Pengaturan Skor Muncul karena PSSI Butuh Uang Banyak tapi Malah Menutup Diri

Pengaturan Skor Muncul karena PSSI Butuh Uang Banyak tapi Malah Menutup Diri

Femi Diah - Sepakbola
Senin, 25 Feb 2019 11:55 WIB
Ilustrasi kantor PSSI saat masih di kompleks GBK, Senayan. (Rengga Sancaya/detikSport)
Jakarta - Dugaan pengaturan skor yang menyeret petinggi PSSI muncul karena sikap pengurusnya yang menutup diri. PSSI harus diminta lebih terbuka kepada pihak lain.

Sejak dibentuk akhir Desember, Satgas Anti Mafia Bola menetapkan 15 tersangka. Termasuk tiga petinggi PSSI, Plt Ketua Umum Joko Driyono, anggota Komite Eksekutif, yang juga ketua Asosiasi Provinsi PSSI jawa Tengah, Johar Lin Eng, dan anggota Komisi Disiplin Dwi Irianto alias Mbah Putih.

Belakangan, kecurigaan juga muncul kepada klub-klub Liga 1. Beberapa pertandingan dituding beraroma suap, dugaannya termasuk pada pertandingan Persija Jakarta dengan Mitra Kukar sebagai penentu gelar juara Liga 1 2018.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mantan pemain yang menjadi pemerhati sepakbola, Supriyono, menilai situasi itu muncul karena PSSI terlalu tertutup kepada pihak lain, bahkan kepada pemerintah. Padahal, untuk menjalankan operasional organisasi dan membiayai Tim nasional, dari berbagai kelompok usia, dibutuhkan dana yang tidak sedikit.


"Intinya sistem harus diperbaiki. Kasihan PSSI-nya menjadi sorotan, padahal itu aksi individu, aksi personal. Seseorang yang menumpangkan kepentingannya sendiri,' kata Supriyono yang dihubungi detikSport, Senin (25/2).

"Selain itu, sebenarnya Indonesia itu bisa lebih besar daripada Thailand, bahkan Jepang, namun kadang-kadang arogansi federasi yang tidak mau melibatkan instansi lain, dalam arti pemerintah, seolah-olah mereka bisa hidup sendiri," ujar dia.

"Dari situ, mereka pasti mengeluarkan duit sendiri, bukannya seperti negara lain yang melibatkan pemerintah atau pihak lain. Sementara, federasi kita malah menutup diri, mereka selalu berada di belakang ketiak statuta dan dijadikan senjata mereka. Apa sanggup mereka membangun infrastruktur sendiri, menjalin kerjasama yang intens dengan negara lain, misalnya untuk membuka jalan menitipkan pemain atau sebuah tim di negara lain. Kemampuan itu ada di pemerintah, bukan PSSI," kata Supriyono yang juga mantan pemain Timnas Primavera itu.

Supriyono mengapresiasi kinerja Satgas Anti Mafia Bola. Di sisi lain, dia meminta agar PSSI menjadikannya sebagai momentum untuk bersih-bersih dari dalam.

"Ini momen yang tepat untuk membangun PSSI lagi. Pemerintah sudah hadir, mestinya PSSI juga membangun industri sepakbola dan Timnas yang berprestasi," ujar dia.

(fem/raw)

Hide Ads