Bhayangkara FC ditangani pelatih Skotlandia, Simon McMenemy. Musim lalu, Simon berhasil membawa Bhayangkara menjadi juara Liga 1, kini mereka finis ketiga, tepat di bawah PSM makassar dan Persija Jakarta.
Keikutsertaan Bhayangkara di Liga 1 sempat dikritik. Sebab, klub tersebut berada di bawah naungan Polri. Oleh publik, Polri diminta untuk berkonsentrasi mengamankan pertandingan, bukan mengikuti kompetisi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, sejumlah fakta menarik dicatat dari klub yang bermarkas di Stadion PTIK, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan itu. Berikut rangkumannya.
1. Di Tangani Polri
Bayangkara FC dijuluki sebagai The Guardian. Klub berawal dari Surabaya, Jawa Timur dan dibawahi oleh Polri. Sebelum berada di bawah naungan Polri, Bhayangkara FC dimiliki Polda Jatim.
Klub tersebut dibiayai lewat Koperasi Zebra Jaya, yang menaungi pegawai dan eks-karyawan Korps Lalu Lintas Mabes Polri. Koperasi itu menguasai 90 persen saham PT Mitra Muda Inti Berlian (MMIB), perusahaan legal Bhayangkara FC. PT tersebut sebelumnya digunakan untuk mengklaim Persebaya.
Sebelum berada di bawah naungan koperasi Zebra Jaya, Bhayangkara FC berada di bawah penguasaan Koperasi Primkopol Zebra Jaya Mandiri Ditlantas milik Polda Jatim di Surabaya dengan penguasaan saham 54,9 persen.
2. Dari Dualisme Persebaya Surabaya
Bhayangkara FC merupakan hasil dualisme Persebaya Surabaya pada 2010. Saat itu, Surabaya memiliki dua tim sepakbola hebat yakni Persebaya Surabaya dan Persebaya 1927.
Persebaya 1927 berlaga di Indonesian Primer League (IPL), . Sementara, Persebaya Surabaya tampil di Divisi Utama--dikenal sebagai Persebaya DU.
Persebaya Surabaya terus menunjukkan kualitasnya di Sepakbola Indonesia dan berhasil promosi ke Indonesia Super League (ISL) setelah bermain dua musim di Divisi Utama. Saat bermain di musim ketiga yakni ketika mengikuti Piala Presiden 2015, upaya Persebaya untuk tetap mengikuti kompetisi kasta tertinggi mulai mengalami hambatan yakni tidak boleh mengikuti pertandingan arahan Mahaka Sports dan Entertainment.
Badan Olahraga Indonesia atau BOPI melarang Persebaya mengikuti turnamen Piala Presiden karena tidak memiliki hak paten logo. Adapun yang diperbolehkan mengikuti turnamen garapan Mahaka Sport dan Entertainment adalah Persebaya 1927 di bawah PT Persebaya Indonesia. Hal ini karena Persebaya 1927 memiliki hak paten logo.
Oleh sebab itu, agar dapat mengikuti turnamen, Persebaya Surabaya mengganti nama menjadi Bonek FC. Kemudian Bonek FC diubah menjadi Surabaya United karena nama sebelumnya dianggap sebagai nama suporter.
Pada tahun 2016 tim sepakbola ini mengubah namanya menjadi Bhayangkara FC. Klub itu tampil mengikuti ajang Torabika Soccer Championship. Di kompetisi TSC inilah Liga 1 Indonesia terus berkembang dengan memasang target berada di posisi lima besar namuan kenyataannya berada di urutan tujuh klasemen akhir.
3. Stadion
![]() |
Bhayangkara FC bermarkas di Stadion PTIK, Jakarta. Sebelum di Jakarta. Stadion awalnya berada di Stadion Gelora Delta di Sidoarjo.
Selain di Stadion Gelora Delta, Bhayangkara FC menggunakan Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya sebagai stadion alternatif. Pada kompetisi Liga 1 musim 2017, Bhayangkara FC menggunakan Stadion Patriot, Bekasi. Nah pada musim 2018, markas mereka pindah ke Stadion PTIK.
Baca juga: Bhayangkara FC Mengejar Finis Ketiga |
4. Juara Liga 1 2017
Bhayangkara sukses meraih gelar juara Liga 1 2017. Waktu itu, mereka diperkuat pemain-pemain muda berkualitas, di antaranya Evan Dimas Darmono, Muchlis Hadi, Putu Gede Juni Antara, dan Awan Setho Rahardjo. Bhayangkara juga didukung pemain berpengalaman, seperti Pauko Sergio, Ilija Spasojevic, dan Firman Utina.
5. Batal ke Liga Champions Asia
Kendati berstatus juara Liga 1 2017, Bhayangkara gagal tampil di LCA. The Guardian tak memenuhi lisensi AFC untuk aspek legalitas. Bhayangkara baru memiliki badan hukum satu tahun terakhir untuk menyambut LCA 2018. Padahal, minimal sebuah klub harus sudah berbadan hukum minimal tiga tahun untuk tampil di level Asia.
(nwy/fem)