London -
Arab Saudi disorot karena bakal mengakuisisi klub Premier League, Newcastle United. Ada anggapan niatan itu sebagai bentuk sportswashing.
Public Investment Fund (PIF), konsorsium Arab Saudi yang dipimpin sang Putra Mahkota, Pangeran Mohammed bin Salman, berencana mengakuisisi Newcastle. Dana sekitar 300 juta paun, atau Rp 5,7 triliun disiapkan.
Wacana konsorsium Arab membeli Newcastle sudah muncul sejak tahun lalu. Namun, laporan terakhir menyebut finalisasi pembelian klub Liga Inggris itu bakal rampung.
Niat pihak Arab membeli Newcastle rupanya disorot, juga dikecam. Pasalnya, banyak yang mengaitkan isu pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan Arab.
Amnesty International Inggris misalnya, mengingatkan citra Premier League bisa ikut runtuh akibat klubnya dibeli pihak yang diduga membuat pelanggaran HAM. Apa yang dilakukan Arab pun dianggap sebuah bentuk sportswashing.
"Ini tampaknya sudah ada wacananya jadi tidak mengherankan, tetapi kami masih perlu melihatnya apa apa ini: Arab Saudi berusaha menggunakan glamor dan prestise sepakbola Liga Premier sebagai alat untuk mengalihkan perhatian dari negaranya, yakni catatan hak asasi manusia yang buruk," kata Felix Jakens, Kepala Kampanye Amnesty International Inggris.
"Ada nama untuk hal ini, namanya 'sportswashing.' Dengan dunia sedang krisis karena coronavirus, ada risiko kesepakatan ini dapat berlanjut tanpa tingkat pengawasan yang seharusnya," jelasnya, seperti dilansir CNN.
Upaya Sportswashing adalah upaya menutup-nutupi pelanggaran HAM lewat ajang olahraga. Dan Arab dianggap berusaha memoles citranya dari negara yang banyak melanggar HAM, dengan banyak menggelar acara olahraga bergengsi.
Arab Saudi memang banyak menggelar acara olahraga global dalam beberapa tahun terakhir. Mulai dari Piala Super Spanyol di awal 2020, kejuaraan Formula E, hingga pertarungan tinju kelas berat antara Anthony Joshua dan Andy Ruiz.
Acara-acara itu disinyalir digelar untuk menutupi banyak kasus. Sebab, Arab juga disorot karena, menurut Amnesty International, melakukan tindak penyiksaan, dan melecehkan aktivis secara seksual. Tudingan itu sudah dibantah keras Pemerintah Arab Saudi.
Selain itu, pada 2018, penyidik PBB sempat menyimpulkan Putra Mahkota disebut memerintahkan pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi. Putra Mahkota kemudian membantahnya.
Nick McGeehan, Direktur kelompok HAM Fair Square, menilai upaya Sportswashing belum tentu berhasil. Ia menilai sebuah negara akan tetap disorot akibat pelanggaran-pelanggarannya.
"Kesalahpahamannya adalah itu akan menutupi penyalahgunaan rezim. Tidak, dalam banyak hal, itu membuat Anda mendapat sorotan," kata McGeehan.
"Tapi ada manfaat biaya. Banyak orang yang tidak peduli dengan hak asasi manusia dan banyak orang merasa sulit untuk terlibat dengan pelanggaran hak asasi manusia, yang terlihat begitu abstrak dan begitu jauh dari kepentingannya," jelasnya.
Hal senada juga dilontarkan Simon Chadwick, Profesor Olahraga Eurasia di Emlyon Business School yang berbasis di Paris. Ia skeptis terhadap pemolesan citra yang dihasilkan dengan membeli klub sepakbola.
"Secara pribadi, saya tidak yakin dengan pandangan ini. Daripada mengalihkan perhatian dari negara seperti Arab Saudi, akuisisi sebenarnya akan menarik perhatian dan memperkuat bukti kesalahan-kesalahannya," katanya.