Southgate sang Pelatih Lampaui Southgate si Pemain

Southgate sang Pelatih Lampaui Southgate si Pemain

Randy Prasatya - Sepakbola
Senin, 09 Jul 2018 14:11 WIB
Di timnas Inggris, Southgate sang pelatih mampu melampaui Southgate si pemain (Foto: Matthias Hangst/Getty Images)
Jakarta - Semasa bermain di timnas Inggris dulu, di ajang Piala Dunia Gareth Southgate cuma merasakan perempatfinal. Saat melatih, dia sudah bisa membawa Inggris ke semifinal -- dan tak menutup kemungkinan maju lebih jauh lagi.

Inggris boleh membanggakan diri sebagai negara yang menemukan sepakbola modern. Tapi, fakta mengatakan bahwa mereka minim prestasi dengan cuma mampu menjadi juara Piala Dunia satu kali, yakni saat menjadi tuan rumah pada 1966.

Di Piala Eropa, Inggris lebih buruk lagi. The Three Lions sama sekali belum pernah menjadi juara. Pencapaian terbaiknya cuma semifinalis Piala Euro 1996. Itu juga saat menjadi tuan rumah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Inggris gagal melangkah ke final setelah kalah adu penalti 5-6 dengan Jerman. Kedua tim sempat bermain imbang 1-1 sampai perpanjangan waktu.

Sosok pemain yang mungkin merasa bersalah atas kegagalan itu adalah Southgate. Dia satu-satunya eksekutor penalti Inggris yang gagal dari enam algojo. Mimpi menjadi yang terbaik di Eropa pun lenyap pada saat itu.

Dari Seorang Pesakitan Menjadi Penjaga Mimpi

Inggris memang negara yang sangat aneh dalam hal sepakbola. Mereka penemu sepakbola modern dan punya liga terbaik di dunia, yaitu Premier League. Tapi, kenapa menjadi singa yang ompong di turnamen Internasional?

Butuh waktu 52 tahun sejak sukses di Piala Dunia 1966 untuk kembali meyakinkan dunia bawah Inggris bisa berbicara banyak di level Internasional. Dan itu terjadi saat ini, di Rusia.

Inggris melaju ke semifinal untuk menantang Kroasia. Ini pencapaian terbaik kedua setelah menjadi juara pada 1966. Siapa yang membawa Inggris masih bertahan di Rusia? Dia adalah Southgate, yang gagal mengeksekusi penalti pada 1996.

Southgate membawa Inggris ke Piala Dunia dengan komposisi skuat mayoritas pemain muda. Southgate melupakan nama-nama seperti Chris Smalling, Joe Hart, sampai Jack Wilshere. Southgate membawa pemain-pemain muda seperti Harry Kane, Harry Maguire, Kieran Trippier, sampai Jordan Pickford.

Meninggalkan pemain-pemain kenyang pengalaman untuk pentas Piala Dunia tentu bak perjudian. Kariernya sebagai pelatih padahal belum ada prestasi yang diraih.

Dia datang menggantikan Sam Allardyce setelah tersangkut skandal korupsi sepakbola Inggris pada 2016. Mulanya, Southgate cuma menjabat sebagai manajer timnas Inggris U-21, setelah sebelumnya dipecat sebagai manajer Middlesbrough.

Southgate juga biasa-biasa saja saat berkarier sebagai pemain. Dia cuma bisa merasakan perempatfinal Piala Dunia 2002 bersama Inggris, tanpa sekalipun dimainkan Sven-Goran Eriksson. Di level klub tak ada trofi yang bisa dia menangi saat bermain untuk Crystal Palace, Aston Villa, dan Middlesbrough.

Southgate sang Pelatih Lampaui Southgate si Pemain

Gareth SouthgateFoto: Lee Smith/Reuters


Tapi, faktanya Southgate sudah membawa perubahan besar untuk timnas Inggris. Dia melangkah maju dengan belajar dari kegagalan penaltinya. Inggris mampu memenangi adu penalti untuk pertama kalinya di Piala Dunia saat mengalahkan Kolombia di 16 besar, padahal sebelumnya Inggris selalu gagal di babak tos-tosan.

Inggris telah berlatih penalti sejak Maret lalu. Para pemain akan belajar berjalan dari garis tengah lapangan menuju titik putih, demikian pula tendangannya. Southgate menggunakan analisis video serta uji psikometrik untuk mencari algojo-algojo terbaik.

Inggris bukan cuma berlatih keras dalam mengeksekusi penalti. The Three Lions tampak selalu berlatih dalam skema bola mati. Hal paling kentara saat Inggris mendapat sepak pojok. Akan ada empat sampai lima pemain dengan posisi berbaris di kotak penalti lawan, lalu menyebar saat bola sudah dilepaskan penendang. Cara yang sangat-sangat jelas terkonsep dan hasil latihan.

Dengan cara itu Inggris begitu mematikan lewat bola mati di Piala Dunia 2018 ini. Dari total 11 gol yang mereka hasilkan, delapan di antaranya diciptakan lewat situasi bola mati. Angka tersebut menyamai rekor Portugal pada Piala Dunia 1966.

Southgate juga menggunakan formasi yang bisa dikatakan asing untuk timnas Inggris. Pria 47 tahun itu memilih 3-5-2 dari pada 4-2-3-1 atau 4-4-2 yang sudah tak asing lagi untuk Inggris.

Pilihan Southgate itu sempat dikritik Allardyce karena Inggris jadi kurang banyak menghasilkan gol, tapi dari segi pertahanan sejauh ini terbukti oke. Southgate tetap pada pendiriannya dengan memilih 3-5-2, namun mencoba efektif mencari gol dengan bola mati.


Gareth SouthgateFoto: Christian Hartmann/Reuters


Cara Inggris untuk mengambil keuntungan dari bola mati juga dipersiapkan secara serius oleh Southgate. Bersama asisten Allan Russell, Southgate pergi ke Amerika Serikat untuk mempelajari strategi menghadapi set-piece dari NBA dan NFL.

"Kami menghabiskan banyak waktu berlatih situasi bola mati hingga hal-hal terkecil. Semua adalah tentang berlari dan memblok lawan," kata gelandang Ruben Loftus-Cheek seperti dikutip dari Reuters.

"Sesi terakhir bersama Allan, dia memberi tahu kami tentang pemain belakang lawan, kiper, dan memberitahu kami kemungkinan yang bisa kami manfaatkan kelemahannya. Itu cuma hal-hal kecil yang mungkin memberi kami keunggulan," kapten Inggris, Harry Kane, menambahkan.

Southgate mempersiapkannya secara matang. Kematangan konsep yang dijalani itu membuat dirinya melampaui manajer top Inggris terdahulu dengan nama top, seperti Sven-Goran Eriksson, Fabio Capello, sampai Steve McClaren.

Dengan persiapan matang itu juga Inggris sedang membangun mimpinya, yaitu membawa kembali sepakbola ke rumah dengan menjuarai Piala Dunia 2018.


Southgate: Inggris Menang Karena Main Kolektif

[Gambas:Video 20detik]

(ran/krs)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads