Mengacaukan Pesta Penobatan Louis van Gaal

Mengacaukan Pesta Penobatan Louis van Gaal

- Sepakbola
Senin, 18 Agu 2014 14:53 WIB
Getty Images/Alex Livesey
Jakarta - Apa yang terjadi di Old Trafford hari Sabtu kemarin sebenarnya sederhana. Para pemain Swansea lupa membaca skrip bahwa pertandingan tersebut harusnya menjadi upacara penobatan Louis van Gaal sebagai juruselamat Manchester United dan mengacaukan susunan acara yang sudah dirangkai oleh jutaan fans United di seluruh dunia.

Entah bagaimana manajer Swansea, Garry Monk menyemangati para pemainnya sebelum pertandingan ketika prediksi semua orang mengatakan bahwa The Swans akan dipanggang oleh 'Setan Merah'. Mungkin Monk menempel poster raksasa wajah seorang manajer Skotlanda berambut jahe di ruang ganti dan berteriak kepada Wilfried Bony dan kawan-kawan, "Jangan percaya apa yang ditulis media, bagi kita, manajer United hari ini masih David Moyes!"

"Nobody said it was easy", begitu senandung lirih Chris Martin di lagu The Scientist. Memang seharusnya tidak ada yang berharap bahwa Van Gaal akan seketika mengubah air menjadi anggur di awal-awal kepemimpinannya di United.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

'Sang Tulip Besi' mencoba untuk merevolusi taktik dan strategi United, termasuk dengan memperkenalkan formasi 3-5-2 yang bagaikan alien bagi para pemain United, namun terlihat sukses di pra-musim. Namun permainan United, terutama dari aspek miskinnya kreasi serangan dan penciptaan peluang di babak kedua, mengingatkan kita pada masa kelam musim lalu. Ketika Van Gaal memasukkan Marouane Fellaini untuk menggantikan Ander Herrera di babak kedua, ini hampir terlihat seperti Tribute to David Moyes.

Perbandingan dengan Moyes telah menjadi klise, tapi ini adalah hal yang wajar karena musim lalu United mencapai titik nadir, sebuah Palung Mariana yang keberadaannya tak diketahui oleh klub tersebut dalam era Premier League. Mencemaskan untuk melihat bahwa United sedang mengulangi kesalahan yang sama musim ini terlebih dalam hal belanja pemain.

Musim lalu manajemen United di bawah Ed Woodward tidak berbuat banyak untuk membantu Moyes untuk mendatangkan pemain dan terpaksa membeli Fellaini dengan harga kepepet. Belum ada pemain baru yang dibeli United pada musim ini. Herrera dan Luke Shaw, yang transfernya dari Southampton membuat dirinya menjadi pesaing Justin Bieber dalam daftar remaja terkaya di dunia, adalah 2 pemain yang proses pembeliannya sudah dimulai dari musim lalu. Dua pemain ini sudah dikantungi United sebelum Van Gaal menjadi manajer United.



Van Gaal mengatakan kepada media bahwa alasan dirinya belum membeli pemain adalah karena ia masih ingin menilai dulu kemampuan skuat yang dimilikinya sebelum menambah amunisi. Ini persis dengan apa yang dikatakan Moyes musim lalu. Tapi bedanya, usai kekalahan dari Swansea, Van Gaal langsung mengakui bahwa skuat United dihuni banyak pemain medioker yang bahkan tak terlihat bagus di game Football Manager.

Hasil memprihatinkan melawan Swansea bisa menjadi blessing in disguise bagi United karena mereka jika menang, besar kemungkinan United mendapat ilusi bahwa skuat mereka baik-baik saja. Ini adalah saatnya bagi United untuk belanja dan Ed Woodward harus memberikan kesempatan kepada Van Gaal untuk memboyong pemain yang ia butuhkan.

Adalah sebuah kejahatan besar membiarkan klub yang beraspirasi kembali masuk ke jajaran elit sepak bola Inggris seperti United untuk memulai musim dengan hanya 2 bek tengah yang fit. Cederanya Jonny Evans meninggalkan Chris Smalling dan Phil Jones sebagai sepasang bek sentral yang bugar bagi United. Secara numerikal bahkan ini tidak masuk akal karena Van Gaal selalu ingin bermain dengan 3 bek di setiap pertandingan.

Tyler Blackett, yang diturunkan oleh Van Gaal sebagai starter hari Sabtu kemarin, tidak mengecewakan. Tapi mudah memang untuk menyalahkan keputusan menurunkan bek berusia belia usai menderita kekalahan. Jika United menang kemarin, sekarang kita semua sedang memuji-muji talenta besar Blackett dan keberanian Van Gaal memainkannya.

Van Gaal merombak strategi 3-5-2 menjadi 4-4-2 di babak kedua karena terlihat bagaimana kedua sisi sayap United sering terekspos. Bisa saja ini masalah kebiasaan semata karena memang di pra-musim beberapa 3 bek United masih canggung untuk berkoordinasi dengan wing-back untuk mengawal sisi sayap. Tapi saat musim liga sudah mulai, kesalahan-kesalahan seperti ini bisa berakibat fatal.

Yang mengecewakan tentu saja adalah Ashley Young. Di pra-musim, Young bermain kesetanan yang membuat posisinya aman dari daftar jual pemain. Kita memberi kredit kepada Van Gaal yang sukses membuat Young terlihat seperti pemain sepak bola sungguhan. Tapi pada partai melawan Swansea kemarin, Ashley Young kembali ke wujudnya yang lama sebagai pemain yang tidak efektif. Mengapa? Barangkali karena ia kembali teringat bahwa ia adalah Ashley Young.

Lambatnya pergerakan United dalam membeli pemain berbanding terbalik dengan kebutuhan mereka yang mendesak untuk tenaga baru di lini tengah. Seberapa canggungnya pun 3 bek sentral United, mereka tak akan tereksploitasi sedemikian parah jika ada seorang holding midfielder yang bermain untuk memproteksi mereka. Herrera bukanlah seorang holding midfielder, demikian juga Darren Fletcher. Cukup mengherankan menilik bagaimana dari semua pemain yang dirumorkan diminati United, tak ada seorang pun gelandang bertahan di sana.

Kisah terbesar drama transfer United musim ini adalah soal Arturo Vidal yang tak kunjung dilepas oleh Juventus, meski, jika kita mempercayai berita tabloid, ia sudah menjual rumahnya di Turin. Saya mendapatkan informasi dari sumber terpercaya (yang saya tak bisa sebutkan namanya, tapi yakinlah, bukan akun Twitter anonim), bahwa Vidal hampir pasti datang ke Manchester.

Jika ini benar, maka satu-satunya alasan Vidal belum juga datang ke Old Trafford adalah karena United belum bisa memberikan angka yang memuaskan hati Juventus. Siapakah yang bertanggungjawab melakukan negosiasi? Ed Woodward. Kita melihat bagaimana gelandang kelas satu Eropa seperti Cesc Fabregas dan Toni Kroos berpindah klub musim ini dengan harga yang relatif murah. Para fans United bisa dimaafkan jika mereka mulai bertanya sebenarnya Ed Woodward ini kompeten atau tidak dalam menjalankan tugasnya.

Apa pun hasil Van Gaal di akhir musim nanti, posisinya jauh lebih aman daripada pendahulunya. Tak akan ada yang mempertanyakan reputasi dan prestasi Van Gaal seperti yang diderita oleh Moyes. Jika United tak menambah pemain secara signifikan, jika United musim ini gagal juga, maka jari akan diarahkan kepada manajemen klub dan bukan Van Gaal. Manajer sehebat apa pun tak akan bisa berprestasi jika kualitasnya timnya tak cukup bagus, seperti halnya Michael Schumacher yang tak akan jadi juara dunia F1 jika mengendarai Minardi.

Mereka yang beriman kepada Manchester United percaya bahwa musim lalu hanyalah sebuah anomali. Sebuah Komet Halley prestasi yang hanya terjadi sekali dalam puluhan tahun. Musim lalu mereka adalah tim medioker, namun mereka percaya status tersebut hanya temporer. PR terbesar Manchester United adalah memberikan Van Gaal modal yang cukup untuk kembali ke papan atas. Sekali lagi finis di papan tengah dan United bisa mulai dicap sebagai klub medioker permanen.

====

* Penulis adalah satiris dan penulis sepakbola, presenter BeIn Sports Indonesia. Bisa dihubungi melalui akun twitter @pangeransiahaan

(roz/krs)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads