Dukungan 65 ribu suporter di Stadion Utama Gelora Bung Karno tak mampu membawa Indonesia menaklukkan Jepang di babak perempatfinal Piala Asia U-19 2018. Garuda Muda takluk 0-2 dalam pertandingan, Minggu (28/10/2018).
Pelatih Timnas U-19, Indra Sjafri, boleh bilang bahwa Egy Maulana Vikri cs tak tertinggal jauh dari Jepang. Pelatih Jepang, Kageyama Masanaga, juga sudah memuji kualitas Indonesia. Tapi, apakah kita semua yakin itu bukan sekadar lip service?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sepakbola kami tidak tertinggal jauh. Kedua ada hal-hal yang harus kami perbaiki" -- Indra Sjafri . |
Jepang menaklukkan Indonesia dengan nyaman. Tim Negeri Matahari Terbit mengunci tiket ke Piala Dunia dengan gol dari Shunki Higashi dan Taisei Miyashiro. Mereka unggul segalanya dilihat dari statistik pertandingan yang dilansir oleh situs resmi AFC.
Dari sepanjang kiprah di Piala Asia U-19 2018, tampak beberapa pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Indonesia. Predator penyelesai peluang masih langka, hal itu berimbas pada penyelesaian akhir dan akurasi tembakan.
Kekayaan taktik untuk membongkar pertahanan lawan juga masih menjadi aspek yang harus ditingkatkan. Strategi itu lekat dengan cara menciptakan peluang, sementara finishing itu diasah dengan latihan.
Indonesia memang mempunyai sayap-sayap andal. Tapi kalau serangan dari sisi tepi lapangan buntu, barisan gelandang juga harus bisa mengambil alih peran untuk membongkar defense lawan. Jepang mendemonstrasikannya dengan baik saat melawan pertahanan rapat Indonesia.
Dari empat pertandingan, Indonesia membuat 70 tembakan dengan 30 yang mengarah ke target. Artinya, satu tembakan mencapai bidang didapat setelah melepaskan 2,33 percobaan di setiap pertandingan.
Indonesia total mencetak sembilan gol di Piala Asia U-19 2018, yang semuanya dibukukan di fase grup. Andai dirata-rata Indonesia tercatat baru bisa mencetak gol setelah melepas lebih dari tiga tembakan ke gawang. Saat melawan Jepang, Indonesia cuma membukukan tiga shot on target.
![]() |
Indonesia harus melakukan perbaikan di segi target-man. Muhammad Rafli Mursalim, yang menjadi ujung tombak di dua laga awal, tak memberi dampak besar.
Indra sempat berkilah bahwa tugas Rafli bukan sekadar mencetak gol, namun juga bisa menjadi pembuka ruang dan pemantul. Faktanya, nama Rafli malah menghilang di daftar starter dalam dua laga terakhir Indonesia.
Hilangnya Rafli di daftar starter sebetulnya sudah menandakan bahwa Indra pada akhirnya butuh striker yang benar-benar mematikan. Hanis Saghara Putra, yang mengambil posisi Rafli sebagai starter juga tak mematikan di kotak penalti lawan, namun cukup merepotkan dengan kecepatan larinya.
Catatan lainnya terkait kekuatan kaki pemain andalan. Contohnya, Egy Maulana Vikri dan Saddil Ramdani yang cuma bisa mengandalkan kaki kirinya.
Egy dan Saddil setidaknya punya banyak momen bagus untuk melakukan tembakan dari dalam kotak penalti, namun sering tak langsung dia tembak lantaran bola jatuh di kaki kanan. Jika itu terjadi, kedua pemain itu akan melakukan beberapa sentuhan terlebih dahulu sampai situasinya benar-benar memungkinkan kaki kiri mereka untuk menembak.
Para pemain Timnas U-19 boleh saja menjadi primadona di atas lapangan saat berseragam Merah-Putih. Tapi, setelah event internasional usai, apa mereka kembali menjadi primadona di klubnya masing-masing?
Jawaban, tidak, mungkin menjadi yang paling tepat. Dari daftar skuat yang dibawa Indra Sjafri, cuma sedikit yang dapat porsi bermain memadai di Liga 1 2018, seperti halnya Asnawi Mangkualam, Saddil Ramdani, Syahrian Abimanyu, Todd Rivalod Ferre, Indra Mustafa, dan M Raffi Syarahil.
Itupun hanya Saddil yang main lebih dari 10 kali di klubnya. Dia tercatat berseragam Persela Lamongan dengan mengemas 10 gol sejauh ini.
Untuk usia yang masih muda ini, anak-anak U-19 terbilang terlalu cepat untuk masuk ke level kompetisi tertinggi di Indonesia. Sudah sewajarnya mereka lebih dulu masuk ke liga kelompok usia, yakni Liga 1 U-19.
Kejayaan di masa Evan Dimas dkk pada 2013 seharunya bisa menjadi pelajaran. Setalah sukses juara Piala AFF U-19 dan tampil di Piala Asia U-19, nama-nama pemain di tim tersebut banyak yang menghilang.
![]() |
Mereka gagal bersaing dengan para pemain-pemain senior di klub masing-masing. Sejauh ini mungkin hanya ada Septian David Maulana, Muhammad Hargianto, Hansamu Yama Pranata, Awan Seto, dan Evan yang masih konsisten dengan performa terbaiknya.
Jika situasi skuat Timnas U-19 era Egy sama seperti era Evan Dimas, bukan tak mungkin namanya akan mendadak hilang. Belum waktunya mereka diceburkan untuk bersaing dengan senior di klub, tapi ceburkanlah dulu mereka ke Liga 1 U-19.
Pembinaan di level grassroot yang proporsional akan mampu mengurai segala hambatan timnas untuk berprestasi. Penanaman pemahaman taktik, latihan taktik bermain sepakbola yang benar, juga adaptasi pada atmosfer kompetisi yang berkelanjutan akan membantu para pemain muda tak grogi saat bermain hadapan puluhan ribu suporter.
Kompetisi yang berkelanjutan dan lapangan latihan yang memadai wajib ada. PSSI baru menggelar Liga 1 Elite Pro Academy U-16 mulai 2018. Tepatnya pada pertengahan September liga kelompok umur remaja itu bergulir.
Tak cuma sisi teknis, PSSI juga harus berbenah dari sisi manajemen. Yang paling simpel kaitannya dengan penjualan tiket pertandingan. Penjualan tiket harus transparan, bukan berubah-ubah sesuka hati. Sudah harganya cukup mahal, untuk membelinya pun sulitnya setengah mati.
Kalau semua sudah tertata dengan rapi, niscaya prestasi akan datang dengan sendiri. Ada ungkapan bahwa hasil tak akan mengingkari usaha.
Setelah gagal di tiga ajang terakhir, Indonesia wajib berbenah. Lupakan kegagalan Timnas U-16 dan timnas U-19 yang terhenti di Piala Asia 2018. Jangan ingat-ingat lagi saat timnas U-23 terhenti di babak 16 besar Asian Games 2018.
Tugas PSSI saat ini merawat para pemain potensial di Timnas U-19 bahkan U-16 agar bisa menjadi andalan tim hingga level senior. Ujian yang paling dekatnya SEA Games 2019 di Filipina, yang tinggal satu tahun lagi.
Sebagai pendukung Timnas, di tingkat kelompok usia manapun, cuma ada satu harapan. Pesta di Sidoarjo bulan Agustus lalu bisa terulang. Juga eurforia juara Piala AFF U-19 2013 bisa kembali dirayakan lagi.
Apalagi di level timnas senior, 27 tahun tak mengangkat piala itu sudah terlalu lama. Piala AFF 2018 akan bergulir bulan depan, berharap skuat Garuda tak cuma juara di hati masyarakat Indonesia lagi.
========
Penulis adalah reporter detikSport, beredar di dunia maya melalui akun Twitter @randyprasatya
(ran/cas)