bukanlah sesuatu yang disetujui Wenger. Oleh media-media di negaranya, Jack Wilshere banyak disanjung sebagai pemain muda paling berbakat sepanjang sejarah Inggris. Perlakuan ini sebisa mungkin dijauhkan oleh Wenger.



Dalam banyak kesempatan Wenger nyaris selalu menghindari perbincangan mengenai Wilshere, terutama jika isi perbincangan adalah pujian. Berkali-kali pula juga Wenger berkata "kita tidak boleh lupa bahwa ia masih muda", setiap kali media menyerang Wilshere atau pemain muda Arsenal lainnya.

Selain harus didatangkan di saat yang tepat, pemain muda harus dikembangkan dengan cara yang tepat. Jika tidak, niatan berhemat dan berinvestasi malah akan membuat kesebelasan yang bersangkutan merugi.

Foto Cover: Martin Odegaard, wonderkid Norwegia yang jadi buah bibir usai direkrut Real Madrid dengan banderol 3 juta euro dan kabarnya mendapat gaji 80 ribu euro per pekannya (Getty Images/Denis Doyle)

===
Penulis adalah salah satu anggota redaksi @PanditFootball dengan akun twitter: @nurshiddiq

(mrp/mfi)

Hide Ads