Jakarta -
Di banyak negara, kompetisi domestik adalah kunci didapatnya timnas yang kompetitif
. Itu tak terjadi di Liga 1. Jadwal berantakan, klub rugi, timnas tak bertaring.
Indonesia kalah dua kali secara beruntun di
Kualifikasi Piala Dunia 2022, yakni dibungkam Malaysia 2-3 dan dilibas Thailand 0-3. Peluang untuk lolos ke babak selanjutnya menipis. Indonesia di posisi juru kunci Grup G dengan nol poin.
Tak sedikit yang menyorot bobroknya performa timnas karena kompetisi liga tidak dijalankan dengan baik. Meski sudah dua dekade lebih berjalan, Liga Indonesia tak banyak mengalami kemajuan. Termasuk dalam hal yang paling mendasar, yakni jadwal padat dan kerap berubah-ubah dan terkesan disusun seenaknya karena tidak sejalan dengan kalender FIFA.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pelatih Timnas Indonesia,
Simon McMenemy, bahkan sempat mengeluhkan jadwal Liga 1 setelah timnya kalah dari Malaysia. Dia menyampaikan para pemain di Indonesia bisa bermain sebanyak tiga kali dalam seminggu.
"Saya tidak ingin mencari alasan untuk kekalahan itu. Namun jadwal liga sangat padat, sampai bertanding tiga kali seminggu," ujar Simon usai Indonesia kalah dari Malaysia.
Situasi yang sama juga sempat diungkapkan striker Indonesia,
Alberto Goncalves, dia mengaku bahwa pemain letih lantaran tak ada waktu istirahat yang cukup usai membela klub lalu lanjut ke tim nasional.
Penjadwalan
Liga 1 2019 musim ini memang harus diakui tak berjalan mulus. Hal itu karena Liga 1 2019 juga harus berjalan bersamaan dengan Piala Indonesia, yang musim lalu gagal tuntas dengan cepat. Kehadiran Piala Indonesia ini secara tak langsung bikin penjadwalan tim di liga menjadi tak pasti.
Semen Padang salah satu contoh klub yang harus kehilangan dua kiper karena gabung tim nasional, sementara Liga 1 2019 masih jalan. Teja Paku Alam ke timnas senior dan Rendy Oscario gabung seleksi timnas U-23.
"Mungkin ini ada hubungan kompetisi yang padat jadi stamina anjlok. Perubahan jadwal karena banyak faktor, jadi itu bikin semua jadi tidak pasti penjadwalannya," kata wartawan senior dan juga pengamat sepakbola, Budiarto Shambazy, kepada detikSport.
Shambazy juga berpendapat bahwa PSSI harus punya jiwa kepemimpinan yang baik untuk bisa memecahkan masalah terkait jadwal Liga 1. Meski PT Liga Indonesia Baru (LIB) dan PSSI harus duduk bersama agar klub dan timnas tak lagi berbagi jadwal.
"Dibutuhkan juga kepemimpinan di PSSI untuk penjadwalan di liga," sambung Shambazy.
Bobroknya timnas karena jadwal liga buruk ditolak oleh Manajer Madura United, Haruna Soemitro. Dia menegaskan bahwa tidak ada alasan pemain lelah.
"Tidak ada alasan pemain cape karena diambil 15 hari sebelum pertandingan. Itu pernyataan yang cari kambing hitam. Pelatih yang sudah terima job tidak boleh menyalahkan yang menunjuk," kata Haruna dalam sambungan telepon dengan detikSport.
"Klub selalu dilematis. Lepas atau tidak serba salah padahal klub yang bayar pemain itu. Klub sudah mengorbankan pemain dan membangun tim. Kalau tim nasional hancur menurut saya ya salah pelatih," tegasnya.
Hasil buruk tim nasional bikin suporter kecewa berat. Hal hal itu ditunjukkan dengan ricuhnya di laga melawan Malaysia dan menurun drastinya jumlah penonton saat lawan Thailand.
Harga tiket yang mahal juga dianggap tak sebanding dengan permainan Skuat Garuda. Bahkan, tim besutan Simon disoraki saat menguasai bola melawan Thailand.
"Ini kerugian bersama, secara khusus yang rugi penonton. Mereka tidak bisa menyaksikan kompetisi dan permainan yang bermutu, tidak dapat permainan timnas yang terbaik. Seperti itu saja dari dulu," kata Shambazy.
Shambazy juga menyindir geliat sepakbola Indonesia yang makin meningkat meski kondisi hancur. Pemain dan klub dapat keuntungan dari situasi ini.
"Yang untung palingan pemain dan klub. Dalam artian belakangan ini kompetisi lebih meriah, gaji bisa lebih gede, endorsement makin banyak, dan penonton kita juga fanatik banget jadi laku-laku aja."
"Kalau klub bisa dilihat dari berbagai kasus. Banyak lebih dikatakan untung daripada rugi, seperti membawa nama daerah, perusahaan, dan embel-embel penyumbang pemain terbanyak ke timnas. Ini normal yang diinginkan semua klub sepakbola di dunia. Itu kebanggaan," tegasnya.
CEO Persijap, Esti Puji Lestari, menyalahkan semua elemen yang punya power di PSSI. Dia juga berharap mental dan semangat pemain bisa diangkat lagi.
"Masalahnya kompleks. Jangka panjang saya berharap pemain mainnya stabil dari kompetisi yang baik, bukan yang semrawut. Ini tanggung jawab semua (klub juga pemain) karena sudah menyetujui (kondisi yang sekarang berjalan)," kata Esti kepada detikSport.
Halaman Selanjutnya
Halaman