Kenangan Zulkarnain Lubis si 'Maradona Indonesia' di Asian Games 1986

Menuju Asian Games 2014

Kenangan Zulkarnain Lubis si 'Maradona Indonesia' di Asian Games 1986

- Sepakbola
Rabu, 10 Sep 2014 17:37 WIB
Jakarta - Setiap kali Asian Games bergulir kenangan Zulkarnain Lubis berlari kepada gelaran serupa tahun 1986. Sedikit lupa detil keseharian di tim nasional, tapi dia masih saja gemas saat dipaksa pulang tanpa medali apapun.

Usia Zulkarnain tak lagi muda. Pria kelahiran Binjai, Sumatera Utara itu genap berusia 56 tahun. Tapi, pria yang pernah menjadi pilar tim nasional tersebut masih trengginas.

Kini, dia sedang sibuk-sibuknya mendampingi tim sepakbola putri Jawa Barat dalam Kejuaraan Nasional di Jakarta. "Saya senang bisa kembali dekat-dekat dengan sepakbola. Sudah tahu kan masa lalu saya," ucap Zulkarnain saat dihubungi detikSport.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bapak tiga anak itu pun tak segan berbagi kisah di masa-masa suram. Saat dia harus berdagang nasi goreng untuk memenuhi kebutuhan hidup. Juga tentang pertemuan dia dengan mantan pemain sepakbola, Ronny Pattinasarani. Hingga kemudian mendapatkan kesempatan kembali bergelut dengan kulit bundar dan lapangan hijau sebagai pemandu bakat dalam kompetisi PSSI U-15.

Ya, sepakbola sudah kadung menjadi bagian dalam hidupnya. Pernah mendapatkan julukan Maradona Indonesia, dia adalah seorang gelandang yang mempunyai akurasi sangat baik.

Namanya masuk dalam jajaran timnas pada masa 1982-1987. Di antara masa-masa itu, Zulkarnain ikut serta dalam tim nasional yang tampil di Asian Games 1986 di Seoul, Korea Selatan.

"Saya sedikit lupa kalau diminta bercerita detil," ucap Zulkarnain membuka percakapan.

"Tapi setiap kali Asian Games mau dimulai, saya selalu punya harapan, timnas kita bisa meraih medali. Tapi perkembangan negara lain dan melihat kondisi sepakbola kita, tampaknya sulit untuk mewujudkannya.

"Rasanya cukup menggelikan ada patokan target lolos babak penyisihan grup. Itu bukan target tapi keharusan. Target itu ya medali," kata pria yang punya hobi memancing itu.

Zulkarnain pun mencoba mengingat-ingat situasi dalam tim kala tampil di Seoul, Korea Selatan 28 tahun silam. Di jaman itu, dia sudah terbiasa berkeliling ke negara-negara lain untuk mengikuti kejuaraan. Tak cuma antarnegara tapi juga antarklub. Zulkarnain menjadi salah satu pemain Krama Yudha Tiga Berlian yang meraih peringkat ketiga di Liga Champions Asia 1985/1986. Di ajang itu pula, Zulkarnain kemudian dijuluki Maradona Indonesia oleh media. Torehan itu baru terulang lagi tahun ini oleh Persipura Jayapura. Jadi, tampil di Asia bukan lagi hal yang asing. Menurut dia, ada satu kunci yang dipegang dia dan rekan-rekannya sejak persiapan hingga mencapai babak semfiinal.

"Kami semua mempunyai respek yang tinggi kepada Pak Bertje (Matulapelwa). Dia sosok yang mengayomi baik di luar ataupun di tengah lapangan. Dia piawai sekali membangun kekompakan tim," jelas pria yang juga pernah memperkuat PSMS Medan dan Mercu Buana Medan.

Kalimat yang mungkin akan dicemooh oleh orang yang mengenal Zulkarnain di masa muda. Ya, dia tak melulu jadi sorotan karena penampilan yang oke memang, Zulkarnain juga dikenal indisipliner. Tapi Zulkarnain, tak mencoba menyunting pendapatnya--seperti saat dia dengan terbuka menceritakan periode suram dalam hidupnya--, bagaimana bangganya membela timnas dengan kostum Merah Putih.

"Setiap menjelang pertandingan, kami selalu tanamkan dalam diri kami: malu kalau sampai kalah," ucap dia.

Kala itu timnas tergabung dalam Grup C bersama dengan Saudi Arabia, Qatar, dan Malaysia. Di laga perdana pasukan 'Garuda' imbang 1-1 menghadapi Qatar. Kemudian kalah dari Saudai Arabia 0-2 dan unggul 1-0 dari Malaysia. Indonesia pun lolos ke babak knock out sebagai runner-up grup.

Nah, di babak perempatfinal Indonesia imbang 2-2 dari Uni Emirat Arab di waktu normal. Ponirin Meka dkk. bisa melewati babak delapan besar itu dengan unggul lewat adu penalti 3-2.

Di semifinal, mereka ditantang Korea Selatan. Indonesia tumbang 0-4. Perebutan tempat ketiga juga sulit untuk dimenangkan, timnas digebuk Kuwait 0-5. Indonesia pun pulang dengan tangan hampa.

"Dulu selain pengurus punya target, para pemain juga menetapkan target itu di dada dalam-dalam. Sekarang ini, saya perhatikan pemain yang masuk ke timnas belum benar-benar siap mengemban tugas. Pelatih masih harus membenahi ini itu ke individu pemain baru bisa menggarap tim," kata suami Papat Yunisal itu.

"Memang tidak bagus terlena dalam kemasalaluan, tapi bukankah lebih bagus kalau generasi muda sekarang bisa memperoleh prestasi yang lebih baik? Saya ingin para pemain ini mempunyai kenangan manis semasa menjadi pemain. Ya buat diri mereka sendiri," ucap Zulkarnain berpesan.





(fem/a2s)

Hide Ads