Old Trafford sudah lama berdiri megah di salah satu sudut di Kota Manchester. Setiap pertandingan bisa melibatkan lebih dari 75.000 orang, termasuk pemain dan penonton, atas nama Manchester United: kesebelasan paling dominan dan paling populer di dunia.
Bagi Anda yang beruntung yang sudah pernah mengunjungi stadion sakral tersebut, ada salah satu sudut di stadion di mana tribun timur dan tribun selatan bertemu. Pada dinding melengkung tersebut terdapat sebuah jam, dengan tanggal yang permanen selalu menunjukkan “6 Februari 1958”.
Mengutip International Herald Tribune, itu adalah hari ketika waktu tiba-tiba berhenti untuk Manchester United. Meninggalnya delapan pemain dan tiga staf klub di hari terjadinya kecelakan pesawat di Munich, digambarkan sebagai “hari paling kelam sepanjang sejarah sepakbola” oleh surat kabar The Times.

Busby Babes generasi pertama
Saat itu United memiliki usia rata-rata di skuat yang hanya berusia 21 tahun. Saat itu mereka merebut gelar liga di tahun 1956. Semua pembicaraan di sepakbola Inggris saat itu adalah seputar bahwa 1957/1958 adalah musim ketika Busby Babes “bisa menjadi generasi terbesar sepanjang masa”, bukan hanya untuk United, tapi juga untuk tim nasional Inggris.
Kesebelasan ini melibatkan nama-nama besar seperti Bobby Charlton, yang kemudian bermain lebih dari 100 pertandingan untuk timnas Inggris dan menjadi pemain dengan catatan pencetak gol terbanyak untuk negaranya tersebut.
Nama yang tidak kalah ketinggalan tenar saat itu adalah Duncan Edwards. Edwards sudah “diciduk” oleh Busby pada usia 12 tahun dan melakukan debutnya pada usia 16 tahun. Ia mendapatkan panggilan ke timnas Inggris hanya beberapa bulan setelah berulang tahun ke-18.
“Dalam karakter dan semangat Duncan Edwards saya melihat kebangkitan rohani sejati sepakbola Inggris,” kata pelatih Inggris saat itu, Walter Winterbottom.
Charlton dan Edwards sama-sama membawa United meraih berbagai macam kesuksesan di domestik. Tapi mimpi Busby adalah untuk memenangkan Piala Eropa (setara dengan Liga Champions pada masa tersebut).
Mimpi besar Busby ini diinspirasi oleh Real Madrid, klub yang saat itu dikenal sebagai kekuatan yang dominan di Eropa. Busby adalah seorang visioner, ia tahu bahwa United butuh Piala Eropa untuk menciptakan gengsi dan “status legenda” selevel Madrid.
Pada saat itu untuk masuk ke Piala Eropa sudah sangat sulit. Misalnya saja juara Liga Inggris 1955, Chelsea, telah dilarang berkompetisi di Piala Eropa oleh Football League, yang dianggap akan menjadi gangguan berarti bagi kompetisi domestik.
Kesalahan yang sama bahkan membuat Inggris “menolak” untuk berpartisipasi pada ajang Piala Dunia FIFA sebelum Perang Dunia II.
Mungkin menyadari kesalahan itu, ketua FA saat itu, Stanley Rous, mendukung Busby untuk berkompetisi di Piala Eropa. Namun sayang, saat itu mereka tersingkir oleh Real Madrid yang akhirnya bisa mempertahankan trofi.
Tapi gelar liga yang United menangkan di tahun 1957 memastikan sekali lagi tempat mereka di kompetisi Piala Eropa di musim berikutnya, 1957/58. Dominasi mereka di sepakbola Inggris menjamin posisi mereka sebagai salah satu favorit untuk menang.
Dalam perjalanan Piala Eropa mereka, Busby Babes akhirnya bisa sampai ke perempatfinal menghadapi wakil Yugoslavia, Red Star Belgrade. Juara Yugoslavia tersebut dikalahkan 2-1 di Old Trafford, dengan gol dari Charlton dan Eddie Colman.
Kemudian, pertandingan leg kedua dijadwalkan untuk dimainkan tiga minggu setelah itu di Belgrade. Saat itu fokus United mulai pecah.
Mimpi Piala Eropa
Pada Januari ke Februari 1958, United sedang mengejar pemimpin klasemen sementara, Wolverhampton Wanderers, dalam upaya mereka untuk memenangkan gelar liga ke tiga secara berturut-turut mereka. Jika mereka bisa melakukannya, prestasi tersebut akan menjadi yang pertama kali sepanjang sejarah, karena sebelumnya tidak ada klub yang bisa mencapainya setelah lebih dari 20 tahun. Jika itu jadi prioritas United, tragedi Munich mungkin bisa mereka hindari. Tapi sejarah berkata sebaliknya.
United menggunakan layanan maskapai penerbangan terjadwal untuk menghindari kelelahan perjalanan panjang melalui jalan darat, kereta api, atau laut. Akhirnya United mencarter sebuah pesawat melalui British European Airways dari Manchester ke Belgrade untuk leg kedua.
Sebelumnya, tidak ada yang tahu pada saat itu bahwa pertandingan United melawan Arsenal pada 1 Februari 1958 akan menjadi yang terakhir kalinya bagi mayoritas Busby Babes untuk mainkan di tanah Inggris. Saat itu United berhasil mencatat kemenangan 5-4.
Tak lama setelah itu, United melakukan tahap pertama dari perjalanan 2.000 mil mereka ke Eropa Timur. Setelah tiba di Belgrade, semuanya berjalan lancar, apalagi Busby Babes mampu bermain imbang 3-3. Hasil yang sudah cukup untuk membawa mereka ke semifinal.
British European Airways Flight 609 dijadwalkan untuk membawa penumpang yang kebanyakan sedang bergembira: pemain, ofisial tim, wartawan, suporter, dan beberapa orang lainnya; pulang dari Belgrade ke Manchester, dengan satu kali berhenti untuk transit sambil mengisi bahan bakar di Munich-Riem Airport di Jerman Barat.
Kronologis kecelakaan
Para pemain menghabiskan sekitar setengah jam di sebuah bangunan berdinding abu-abu yang dingin dengan kafe dan sebuah toko. Ketika panggilan datang untuk naik ke pesawat, tidak ada yang berlama-lama. Kapten James Thain dan Kenneth Rayment, pilot dan co-pilot, menyiapkan pesawat untuk lepas landas.
Tapi landasan pacu membat masalah fluktuasi pada kecepatan pesawat. Pesawat tidak berhasil mencapai kecepatan minimal untuk lepas landas. Sebenarnya itu adalah masalah yang cukup umum untuk pesawat kelas Airspeed Ambassador Elizabethan, tapi Thain dan Rayment meminta izin kepada menara kontrol untuk mulai lepas landas lagi.
Kesempatan lepas landas kedua ternyata menghasilkan masalah yang sama, dan pesawat kembali ke terminal untuk pemeriksaan mekanik. Kemungkinan menghabiskan malam di Munich kemudian dibahas serius oleh skuat. Edwards bahkan mengirim telegram kepada kekasihnya: “Semua penerbangan dibatalkan. Terbang besok. Duncan.”
Tapi pilot yakin upaya ketiga akan berhasil, para pemain yang jauh dari bersemangat untuk menghabiskan malam yang begitu jauh dari rumah, ditambah pertandingan dengan Wolves yang berpotensi menentukan gelar liga menanti mereka pada Sabtu sore.
Jadi, sekali lagi, pesawat mencoba untuk lepas landas. “Ketiga kalinya,” ingat Charlton. “Saya pikir semua orang mulai sedikit khawatir.”
Salju terus menghujani aspal landasan pacu Munich, dan lapisan lumpur menanti di ujung landasan. Ketika pilot siap untuk terbang, roda pesawat mengalami benturan, dan kecepatan pesawat menjadi kacau.
“Ada sedikit salju di landasan pacu dan pesawat tidak berhasil terbang ke udara,” kata Charlton. “Lalu saya melihat kami menabrak pagar perimeter.” Sayap kiri pesawat menghantam sebuah rumah di dekatnya dan robek.
Pukul 15:04, waktu seketika berhenti. Pesawat yang membawa skuat United jatuh dan hancur menjadi reruntuhan. 21 dari 44 orang di dalamnya tewas seketika.
“Saya bergegas keluar melalui lubang bergerigi dan berlari,” tulis bek tengah, Bill Foulkes, dalam otobiografinya, United in Triumph and Tragedy.
“Ketika saya melihat sekeliling, saya tidak percaya dengan mata saya sendiri. Pesawat itu terpotong setengah dan terlihat menjadi sekedar massa logam bergerigi. Mayat berserakan di lumpur di mana salju telah mencair.”

Harry Gregg, kiper United, mengingat keheningan: “Saya pikir saya sudah mati sampai saya merasakan darah mengalir di wajah saya,” katanya kepada The Times setahun kemudian. Gregg menyeret dirinya ke sebuah lubang di badan pesawat, dan dihadapkan dengan, “orang meninggal pertama yang saya lihat. Ia Bert Whalley, pelatih kepala, yang sudah mengembangkan semua pemain muda yang hebat.”
Gregg menendang lubang cukup besar untuk menarik dirinya keluar dari rongsokan: “Pada awalnya saya pikir saya adalah satu-satunya yang masih hidup. Di kejauhan saya melihat lima orang melarikan diri, mereka berteriak pada saya. Pada saat itu, kapten pesawat datang dari hidung pesawat dan membawa alat pemadam api kecil. Ketika dia melihat saya dia berteriak, ’Run, pesawat ini akan meledak’.”
“Tapi saya mulai mencari Jackie Blanchflower dan saya meneriakkan namanya. Blanchy dan saya sudah berteman sejak kami bermain bersama di sekolah di Irlandia pada saat kami berusia 14 tahun. Saya ingin menemukan dia.”
Pertama, ia menemukan Charlton dan Dennis Viollet, para pencetak gol United di Belgrade, yang terbaring tak sadarkan diri dan menyeret mereka keluar. Ia akhirnya menemukan Blanchflower, “Ketika saya menemukan Blanchy, bagian bawah lengan kanannya telah hampir sepenuhnya terputus. Itu mengerikan.”
Cedera Blanchflower akan memaksanya pensiun dari sepakbola. Rekan satu timnya, Johnny Berry, mengalami nasib yang sama; ia mengalami patah rahang, siku, pinggul, kaki, dan retak tengkorak. Tapi keduanya selamat. Begitu pula Viollet dan Charlton, yang terbangun di salju di mana Gregg telah menyeret mereka.
“Saya tidak mengerti bagaimana saya bisa sampai berada 50 meter dari pesawat, masih terikat di kursi saya, tanpa menderita apa-apa selain sebuah benturan pada saya kepala,” kata Charlton.
“Bagaimana bisa? Bagaimana saya bisa merasakan diri saya dan mengetahui bahwa saya baik-baik saja, benar-benar utuh, sementara teman-teman saya sudah mati? Saya berpikir tentang hal ini setiap hari dalam hidup saya.”
Tidak mengherankan. Tujuh pemain Manchester United terbaring mati di reruntuhan: Geoff Bent (berusia 25 tahun), Roger Byrne (kapten tim, 29), Eddie Colman (21), Mark Jones (24), David Pegg (22), Tommy Taylor (26), dan Billy Whelan (22). Tiga anggota staf tim; Walter Crickmer, Tom Curry, dan Bert Whalley; serta delapan wartawan dan dua penumpang lainnya juga kehilangan nyawa mereka.
Para korban dibawa ke rumah sakit melalui ambulans darurat. Rusuk Busby terlihat luka parah. “Saya ingat saya berlutut di samping Matt. Dia terus berkata, ‘(bagian) samping tubuh saya, (bagian) samping tubuh saya’ dalam sebuah erangan yang mengerikan,” tulis Foulkes.

Mayat korban yang meninggal diterbangkan pulang pada 7 Februari, dan berbaring semalaman di gym Old Trafford. Ribuan suporter berbaris di jalan-jalan Manchester untuk pemakaman, dan mengheningkan cipta selama dua menit dilaksanakan sebelum setiap pertandingan liga pada Sabtu berikutnya. Atau lebih tepatnya, setiap pertandingan liga kecuali satu pertandingan.
Meskipun Duncan Edwards yang sedang berbaring di rumah sakit di Munich sempat bertanya kepada orang-orang di sekitar tempat tidurnya, “Jam berapa kick-off melawan Wolves? Saya tidak ingin melewatkan pertandingan itu!”
Pertandingan United melawan Wolves yang dinantikan sebagai pertandingan penentuan gelar liga akhirnya dibatalkan.
===
* Akun twitter penulis: @dexglenniza dari Pandit Football Indonesia
(roz/a2s)