Ratu Tisha Destria menjadi salah satu perempuan muda nan sukses di percaturan sepakbola Indonesia. Dia merupakan Sekjen baru PSSI setelah resmi diangkat pada awal Juli ini dengan masa bakti hingga 2020.
Tisha terpilih menjadi Sekjen lewat proses seleksi yang panjang. Ia dinyatakan sangat layak menggantikan Ade Wellington yang mengundurkan diri sejak April 2017.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun jauh sebelum itu, pengalaman mengurus sepakbola rupanya sudah dimiliki Tisha sejak duduk di bangku sekolah. Passion-nya dengan si kulit bundar itu pula yang mengantarnya bisa meraih beasiswa Master FIFA 2013.
![]() |
detikSport berkesempatan berbincang banyak dengan perempuan kelahiran Jakarta, 30 Desember 1985 ini. Berikut kami sarikan petikan wawancara ekslusif kami:
detikSport: Bagaimana rasanya menjadi sekjen?
Ratu Tisha: Ini suatu kehormatan, kebanggaan dan amanah yang berat yang telah dipercayakan. Rasanya ya bangga, terhormat, bisa dipercaya ada di sini dan ini menjadi suatu hal yang ke depannya motivasi tersendiri bisa bekerja sebaik-baiknya.
detikSport: Sebelumnya sempat terpikirkan bisa menjadi Sekjen PSSI?
Ratu Tisha: Tidak. Saya cuma berpikir ibarat suka dengan satu bidang kemudian terus melangkah untuk terus berkarya. Dari level SMA sampai kuliah, lalu ke daerah, kota, hingga internasional, saya memang bisa mencapainya. Tapi kalau untuk jabatan, jujur tidak ada. Menurut saya, ini adalah hasil dari konsistensi selama ini.
Kalau untuk mengurus sepakbola nasional, itu memang saya niatkan, tapi kalau menjadi Sekjen ya tidak. Ibarat suka sama bidang science, fisika misalnya, ya tentu akan terbayang bakal berkontribusi keilmuan fisika di luar negeri, tapi mungkin tidak pernah terbayang dapat nobel, kan?
detikSport: Bagaimana awalnya bisa masuk ke dunia sepakbola?
Ratu Tisha: Awalnya di bola kan sejak SMA, awalnya serius di ekstra kurikuler bola yang saya geluti. Lalu berlanjut ke universitas di ITB, saat itu mengelola juga persatuan sepakbola ITB dan itu merupakan suatu hal yang menantang karena di sana anggotanya bermain di Liga Persib dan Liga Mahasiswa Jawa Barat, jadi punya manajemen yang kompleks juga untuk mengurus ikut serta kompetisi dan sebagainya.
Ya mungkin itu karena sebagaimana masyarakat Indonesia pada umumnya yang hidup di antara orang-orang yang freak sama sepakbola, nonton timnas lah atau nonton klub lah, cuma bedanya berusaha berkarya di dalamnya.
detikSport: Kenapa tidak memilih bulutangkis, voli atau basket?
Ratu Tisha: Saya tidak bisa menjelaskannya. Semua orang bisa berkilah dengan segala macam alasan, tapi menurut saya ketika kecintaan terhadap sesuatu tidak bisa didefinisikan, itulah filosofinya.
Mungkin momen datangnya lebih dulu sepakbola, kalau datang olahraga yang lain atau bidang yang lain mungkin jadinya berbeda. Tapi, ke saya itu momennya lebih dulu datang sepakbola.
detikSport: Momen sepakbola terbaik apa yang pernah Anda alami?
Ratu Tisha: Ya waktu SMA itu. Itu hal kecil, tapi saat itu saya bersungguh-sungguh dalam hal yang menjadi tugas yang sekarang ini. Intinya apa yang sedang dilakukan itu harus maksimal, enjoy. Ini menurut saya hal simpel, cuma karena hal itu saya bisa sampai sini.
Menangani tim di SMA 8 itu magical . Itu menurut saya membuat semua orang di tim percaya satu hal bahwa ketika bekerja keras, Allah pasti akan membuka jalan dan semangat itu akan mengalahkan segalanya. Sekarang semua orang di tim itu jadi orang sukses semua.
![]() |
detikSport: Bagaimana menghadapi pertanyaan 'Kok, cewek suka bola?'
Ratu Tisha: Ketika saya memulainya dengan berkecimpung di area kompetisi kemarin di LIB dan di GTS, saya justru kaget bahwa sepakbola Indonesia ternyata sangat sportif untuk menerima perbedaan gender. Saya terus terang tidak sama sekali merasakan apapun.
Saya diterima, tidak ada intimidasi, perbedaan, diskriminasi, dikucilkan, atau bahkan direndahkan karena anggapan sebagai perempuan ilmu sepakbolanya kurang. Tidak ada. Anggapan itu tidak terbukti. Itu cuma hipotesa publik dan saya mematahkannya.
detikSport: Apa tertekan menjadi sekjen wanita pertama?
Ratu Tisha: Tidak, sesederhana itu. Kalau berpikir beda, ya rasanya akan berbeda. Kalau dulu, pengalaman exchange student ke Jerman waktu SMA, saya ke sana tidak pernah mikir jadi sosok yang berbeda, meski banyak yang mandang saya posturnya pendek, rambutnya hitam atau tidak bisa bahasa Jerman, mungkin terlihat beda, tapi kan sama saja.
detikSport: Apa sih PR terbesar sepakbola Indonesia?
Ratu Tisha: Kalau PR sepakbola Indonesia sangat kompleks, sangat rumit untuk mengurainya, tidak bisa sendiri, harus banyak sinergi yang dibangun. Sinergi itu salah satu tugas penting untuk bisa menjaga sepakbola Indonesia karena berdasarkan visi dan misi bapak ketua PSSI yakni profesional dan bermartabat yang akuntabel dan transparan, artinya komunikasi dengan daerah, pusat, member yang ada, exco, international, pemerintah, dan lainnya harus baik.
detikSport: Dengan latar belakang sebagai Sarjana Matematika, apakah sudah punya rumus untuk mengurai kerumitan itu?
Ratu Tisha: Kalau ada ahli matematika yang tidak bisa memecahkan masalah, suruh kembali sekolah lagi saja (hahaha..). Matematika itu bahasa ilmu pengetahuan, jadi harus bisa mengurai masalah yang ada. Tapi, bukan jaminan solusinya akan tunggal, solusi tidak cuma satu tapi berbagai macam cara. Yang rumit bukan mengurainya, tapi memilih solusi mana yang bisa diterima semua stakeholder yang terlibat di dalamnya.
detikSport: Apa misi Anda setelah jadi Sekjen?
Ratu Tisha: Di organisasi sendiri, ini merupakan suatu amanah yang dipercayakan ketua umum. Ketua umum mempercayakan visi dan misi profesional dan bermartabat bisa diterjemahkan ke dalam manajemen operasional dan pengelolaan organisasi.
Menjalankanya dengan managing skill yang dipegang Sekjen. Kalau saya, saya coba menerjemahkannya dalam managing structure yang tajam, tidak lebar, lebih sempit dan mendalam, fokus kerjanya ditentukan, membangun performance objektif lewat KPI (key performance indicator), itu artinya profesional.
Sekarang saya fokus management-nya, karena kalau ingin bicara tantangan terbesar Indonesia adalah sustainability, keberlanjutan. Mau bikin program sebagus apapun, kalau organisasinya tidak stabil dan tidak berkelanjutan, ya akan mati juga. Mungkin dari bulan-bulan awal sampai akhir 2017, akan fokus ke pembenahan organisasi.
detikSport: Target tiga tahun ke depan?
Ratu Tisha: Kalau kami (PSSI) bahkan sudah mikir sampai 2045. Visinya akan kita terjemahkan dalam hadiah 100 tahun Indonesia merdeka di 2045. Sepakbola Indonesia sudah sampai di mana sih ketika itu.
Untuk tiga tahun ke depan, ya akselerasi organisasi dulu. Standarisasi dari cara bermain sepakbola Indonesia dibenahi, dari segi bisnis developmentnya juga. Mungkin saat tahun 2019 atau 2020, baru bisa take off (bangkit).
detikSport: Apa mimpi anda untuk sepakbola Indonesia?
Ratu Tisha: Yang pertama dari segi sepakbolanya itu sendiri. Bagaimana prestasinya, akselerasi organisasinya, valuasi kontribusi ekonominya terhadap masyarakat dan bisnis developmentnya bisa berkembang.
Lalu dari sepakbola untuk masyarakatnya. Ini olahraga yang paling banyak ditonton sejagat Indonesia, harusnya bisa menerjemahkan tiga poin penting yakni menerima kekalahan, menghargai kemenangan, dan mengerti apa itu arti sportivitas. Harusnya bangsa kita ini bisa menjadi yang terbaik dalam hal sportmanship kalau saja nilai-nilai luhur itu tersampaikan. Akan tetapi berarti ada yang salah dengan tidak tersampaikan, padahal sepakbola kan mengajarkan itu.
detikSport: Siapa pemain favorit di Indonesia?
Ratu Tisha: Gak bisa bilang, takut offside. Hahaha..
detikSport: Internasional?
Ratu Tisha: Saya suka Ole Gunnar Solksjaer, supersub, taktis, direct. Tapi itu udah jaman dulu banget, generasinya ketahuan itu jaman berapa. Kalo anak milenial sekarang mungkin gak kenal siapa tuh dia.
detikSport: Cristiano Ronaldo atau Messi.
Ratu Tisha: Messi.
detikSport: Kenapa?
Ratu Tisha: Ya Messi aja. Saya suka aja style-nya.
detikSport: Pertanyaan terakhir. Kalau ada kesempatan terlahir kembali sebagai pemain bola, Anda memilih menjadi siapa?
Ratu Tisha: Gak tau lah, bingung. Messi saja mungkin gak bisa menghadapi tekanan kaya Bambang Pamungkas ya (hahaha).
Halaman
1
Tampilkan Semua
(din/mrp)