Nama Ravel Morrison belakangan disebut-sebut lagi. Mulai dari kegagalannya jadi pemain 100 juta paun, sampai anggapan bahwa dulu ia lebih jago dari Paul Pogba.
Morrison dulunya adalah pemain akademi Manchester United. Ia menjadi rekan setim dari Pogba dan Jesse Lingard di tim junior, seraya mencuri perhatian para pemain di tim utama.
"Aku ingat melihat Ravel Morrison dan berpikir bahwa ia memiliki segala sesuatu yang dibutuhkan di posisinya," tulis mantan striker MU Wayne Rooney di Sunday Times.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dia brilian. Dia percaya diri. Dalam semenit, dia mengolongi Nemanja Vidic tiga kali dalam latihan. Tapi dia mengalami kesulitan dengan gaya hidup dan lingkungan, yang sebenarnya menyedihkan buatnya, karena saat itu aku melihat Pogba, Lingard, dan pemain lain terus tumbuh, dan awalnya Ravel bahkan lebih jago dari mereka semua dengan keunggulan yang jauh sekali."
Sebelum ini ada pula mantan pemain The Red Devils lain, Rio Ferdinand, yang juga punya penilaian tinggi terhadap bakat Ravel Morrison. Ferdinand menyebut Morrison sebenarnya punya modal untuk jadi pemain kelas dunia seharga 100 juta paun.
"Saya rasa Ravel bisa menjadi pemain seharga 100 juta paun," kata Ferdinand, yang juga ikut mengkritisi kurangnya individu tertentu di MU dalam upaya mendukung pemain macam Morrison.
Morrison, yang kini berusia 27 tahun, disebut memiliki emosi yang meluap-luap. Salah satunya karena dibesarkan di wilayah pinggiran Manchester yang digambarkan keras.
Pria keturunan Jamaika ini meninggalkan MU pada 2012 untuk bergabung dengan West Ham United, dan tak pernah mencapai potensi terbaiknya. Sempat merumput di Italia bersama Lazio, di Liga Meksiko dengan Atlas, dan di Swedia bersama Ostersund, kini Morrison tercatat sebagai pemain Sheffield United sejak direkrut dalam kontrak setahun pada musim panas lalu. Baru setengah musim, ia sudah dipinjamkan ke Middlesbrough pada Januari 2020.
![]() |
"Mungkin Ravel Morrison adalah kasus yang paling bikin sedih," kata Sir Alex Ferguson, mantan manajer MU, dalam autobiografinya.
"Ia memiliki talenta alami seperti pemain muda lain yang pernah kami gaet, tapi ia terus saja kena masalah. Sulit sekali menjualnya ke West Ham pada Januari 2012 karena ia bisa menjadi pemain fantastis. Tapi setelah periode tertentu di era sejumlah pemain, masalah di luar lapangan terus bertambah dan kami tak punya banyak pilihan selain memutus hubungan."
(krs/yna)