Barcelona: Eksploitasi Aturan Offside Pasif

Offside (2)

Barcelona: Eksploitasi Aturan Offside Pasif

- Sepakbola
Selasa, 05 Mar 2013 11:09 WIB
Getty Images
- - Dalam tulisan pertama telah dijelaskan bahwa offside bukan sekadar aturan melainkan bagian dari sebuah taktik tersendiri dalam permainan sepakbola. Dalam perjalanannya, offside sebagai taktik telah mengalami evolusi (baca di sini). Selain yang diciptakan oleh Herbert Chapman (Arsenal) dan Arrigo Sacchi (AC Milan), berikut ini perkembangan lain yang dilakukan oleh Barcelona:

Barcelona – Eksploitasi Aturan Offside Pasif

Di tahun 2005 lagi-lagi aturan mengenai offside diubah. Hukum offside kembali beralih ke 142 tahun yang lalu saat pertama kali aturan ini dirumuskan. Pemain dinilai offside jika bagian dari tubuhnya berada di luar dari pemain kedua dari belakang, atau saat bagian dari kepala, tubuh atau kaki lebih dekat kepada 'garis gawang' daripada bola atau bek kedua terakhir. Hal ini berarti jika tim yang sedang menyerang cerdik, sehingga bisa menjaga bola untuk tetap dalam posisi tidak offside, jebakan yang diterapkan akan tidak efektif.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Definisi unsur keterlibatan dalam bermain aktif dalam perubahan aturan offside:
Mengganggu permainan atau menyentuh bola atau disentuh oleh rekan tim
Mengganggu lawan dengan berarti mencegah lawan untuk bermain atau menghalangi lawan bermain atau melakukan gerakan yang menurut pendapat wasit mengalihkan perhatian lawan atau menipu.
Mendapatkan keuntungan dengan berada diposisi offside, berarti memainkan bola yang memantul dari tiang gawang yang telah atau berada dalam posisi offside.


Dengan aturan yang baru ini timbul pro dan kontra. Sejatinya aturan baru ini guna mencegah terjadinya goal-hanging. Namun definisi unsur aktif dan pasif-lah yang mengakibatkan terjadinya goal-hanging ini terjadi dalam suatu pertandingan sepakbola. Offside pasif sendiri membuat pertandingan lebih menyenangkan untuk disimak dan memberi kita kesempatan yang lebih banyak untuk berteriak di depan TV. Peluang untuk mencetak lebih banyak gol dari sudut yang tak terduga pun semakin tinggi.




Studi Kasus 1:

Perubahan Aturan Offside: Blackburn vs Liverpool, 16 April 2006

Robbie Fowler mengumpan bola dengan dadanya ke Fernando Morrientes yang berada dalam posisi onside. Tapi di dekatnya berdiri Djibril Cisse dalam posisi offside, tanpa ada pemain belakang lawan satupun. Melihat bola datang ke arahnya, Cisse menggerakan kakinya untuk menahan bola. Namun ia berhenti seketika, menyadari bahwa jika ia mencoba mengambil bola itu, hakim garis akan mengangkat bendera karena dia bermain aktif. Bola bergerak menuju Morrientes, lalu diumpan kembali ke Fowler dan dikonversi jadi gol. Seketika pemain Blackburn protes tapi tetap wasit pada keputusannya dan menganggap itu gol. Cisse tidak aktif atau mencoba untuk mengambil bola, tidak coba mengambil keuntungan, tidak ada pemain belakang Blackburn di dekatnya dan tidak ada bola rebound (memantul).

Studi Kasus 2:

Perubahan Aturan Offside: Manchester City vs Blackburn, 27 Desember 2007

Blackburn mengumpan silang dari sisi kanan, Davin Dunn dalam posisi offside bola melintas di atasnya dan menuju Roque Santa Cruz yang berlari dalam posisi onside. Dengan mudah Santa Cruz melesakan gol. Hakim garis tidak mengangkat benderanya menyadari bahwa Dunn tidak mencoba mengambil keuntungan. Hakim garis meminta wasit untuk menghampirinya dan menjelaskan Dunn berada dalam posisi offside namun tidak mencoba mengambil keuntungan atau mengganggu lawan. Ini adalah salah satu contoh pentingnya hakim garis yang tidak terlalu cepat mengambil keputusan.


Jadi, dengan berubahnya aturan offside, apakah permainan sepakbola tetap sama seperti sebelumnya? Mungkin seseorang akan bertanya-tanya mengapa aturan baru tentang offside di era sepakbola modern ini sering menciptakan kejadian-kejadian menarik untuk disimak dalam setiap pertandingan sepakbola. Kuncinya terletak pada posisi, keterampilan, dan ketelitian.

Banyak tim sepakbola sekarang ini menggunakan offside pasif sebagai salah satu strategi dalam bermain, sehingga goal-hanger dan pemain berteknik tinggi bermunculan serta skema dan formasi berevolusi kembali. Barcelona dan Spanyol adalah tim-tim yang memahami betul tentang keuntungan dari offside pasif tersebut

Cara bermain Barcelona sendiri adalah masalah pemanfaatan ruang. Saat memegang bola, mereka akan memperbesar lapangan bermain dengan tujuan untuk mempertahankan possesion dengan mudah. Sementara saat kehilangan bola, mereka akan memperkecil ruang bermain agar mudah merebut kembali.

Selain itu, Guardiola juga menerapkan garis offside yang sangat agresif. Para gelandang dan penyerangnya menerapkan garis pertahanan dari lini tengah lawan yang dikombinasikan dengan pressing tinggi. Untuk itu, dalam penerapannya, dibutuhkan pemain dengan kondisi fisik yang sempurna, untuk mempertahankan pergeseran yang cepat dan perputaran bola yang terus mengalir. Bahkan ketika pemain sudah terlihat lelah, para pemain tetap dituntut untuk mempertahankan gaya menekan yang konstan selama 2 x 45 menit.

Dari segi penyerangan, inti dari formasi Barcelona ini adalah memaksimalkan kombinasi dan pertukaran posisi dalam serangan yang tak terhitung jumlahnya. Hal ini terlihat dari banyaknya kombinasi peran yang dapat dimainkan oleh seluruh anggota tim, sementara fungsi dan tanggung jawab para pemain juga terus berubah sesuai kombinasi dan sumbu permainan. Maka bukanlah suatu hal yang aneh jika kita melihat David Villa, Pedro Rodriguez, Alexis Sanchez dan Messi selalu terus berputar dan berotasi, selalu dalam garis offside pertahanan lawan, selalu menarik agar pemain belakang lawan maju ke depan. Tak heran tim-tim yang menghadapi Barcelona sulit menerapkan perangkap offside serta peristiwa seperti goal-hanging tercipta.

Namun bukannya permainan Barcelona ini tanpa kelemahan, terutama dilihat dari segi pertahanan. Dengan permainan ofensif Barcelona, yang didasarkan pada keseimbangan pergerakan menyerang oleh bek sayap, tim lawan akan dengan mudah mengeksplorasi sisi ini dengan passing bola-bola panjang dan kecepatan pemain sayap.

Tapi masalah ini berhasil disiasati oleh Guardiola. Pertahanan dibangun setinggi mungkin mendekati garis tengah lapangan untuk memanfaatkan jebakan offside. Selain itu, Guardiola juga selalu mempunya pemain yang bisa menempati beberapa posisi berbeda. Ketika Gerard Pique membantu serangan, maka Sergio Busquet akan menggantikan posisinya. Ketika Dani Alves bergerak jauh ke pertahanan lawan, selalu ada Javier Mascherano yang bertransfrormasi jadi seorang bek sayap.

Jebakan offside yang diterapkan Guardiola memang sangat agresif. Ia mendorong pemain belakangnya untuk berdiri di hampir sepertiga lapangan. "Jika bola kembali disni (sepertiga lapangan) kita harus berlari 30 meter sampai ke gawang lawan. Jika bola kembali ke belakang (pertahanan) kami memiliki 80 meter untuk memisahkan diri," ujar Guardiola.







Seperti yang terlihat dari gambar di atas, ada 9 pemain Barcelona terkonsentrasi hanya di daerah 34 meter (lebar) dan 25 meter (panjang). Hal ini dilakukan untuk mempersulit lawan untuk bergerak menembus area pertahanan. Ketika lawan frustasi karena sulit untuk memberikan passing, tentu lawan hanya mempunyai kesempatan mengembalikan bola ke pertahanannya dan memberikan long-pass ke penyerang mereka. Namun tanpa disadari bahwa ujung tombak mereka sudah berada di posisi offside.

Sementara itu, pemadatan ruang yang dilakukan oleh Guardiola adalah untuk membantu menekan tim lawan dan mengambil kembali bola.

Hukum dan aturan mengenai offside akan terus diperbaiki. Demikian pula dengan interpretasi wasit itu sendiri dalam melihat suatu kejadian lebih dalam lagi. Hal ini seharusnya dirancang untuk mencegah goal-hanging dan memotivasi pemain untuk selalu menjalankan aturan tidak bergerak dibelakang bek. Karena sepakbola adalah, dan akan selalu, menjadi permainan cantik yang akan selalu berkembang. Tidak ada alasan bahwa aturan tidak dapat lebih disempurnakan lagi.



==

* Penulis: Firman Fauzi Wiranatakusuma. Akun twitter: @omgitsmungki



(a2s/din)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads