SATUC Wolrd Cup merupakan kejuaraan sepakbola yang mempertemukan dan menyatukan anak-anak yatim piatu, pengungsi dan kurang mampu di seluruh penjuru dunia. Kesempatan ini juga dimanfaatkan masing-masing neraga sebagai ajang pertukaran budaya.
Turnamen sepak bola ini sudah berlangsung sejak tahun 2013 oleh SATUC, sebuah organisasi nonprofit dari Mesir yang bekerja untuk membantu anak-anak kurang mampu atau kurang beruntung. Namun, baru tahun ini di bawah asuhan komunitas asal Bandung, Rumah Cemara, Indonesia akan unjuk gigi di turnamen berskala Internasional tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Indra, proses seleksi dilakukan selama 6 bulan dengan melibatkan komunitas sepak bola anak yang ada di komunitas sosial Rumah Cemara.
"Tim Indonesia berasal dari seleksi yang dilakukan terhadap anak yatim, anak yang hidup dalam kemiskinan dan yang kurang bernasib baik terutama dalam hak kemasyarakatan," kata Indra dalam siaran pers yang diterima detikcom, Kamis (9/8/2018).
Ia menuturkan sepak bola telah menjadi media efektif menjalankan kegiatan sosial di Rumah Cemara. Selama ini Rumah Cemara secara rutin menggelar League of Change yaitu turnamen sepak bola jalanan untuk komunitas yang terpinggirkan di Indonesia. Selain itu, mengikuti Homeless World Cup (HWC), sebuah kejuaraan dunia untuk kelompok masyarakat yang termarjinalkan secara sosial.
"Setiap orang berhak bermain sepak bola tanpa membedakan orang atau komunitas. Sepak bola adalah bahasa universal yang sangat mudah dipahami dan orang akan lebih mudah saling mengenal. Sepak bola menjadi media di mana orang-orang dapat tetap berhubungan, menambah persahabatan dan mengubah kehidupan," ujar Indra.
Indra berharap, melalui keikutsertaan di SATUC World Cup 2018, anak-anak asuhannya memperoleh pengalaman nyata dalam mengubah kehidupan. Mereka tidak hanya dapat bermimpi dan berpikir besar, melainkan juga kelak dapat membagikan kemampuannya membawa orang lain mengalami perubahan hidup melalui sepak bola. (mud/din)