Depor yang Tak Lagi Super

Depor yang Tak Lagi Super

- Sepakbola
Rabu, 18 Feb 2015 11:50 WIB
Jakarta -


“Como me voy a olvidar que el Deportivo gano la liga…
como me voy a olvidar si es lo menjor que me paso en la vida”

Deportivo La Coruna pulang dengan tangan hampa saat bertandang ke kandang Real Madrid pada pekan ke-23 La Liga. Gol yang diciptakan Isco dan Karim Benzema dari kubu Madrid tak mampu dibalas satu gol pun oleh skuat asuhan Victor Fernandez.

Bagi para pemain Deportivo kini, kekalahan itu mungkin dipahami sebagai hal yang wajar. Jika melihat kualitas individu para pemainnya, tim asal kota di utara Spanyol bernama A Coruna ini jelas bukan apa-apanya dibandingkan para penggawa Los Galacticos. Lagipula, toh, kekalahan ini pun merupakan kekalahan ke-11 mereka di musim ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bahkan mungkin bagi kapten mereka sendiri, Manuel Pablo, kekalahan demi kekalahan ini seolah bukan hal yang aneh lagi bagi kesebelasan yang bermarkas di stadion Riazor tersebut. Padahal jika kita masuk ke dalam pikirannya, terdapat sebuah ingatan di mana Deportivo pernah mengalahkan Madrid di Santiago Bernabeu.

Ya, Pablo yang kini sudah berusia 39 tahun merupakan bagian dari skuat Deportivo yang mengalahkan Los Blancos di Bernabeu dengan skor 0-1. Madrid kala itu sudah dihuni oleh skuat bertabur pemain bintang. Zinedine Zidane, Walter Samuel, David Beckham, Luis Figo, Roberto Carlos, dan sang kapten Raul Gonzales menghuni susunan pemain El Real yang dikalahkan Depor pada pekan ke-6 musim 2004/2005.

Namun Deportivo saat itu pun sebenarnya bukan kesebelasan sembarangan. Setelah menjadi juara La Liga untuk pertama kalinya pada musim 1999/2000, dua musim berikutnya Depor sukses menjadi runner-up. Saat itu Deportivo memang tengah dalam masa jaya.

Julukan ‘Super Depor' pernah disematkan pada tim putih-biru ini sejak mengakhiri La Liga sebagai juara. Sayangnya keperkasaan Depor lambat laun memudar hingga pada akhirnya harus terdegradasi ke Segunda Division setelah 20 musim bertahan di La Liga.

Era Keemasan Deportivo

Sebagian dari kita mungkin memang sudah lupa bahwa Deportivo sejatinya pernah menjadi sebuah kesebelasan besar di Spanyol. Sebelum Atletico Madrid menyaingi Real Madrid dan Barcelona di La Liga saat ini, Deportivo adalah salah satu tim yang menakutkan bagi dua penguasa Liga Spanyol itu.



Selain menjadi juara dan runner-up pada periode 1999/2002, Depor pun menjadi juara Piala Super Spanyol pada tahun 2000 dan 2002.Bahkan pada 2002, Depor juga berhasil meraih trofi Copa Del Rey keduanya.

Trofi kedua Copa Del Rey itu pun diraih Deportivo dengan menjungkalkan Madrid pada partai puncak. Dua gol Depor yang diciptakan oleh Sergio Gonzalez dan Diego Tristan hanya mampu dibalas sebiji gol oleh Raul. Depor pun berpesta di Santiago Bernabeu.

Madrid memang cukup kesulitan mengalahkan Depor pada masa kejayaannya itu. Di Riazor, empat kali mereka pulang dengan tertunduk lesu. Bahkan pada musim 1998/1999, Madrid dihempaskan Depor dengan skor telak 4-0.



Barcelona pun tak luput dari ‘Super Depor’. Tercatat tiga kali Blaugrana berhasil ditumbangkan di stadion kebanggaan mereka, Camp Nou.

Tak hanya di Spanyol, Depor pun unjuk kehebatan di kompetisi Eropa. Prestasi terbaiknya di Eropa adalah dengan menjuarai Piala Intertoto UEFA 2008.

Di Liga Champions, meski raihan terbaik Depor hanya mencapai babak semifinal, Depor terkenal sebagai tim yang menciptakan kemenangan-kemenangan historis. Sejumlah kesebelasan top Eropa pun banyak yang telah menjadi korbannya.

Saat mencapai babak semifinal Liga Champions 2004, dua raksasa Italia ditumbangkan Depor. Pada babak 16 besar, dua leg kontra Juventus masing-masing berakhir dengan skor 1-0 untuk Depor. Sedangkan di perempatfinal, Milan dikalahkan dengan agregat 5-4.

Laga melawan Milan ini merupakan salah satu yang paling dikenang. Leg pertama di San Siro yang berakhir dengan skor 4-1 untuk kubu tuan rumah membuat banyak pihak memprediksi Milan akan melenggang ke babak semifinal. Namun yang terjadi di Riazor justru sebaliknya, gol yang diciptakan Walter Pandiani, Juan Valeron, Albert luque dan Fran Gonzalez membuat langkah Milan terhenti karena tak mampu mencetak satu pun gol.



Soal comeback, laga Milan bukan yang pertama. Pada musim 2000-2001, Paris Saint-Germain pun pernah dibuat tak berdaya di Riazor. Sempat unggul 3-0 hingga menit ke-55, Depor balik unggul menjadi 4-3 lewat hat-trick Pandiani dan satu gol Tristan.

Stadion Riazor kala itu memang cukup angker bagi banyak kesebelasan Eropa.Selain tim-tim di atas, Arsenal, Manchester United, Bayern Munich, dan Borussia Dortmund pun pernah menjadi korban keganasan Depor di stadion berkapasitas lebih dari 34 ribu penonton ini.

Kemunduran Deportivo

Kehebatan Depor perlahan mulai menghilang setelah mengakhiri musim 2004/2005 La Liga di urutan delapan klasemen. Dan orang yang patut paling disalahkan atas kemunduran ‘Super Depor’ ini adalah orang yang berhasil menciptakan ‘Super Depor’ itu sendiri, Cesar Augusto Lendoiro, sang presiden klub.

Lendoiro adalah orang yang berhasil mengantarkan Depor kembali ke La Liga setelah 18 musim berkutat di Segunda Division, bahkan Tercera Division (divisi tiga). Mengakusisi Depor pada 1988, hanya butuh tiga tahun bagi Lendoiro untuk mempromosikan Depor ke La Liga.

Lendoiro yang lahir pada 6 Juni 1945 ini memang berbeda dengan para presiden Depor sebelumnya. Jika presiden lain lebih mementingkan keseimbangan sisi finansial atau peningkatan infrastruktur sehingga lebih dominan menggunakan talenta lokal, Lendoiro lebih memilih untuk mendatangkan pemain ‘asing’.

Saat pertama kali promosi ke La Liga, tujuh pemain anyar menjadi bagian dari skuat Depor. Jumlah pemain baru ini merupakan jumlah pemain baru terbanyak karena sebelumnya selalu mendatangkan kurang dari tiga pemain baru.

Di La Liga, pembelian-pembelian yang dilakukan Lendoiro pun lebih agresif. Pembelian Bebeto dan Mauro Silva di awal musim 1992/1993 langsung menebar ancaman bagi kandidat juara La Liga dengan menjadi peringkat ketiga, di musim keduanya kembali ke La Liga, yang kemudian dua kali berturut-turut menjadi runner-up dan menjuarai Copa Del Rey yang pertama pada 1994/1995.

Depor kemudian semakin kuat kala Lendoiro menunjuk Javier Irureta pada 1998/1999. Juru taktik asal Spanyol ini pernah mengantarkan Atletico dan Athletic Bilbao meraih trofi di kompetisi Eropa pada 70-an.

Irureta dengan segala pengalamaniya diberikan keleluasan dalam memilih pemain. Lendoiro selalu siap mengeluarkan uang dari sakunya untuk mendapatkan pemain yang diinginkan Irureta. Bahkan Lendoiro berani menyaingi (dan mengalahkan) Madrid saat Irureta menginginkan Tristan dari Mallorca.

Saat meraih trofi La Liga pertama, dan satu-satunya, Lendoiro memecahkan rekor transfer Depor, rekor transfernya sendiri. Jika pada musim sebelumnya hanya menghabiskan lebih dari 25 juta poundsterling untuk lebih dari 11 pemain, untuk menjadi juara Lendoiro menghabiskan lebih dari 40 juta pounds untuk 10 pemain, dengan Tristan yang dibanderol 15 juta pounds sebagai yang termahal.

Berada di puncak membuat Lendoiro semakin gemar mendatangkan pemain dengan nilai transfer yang cukup mahal. Dua musim berikutnya, total 65 juta pounds dikeluarkan Depor hanya untuk sekitar 10 pemain. Tak heran, Depor yang telah memiliki fondasi kuat semakin memiliki skuat yang hebat.

Namun Lendoiro tak selamanya memiliki uang. Dan kelemahan Lendoiro adalah tak pandai mengatur keuangannya. Maka ketika sang presiden mulai membutuhkan uang menghidupi Deportivo, di mana gaji pemain mahal semakin membengkak, ia pun kehabisan akal.

“Kesalahan saya adalah tak menjual para pemain ketika saya mampu,” ujar Lendoiro mengutip dari TheseFootballTimes pada 2009. Ya, kesalahan lain yang dilakukan Lendoiro adalah ia terlalu bersikukuh mempertahankan para pemain andalannya meski telah memiliki pemain baru yang lebih bisa diandalkan.

Misalnya saja ketika ia memiliki Aldo Duscher, Djalminha, Fran, Sergio, dan Mario Silva di saat bersamaan. Para pemain tersebut merupakan andalan Irureta yang menempati posisi gelandang bertahan. Karena tak rela melepasnya ke tim lain meski ada yang meminati, akhirnya para pemain tersebut terus dipertahankan.

Kelima pemain ini pun akhirnya dilepas dengan status free transfer atau pensiun. Padahal para pemain ini didatangkan dengan nilai transfer yang cukup mahal, Sergio misalnya yang mencapai 15 juta pounds.

Dengan satu per satu pemain pergi atau pensiun dan Lendoiro tak lagi jor-joran, Irureta pun memutuskan tak memperpanjang kontraknya yang habis pada akhir musim 2004/2005, atau semusim setelah mencapai babak semifinal Liga Champions.

Depor pun mengalami kemunduran secara perlahan-lahan. Setelah berhasil meraih posisi ketiga pada musim 2003/2004, satu musim sebelum Irureta hengkang, Depor terlempar dari papan atas La Liga. Hanya peringkat ketujuh yang merupakan prestasi terbaik Depor pasca kemunduran ini. Sementara itu, Real Madrid dan Barcelona pun kembali tak terhentikan.

Puncaknya adalah kala terdegradasi pada 2010/2011. ‘Super Depor’ yang hanya menyisakan Juan Valeron dan Manuel Pablo, tak sanggup bertahan di La Liga dan harus puas finis di peringkat 18. Depor pun terdegradasi setelah bertahan 20 musim di La Liga.

Depor pun kembali menjalani kehidupan sebagai kesebelasan kecil. Setelah berhasil kembali promosi pada musim berikutnya, mereka terdegradasi lagi di akhir musim 2012/2013, dan juga ditinggal Valeron yang kembali ke klub yang membesarkannya, Las Palmas.

Musim ini Deportivo kembali hadir sebagai tim promosi. Lendoiro pun melepaskan jabatannya sebagai presiden Depor dan berharap presiden Depor yang baru bisa kembali menjadi ‘Super Depor’ seperti sedia kala.

“Tentu saja, dalam beberapa tahun terakhir, kami melakukan banyak kesalahan.Kami tak memungkirinya,” tukas Lendoiro pada pengunduran dirinya tahun lalu. “Dan untuk mereka [pendukung Deportivo], kami memohon maaf. Tapi kami pun telah melakukan segalanya dan segala sesuatu yang kami lakukan adalah untuk menerbangkan Deportivo terbang setinggi mungkin.”

Mengarungi musim 2014/2015, Depor sempat tertatih di papan bawah sebelum kini berada di papan tengah La Liga hingga pekan ke-23. Kekalahan atas Real Madrid pekan lalu pun menyadarkan Pablo, kepingan terakhir ‘Super Depor’, bahwa Depor sudah bukan lagi Deportivo pada awal 2000an. Depor sudah tak lagi super.

Meskipun begitu, Riazor Blues –sebutan untuk pendukung Deportivo – menjadikan ‘Super Depor’ sebagai kenangan manis yang tak mungkin mereka lupakan.

Maka ketika Stadion Riazor bergemuruh, mereka takkan luputuntuk mengumandangkan nyanyian, “Como me voy a olvidar que el Deportivo gano la liga… como me voy a olvidar si es lo menjor que me paso en la vida”. ”Bagaimana bisa aku lupa, Deportivo pernah menjuarai La Liga… Bagaimana bisa aku lupa, itu adalah hal terbaik yang pernah terjadi dalam hidup saya”.


===
* Penulis anggota redaksi @PanditFootball dengan akun twitter: @ardynshufi

(a2s/krs)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads