Pesta olahraga se-Asia atau Asian Games yang ke-18 resmi berakhir hari Minggu, 2 September 2018. Indonesia sebagai tuan rumah memetik prestasi yang luar biasa jika dibandingkan dengan hasil di Incheon empat tahun lalu.
Kali ini, Indonesia meraup 31 emas, 24 perak, dan 43 perunggu dan mengunci posisi keempat. Sebelum Asian Games berlangsung, pemerintah menargetkan minimal menguasai 16 emas sebagai perhitungan mengamankan peringkat sepuluh besar Asian Games 2018.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan keping emas itu pula Indonesia sudah memuncaki klasemen antar negara Asia Tenggara.
![]() |
Tantangan berikutnya Olimpiade 2020 Tokyo. Ini bukan berarti Indonesia melupakan SEA Games 2019 Filipina, bukan. Tapi, berfokus kepada ajang yang lebih bergengsi tak ada salahnya, kan.
Nah, jika menatap Olimpiade 2020 Tokyo, ada delapan emas dari 31 emas yang diraih bisa menjadi modal. Ya, delapan emas yang dimenangkan diperoleh dari cabang olahraga yang akan dipertandingkan di Olimpiade Tokyo 2020 (olympic events). Sisanya, 23 medali emas dimenangkan baik dari nomor yang tidak akan dipertandingkan di Olimpiade 2020 ataupun dari cabor non-Olimpiade.
Tabel berikut menunjukkan klasemen Asian Games 2018 jika hanya menghitung perolehan medali dari nomor Olimpiade. Dapat dilihat bahwa Indonesia ada di posisi 11 dalam "klasemen Olimpiade" serta menjadi negara dengan penurunan medali terbesar dari klasemen resmi Asian Games 2018.
![]() |
Sementara, tabel berikut menunjukkan daftar nomor perlombaan Asian Games 2018 yang tidak diperlombakan dalam Olimpiade Tokyo 2020.
![]() |
Kendati tak se-impresif klasemen penuh (cabor olimpiade dan nonolimpiade), hasil akhir Indonesia di "klasemen Olimpiade" menunjukkan peningkatan pesat dibanding penampilan di beberapa Asian Games terakhir.
Jika menilik perolehan medali di Olimpiade Rio de Janeiro 2016, torehan delapan medali emas setara dengan posisi 10 besar (Italia dengan 8 medali emas, 12 perak, dan 8 perunggu). Tapi harus diingat, koleksi delapan emas Indonesia itu didapat dari persaingan di level Asia. Bila harus bersaing dengan negara-negara di seluruh dunia, tentu masih banyak yang harus ditingkatkan.
Tapi, tidak apa-apa, masih ada waktu menuju Olimpiade. Pengumpulan poin/tiket Olimpiade masih berjalan, bahkan sebagian cabang olahraga belum dimulai.
Tidak Larut Terlalu Lama Dalam Euforia Asian Games 2018
Setelah penyelenggaraan Asian Games ke-18, ada baiknya Indonesia untuk tidak larut terlalu lama dalam euforia keberhasilan prestasi yang dicapai, melainkan semangat baru dari Asian Games 2018 dijadikan momentum untuk meningkatkan prestasi dalam rangka menghadapi Olimpiade Tokyo.
Tahun depan, SEA Games 2019 akan digelar di Filipina dan ajang tersebut dapat dikatakan sebagai ajang uji coba sebelum berlaga di panggung utama Olimpiade Tokyo.
Pada Olimpiade Tokyo 2020, kemungkinan Indonesia akan mengandalkan pasangan ganda putra Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon di cabang bulu tangkis dan Eko Yuli Irawan di cabang angkat besi untuk meraih emas. Baik Kevin/Marcus maupun Eko, emas yang mereka raih pada Asian Games 2018 merupakan bekal dalam menghadapi Olimpiade Tokyo.
![]() |
Kevin/Marcus sebelumnya sempat menimbulkan keraguan di kalangan pecinta olahraga dengan kegagalan meraih medali pada Kejuaraan Dunia BWF 2018 di Nanjing yang digelar dua minggu sebelum Asian Games 2018. Sebelumnya, penikmat bulutangkis juga dikejutkan dengan kekalahan Marcus/Kevin dari pasangan muda China, He Jiting/Tan Qiang, di Malaysia Terbuka 2018.
Sementara persiapan Eko dalam menghadapi Asian Games 2018 juga tidak mulus. Sebelumnya ia dihadapkan dengan ketidakpastian dipertandingkannya nomor 62 kg di Asian Games. Ketidakberhasilan Eko dalam meraih emas di SEA Games 2017 juga menjadi sorotan karena sebelumnya ia selalu menyumbang emas sejak SEA Games 2007 Nakhon Ratchasima hingga edisi 2015 di Singapura. Namun di Asian Games 2018 kemarin, ia menepis keraguan tersebut dengan total angkatan 311 kg, jumlah angkatan yang berselisih 1 kg dibandingkan penampilan Eko di Olimpiade Rio (dengan total angkatan 312 kg).
Tantangan sebenarnya bagi Eko adalah pembagian kelas baru yang diterapkan mulai Olimpiade Tokyo. Penghapusan kelas 56 kg dan perubahan batasan dari 62 kg ke 61 kg tentunya dapat mengubah peta persaingan angkat besi dalam nomor yang akan diikuti Eko Yuli Irawan nanti. Ada kemungkinan jadi atlet-atlet elite yang berkompetisi di kelas 56 kg akan naik kelas demi membidik medali Olimpiade.
So, penting sekali bagi Eko Yuli dkk untuk menguji kemampuan dan memantau persaingan dalam pembagian kelas baru yang mulai diterapkan Federasi Angkat Besi International (IWF) pada Kejuaraan Dunia Angkat Besi 2018 yang akan digelar pada November 2018 di Ashgabat, Turkmenistan. China dan Kazakhstan yang sebelumnya terkena sanksi larangan berkompetisi selama satu tahun terakhir dan harus melewatkan Asian Games 2018 juga akan kembali di Kejuaraan Dunia Angkat Besi 2018.
Selain dua andalan dalam meraih emas yang telah disebutkan, Indonesia menyimpan potensi dari cabang olahraga lain.
Pepanah Diananda Choirunisa atau karateka Rifki Ardiansyah Arrosyiid misalnya. Mereka dapat bersinar jika terus mendapat kesempatan untuk try-out ke berbagai kejuaraan internasional sebagai bekal menuju SEA Games 2019 maupun ke Olimpiade Tokyo 2020.
Tentunya tidak ada yang mau keberhasilan Diananda mengalahkan pemanah ranking 1 dunia asal Korea Selatan Chang Hye-jin atau Rifki yang memenangkan pertandingan final melawan juara dunia Amir Mehdizadeh dianggap sebagai kebetulan semata. Atlet-atlet lainnya yang diproyeksikan ke Olimpiade Tokyo 2020 juga harus diberi kesempatan untuk mengembangkan potensi mereka di ajang internasional.
Selama waktu tersebut, diharapkan pemerintah dan pengurus cabang olahraga dapat bersinergi dengan baik untuk terus mengasah kemampuan para atlet terbaik negara.
Indonesia juga harus jeli memanfaatkan peluang di nomor-nomor baru yang diperkenalkan di Olimpiade Tokyo seperti panahan beregu campuran, freestyle BMX, atau bola basket 3x3. Pembinaan diharapkan juga tidak terputus usai Tokyo 2020, melainkan harus semakin baik dari tahun ke tahun. Sehingga beberapa tahun kemudian Indonesia pada Olimpiade tak lagi berharap pada "tradisi emas", melainkan sudah menjadi "kebiasaan meraih emas".
Sukses terus olahraga Indonesia!
====
Sumber: situs resmi Asian Games 2018, situs resmi Olimpiade Tokyo 2022
Penulis merupakan fanbase bulutangkis yang beredar di Twitter dengan akun @badmintontalk
(fem/fem)