Menyusuri Favela di Sao Paulo

Catatan dari Brasil

Menyusuri Favela di Sao Paulo

- Sepakbola
Jumat, 11 Jul 2014 11:44 WIB
Sao Paulo -

Meski terkenal, kawasan favela di Brasil bukanlah tempat yang layak dikunjungi oleh wisatawan seorang diri. Pasalnya, favela atau perkampungan kumuh, terkenal dengan tingkat kriminalitasnya yang sangat tinggi.

Maka jika bukan karena ajakan Romo Ferdinan Doren, blusukan ke favela di kawasan Diadema, Sao Paulo tentu tidak bakal kami jalani. Keberadaan pastor asal Flores itu, yang kini menjadi pengajar di Universitas Teologi Sao Paulo, menjadi garansi keamanan diri kami.

Malam itu kami berkeliling tidak lama seusai pertandingan Brasil vs Jerman dalam semifinal Piala Dunia. Udara di kawasan Diadema saat itu sangat dingin. Jaket serta tangan yang bersembunyi di saku celana tetap tidak mampu mengusir rasa dingin.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ayo kita muter-muter," ajak romo yang sudah 15 tahun ada di Sao Paulo sambil menyopir mobil.

Di suatu perempatan, mobil yang kami tumpangi berhenti. Di sisi kiri mobil, ada garasi rumah warga yang disulap layaknya sebuah klub malam. Lantunan musik dengan beat sangat kencang datang dari dua mobil sedang yang diparkir persis di depan rumah.

Sekitar 20-30 orang, yang sebagian besar anak muda, sibuk dengan urusannya masing-masing. Ada yang berjoget, ada juga yang hanya duduk untuk minum.

"Tadinya pesta ini untuk merayakan kemenangan Brasil, tapi daripada mubazir, ya tetap pesta saja," jelas Romo mengomentari kekalahan Brasil.

Selama berputar di kawasan ini, setidaknya ada lima klub seperti itu yang kami temukan. Dan selalu ramai oleh anak muda.

Cerita keganasan favela ini sendiri bukan isapan jempol belaka. Romo pernah merasakannya saat hendak memarkir mobil ke dalam garasi. Mobilnya tiba-tiba ditabrak oleh warga.

Bukannya meminta maaf, orang tersebut malah marah karena mobilnya rusak ke Romo. Perdebatan pun tak terhindarkan. Namun begitu Ferdinan mengenalkan diri sebagai seorang pastor, baru orang itu minta maaf.

"Pastor di sini masih mendapat tempat," ujar pria bergelar doktoral Teologi dari Chicago AS ini.

Dubes RI untuk Brasil Sudaryomo Hartosudarmo dalam blognya juga pernah menulis kisah masuk ke favela bersama Romo. Bahkan keberanian Sudaryomo datang ke favela di Sao Paulo ini mengundang pujian dari dubes negara lain.

Mobil yang kami tumpangi terus masuk menyusuri gang-gang sempit di Diadema. Jalanan berkelok-kelok dan banyak tanjakan. Jarak antarrumah bahkan nyaris tidak ada.

Kami menemukan banyak mobil warga yang parkir sembarangan. Sesekali juga mobil berhenti di pinggir jalan dan ada anak muda yang berbincang dengan sopir tersebut dari jendela. Persis seperti di film tentang peredaran narkoba.

"Polisi ke sini sangat jarang, kecuali ada kepentingan khusus. Kalau ke sini pasti dengan pasukan lengkap bersenjata," tutur Romo yang mengaku masih suka pulang ke Indonesia ini.

Beberapa kali Romo memberhentikan mobilnya di depan rumah warga. Sekadar menyapa atau membahas singkat kekalahan memalukan Brasil. Dari cara mereka berkomunikasi, bisa jelas dirasakan bagaimana kehadiran Romo bisa diterima oleh warga Diadema.

Kami juga sempat berhenti di sebuah bar di pinggir jalan, sekadar untuk menghilangkan rasa dahaga. Saat itu, kami melihat ada mobil polisi yang berputar-putar di kawasan ini. Kehadiran mobil polisi itu jadi agak ganjal mengingat cerita Romo sebelumnya.

Ternyata polisi itu sedang mencari pelaku pembunuhan yang diduga kuat berasal dari kawasan ini. Yang dibunuh tidak tanggung-tanggung.

"Anak seorang komandan polisi," jelas Romo.

Belakangan, favela-favela di Brasil konon dikondisikan untuk kepentingan pariwisata, karena favela itu sendiri telah menjadi salah satu kekhasan Negeri Samba. Hanya saja, memang kewaspadaan para pelancong tetap mutlak.

Di sisi lain, tempat-tempat padat dan kumuh itulah yang katanya melahirkan banyak pemain sepakbola dengan skill tinggi, khas pemain Brasil.

Terima kasih, Romo, telah mengantar kami "blusukan" di favela Sao Paulo.



(mok/a2s)

Hide Ads