Bukan tanpa alasan warga negara Ghana punya pandangan seperti itu terhadap seorang Suarez pada malam tanggal 2 Juli 2010 di Johannesburg, Afrika Selatan. Bagi warga negara Afrika yang kebanyakan masih percaya akan praktik-praktik perdukunan serta klenik, hal-hal nonteknis di atas lapangan bisa dianggap sebagai faktor penentu jalannya berbagai hal, termasuk pertandingan sepakbola.
Pada kisaran Desember 2016 silam, sebuah pertandingan Liga Primer Rwanda sempat mengalami sedikit keributan karena ada seorang pemain bernama Moussa Camara yang dianggap melakukan praktik klenik (sekadar informasi, Camara mencetak gol dalam pertandingan tersebut). Hal ini sampai membuat federasi sepakbola Rwanda geleng-geleng kepala.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Segala praktik klenik ini sempat bikin Konfederasi Sepakbola Afrika (CAF) malu bukan kepalang. Salah satu pemain yang pernah membela timnas Rwanda, Jimmy Mulisa, pun mengungkapkan rasa malunya atas kejadian-kejadian berbau klenik yang masih kerap terjadi di tanah Afrika.
"Saya merasa sedih ketika melihat kenyataan bahwa hal-hal seperti ini (praktik klenik dan okultisme) masih terjadi di Afrika, khususnya negara saya (Rwanda). Selain memberikan gambaran buruk, secara tidak langsung hal ini menghambat kemajuan sepakbola Afrika," ujar Mulisa.
[Baca Juga: Piala Afrika: Mengenalkan Diri dengan Klenik dan Merongrong Kompetisi Eropa]
Dengan segala kepercayaan tentang klenik yang masih dipegang erat oleh bangsa Afrika (mungkin sampai sekarang), tak heran jika saat melihat sosok Suarez gembira bukan main ketika Uruguay dipastikan lolos ke final, suporter Ghana seperti melihat sesosok iblis jahat bertaring yang menghentikan mimpi Ghana menjadi wakil Afrika untuk menjuarai Piala Dunia 2010 yang diadakan di tanah Afrika.
Tapi, apakah Suarez harus didakwa sedemikian berat? Bukankah memaafkannya adalah cara lain yang bisa ditempuh?
**
Balik ke peristiwa Juli 2010. Ketika itu babak delapan besar Piala Dunia 2010 sedang diadakan di Stadion Soccer City, Johannesburg, Afrika Selatan. Partai delapan besar tersebut mempertemukan antara tim dari Amerika Selatan, Uruguay, dengan tim asal Afrika, Ghana. Prediksi para pengamat ketika itu menyebut bahwa laga akan berjalan cukup alot.
Ternyata prediksi pengamat benar. Laga benar-benar berjalan alot. Kedua tim memang saling jual-beli serangan, tapi hanya dua gol yang tercipta sepanjang 2x45 menit, masing-masing satu untuk kedua kesebelasan. Pertandingan pun akhirnya harus berlanjut ke babak perpanjangan waktu.
Di sinilah drama itu mulai terjadi. Sebelum babak perpanjangan waktu usai, terjadi sebuah kemelut di depan gawang Uruguay. Sundulan dari Dominic Adiyiah, yang mengarah ke gawang Uruguay, dihentikan oleh Luis Suarez. Bukan dengan cara biasa, melainkan dengan tangannya. Suarez menepis bola yang akan masuk ke gawang dengan dua tangannya. Padahal ia bukan seorang kiper, penyerang malah.
![]() |
Wasit Olegario Benquerenca yang menyaksikan langsung kejadian itu mengambil keputusan tepat. Tendangan penalti untuk Ghana dan kartu merah langsung untuk Luis Suarez. Keputusan yang tidak bisa ditarik kembali. Suarez keluar lapangan dan Ghana punya peluang besar untuk memenangi pertandingan. Namun, The Black Star tak tahu hal semenyakitkan apa yang menanti mereka seusai tendangan penalti itu dieksekusi.
Asamoah Gyan dengan percaya diri mengambil tendangan tersebut. Fernando Muslera bersiap di bawah mistar gawang. Tendangan pun dilakukan, tapi tidak mengarah ke gawang, Tendangan Gyan membentur mistar gawang dengan kencang. Ghana gagal memanfaatkan situasi yang jelas-jelas sudah begitu menguntungkan mereka.
Di salah satu sudut lapangan, Suarez yang menyaksikan hal tersebut berteriak girang. Sedangkan di tribun, para penonton Ghana yang wajahnya sempat diliputi kebahagiaan, mendadak bermuram durja. Mereka seolah tahu petaka seperti apa yang sudah menanti Ghana di depan sana.
Dan narasi pun terbentuk seperti yang kita kenal sekarang. Uruguay menang babak adu penalti, melangkah ke babak semi-final meninggalkan Ghana, sekaligus memupuskan mimpi negara asal Afrika terakhir yang sanggup berbicara di ajang Piala Dunia 2010 yang digelar di tanah Afrika.
**
Drama terus berlanjut walau pertandingan Ghana dan Uruguay sudah selesai. Penyebabnya adalah handball Suarez yang dinilai dilakukan secara sengaja. Suarez pun menjadi pesakitan. Ia tidak bermain dalam laga semifinal saat Uruguay dikalahkan Belanda. Ia baru bisa bermain pada pertandingan perebutan tempat ketiga, saat Uruguay dikalahkan Jerman.
Selain itu, ia menjadi bahan perbincangan. Jika merunut pada Laws of the Game dari FIFA, tak ada yang salah dari keputusan yang dikeluarkan oleh wasit Olegario. Suarez melakukan handball di kotak penalti, maka hal tersebut diganjar dengan hadiah penalti untuk Ghana. Suarez melakukan handball tersebut dengan sengaja, maka kartu merah adalah hukuman lain yang harus diterima Suarez.
Tidak disebutkan di dalamnya jika ada hukuman lain yang harus diterima Suarez, karena handball tersebut sedemikian melukai hati banyak suporter Ghana, maupun suporter asal Afrika yang mendukung Ghana. Suarez memang dipandang sebagai iblis jahat yang menggagalkan kemenangan Ghana, tapi ia tetaplah pahlawan bagi Uruguay.
Hal ini pun ia utarakan kepada media sesuai pertandingan. Bahkan, dengan gagahnya ia menyebut bahwa "Tangan Tuhan" itu bukan milik Diego Maradona saja, melainkan juga milik dirinya. Ia juga merasa tidak melakukan sesuatu yang jahat untuk tim Ghana.
"Gelar 'Tangan Tuhan' sekarang juga menjadi milik saya. Saya bahkan membuat sebuah penyelamatan terbaik sepanjang turnamen (Piala Dunia 2010)," ujar Suarez, seperti dikutip dari The Guardian.
![]() |
"Soal handball saya, itu bukanlah sesuatu yang jahat. Hanya menghentikan bola agar tidak masuk ke gawang. Wasit juga sudah melakukan tindakan tepat, ia mengeluarkan saya dan memberikan Ghana hadiah penalti. Ingat, yang mengambil penalti itu pemain Ghana (Asamoah Gyan), bukan saya," tambahnya.
Walau bersikukuh bahwa ia tidak bersalah, Suarez tetap menjadi pesakitan. Ia tetap menjadi sosok iblis bagi para warga Afrika, khususnya Ghana, yang merasa bahwa mimpi mereka dirampas dengan cara yang keji.
**
Ketika satu mimpi yang lain mati, mimpi yang lain hidup. Suarez, lewat aksi handball-nya tersebut, menghidupkan asa Uruguay sekaligus mematikan mimpi masyarakat Ghana dan Afrika menyaksikan tim asal Benua Afrika tampil di babak semifinal Piala Dunia.
Apa yang dilakukan Suarez tidaklah salah. Saat itu ia hanya seorang pemuda yang menanggung beban negara dalam sebuah ajang Piala Dunia 2010. The Telegraph malah menyebut bahwa aksi Suarez tersebut dilakukan atas dasar insting yang ia miliki, bukan sebuah aksi yang terencana secara matang.
Ada baiknya, masyarakat Afrika, khususnya Ghana, melakukan seperti apa yang Asamoah Gyan lakukan. Pemain yang gagal memasukkan bola lewat tendangan penalti hasil handball Suarez tersebut secara pribadi sudah memaafkan Suarez. Ia menyebut bahwa ia mungkin akan melakukan sesuatu yang sama jika berada di posisi Suarez.
"Ia (Suarez) adalah pahlawan di negaranya. Ia menghentikan bola dengan tangannya, menghentikan langkah Ghana di Piala Dunia (2010). Di satu sisi, ia pahlawan, sedangkan di sisi lain, ia adalah pesakitan. Tapi itulah sepakbola."
"Pada akhirnya, tindakannya itu memang benar. Di negara saya, orang-orang membencinya. Namun jika saya berada di posisi yang sama, saya juga mungkin melakukan hal yang sama. Seharusnya saat itu saya menciptakan sejarah, tapi saya tak melakukannya. Suarez memang curang, tapi ia menyelamatkan negaranya. Itu yang terjadi," ujar Gyan dilansir dari ESPN FC.
Memaafkan memang adalah langkah paling benar yang bisa dilakukan oleh masyarakat Ghana dan Afrika atas kejadian Suarez tersebut. Daripada menyematkan istilah iblis pada diri Suarez, lebih baik mereka belajar dari kegagalan tersebut supaya kejadian yang sama tidak terulang lagi di masa depan.
Gyan sudah melakukannya, tak ada salahnya hal ini diikuti oleh masyarakat Ghana dan negara Afrika lainnya, karena pengalaman adalah guru terbaik, dan memaafkan adalah sikap seorang ksatria.
----
*beredar di dunia maya dengan akun @sandi1750, biasa menulis untuk situs @panditfootball.
(krs/cas)