Nyaris tak ada peran "anyar" dalam dunia sepakbola yang lebih konstan dibicarakan dalam sepuluh tahun ke belakang selain false 9. Memang ada kebangkitan formasi tiga bek dan juga inverted winger, namun kehadiran false 9 yang kerap menarik perhatian dan bahkan mengundang kesalahkaprahan.
Spanyol mempopulerkan peran ini saat Vicente Del Bosque memasang Cesc Fabregas pada barisan penyerang Spanyol di Piala Eropa 2012. Masih lekat dalam ingatan bagaimana Spanyol dengan Fabregas dan barisan pemain tengahnya mampu membuat Italia bak mengejar bayangan di lapangan, dan akhirnya tertunduk 0-4.
Sebelumnya La Furia Roja, klub raksasa Spanyol, Barcelona juga pernah lebih dulu memperagakan peran ini saat menempatkan Messi sebagai penyerang tengah pada 2010. Demikian pula dengan Luciano Spaletti pada medio 2000-an yang membuat AS Roma memainkan sepakbola indah dengan menggunakan Fransesco Totti sebagai "striker palsu".
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penyerang Hungaria Nandor Hidegkuti memainkan peran yang mirip dengan peran Messi di tahun 2010. Hasilnya, Hidegkuti mencetak hattrick pada pertandingan tersebut dan Inggris dipermalukan 6-3 oleh Hungaria di depan para pendukungnya di Wembley.
Hidegkuti pun ternyata bukan pemain pertama yang berperan sebagai false 9. Beberapa sumber mengatakan bahwa pada tahun 1890an seorang pemain Inggris, G.O Smith, telah memainkan peran ini.
Setelah Smith, pada tahun 1920an Argentina juga dikatakan menggunakan pemain yang menjalankan peran seperti false 9. Luis Ravaschino yang merupakan penyerang tengah Argentina memainkan peran yang ketika itu disebut sebagai 'conductor'.
Pertanyaan yang timbul kemudian adalah peran apa sebenarnya yang dimainkan oleh seorang false 9?
Sering terjadi kesalahpahaman peran false 9. Ketika pelatih menempatkan seorang gelandang di posisi striker, sering kali kita langsung menyimpulkan dia adalah seorang false 9. Padahal tidak semuanya seperti itu.
Pada babak 16 besar Liga Champions 2014 lalu, Mourinho menempatkan Andre Schuerrle sebagai penyerang tengah. Banyak pihak mengatakan bahwa kala itu Schuerrle bermain sebagai false 9, padahal kenyataan di lapangan dia memainkan peran ujung tombak.
Setelah pertandingan, Mourinho pun mengatakan bahwa dia tidak menempatkan Schuerrle sebagai false 9.
Harus diingat bahwa false 9 bukan sebuah posisi melainkan sebuah peran. Jika membicarakan sebuah peran, maka hal ini akan sangat bergantung dengan tugas yang diemban sang pemain di lapangan.
Maka, tidak selamanya pemain tengah yang ditempatkan di depan akan menjadi false 9 dan nyatanya false 9 juga bisa diperankan pemain yang memiliki posisi natural sebagai striker.
Sesuai dengan namanya, si nomor 9 yang palsu ini akan seolah-olah bermain sebagai seorang penyerang tengah, padahal ternyata area geraknya justru sedikit mundur ke belakang.
Pada umumnya, seorang penyerang tengah (sering disebut sebagai si nomor 9) berada paling depan, mencari ruang, dan melakukan penyelesaian akhir. Entah dengan cara dikirimkan bola udara atau umpan terobosan, penyerang tengah biasanya akan dijadikan sasaran akhir sebelum gol tercipta.
Hal ini tidak berlaku pada penyerang tengah yang berperan sebagai false 9. Pemain ini justru akan lebih sering bergerak ke area tengah lapangan ketika timnya memulai serangan dan secara tiba-tiba seolah berganti posisi menjadi seorang gelandang serang.
Namun, false 9 tidak hanya melakukan pergerakan ke belakang, namun juga dapat bergerak ke sisi kanan ataupun kiri. Pada intinya, ia akan bergerak ke arah yang "salah" dari semestinya seorang ujung tombak bergerak mencari ruang dan kesempatan untuk mencetak gol.

Pertandingan antara Inggris vs Hongaria di Wembley tahun 1953
Membuka Ruang atau Mengatur Pertandingan
Untuk bisa melihat peran penting seorang false 9 sebagai pilihan taktikal, kita bisa melihat dua pertandingan yang cukup terkenal dengan keberhasilan tim menggunakan peran ini. Pertandingan pertama adalah saat Hungaria mempecundangi Inggris di Wembley tahun 1953.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, Hungaria menempatkan Nandor Hidegkuti sebagai striker "palsu".
Pada pertandingan ini, Hidegkuti langsung menunjukan fungsinya sejak menit kedua. Pergerakan ke belakang ala false 9 yang dilakukan Hidegkuti menyebabkan salah satu bek Inggris, Harry Johnston membuka ruang di wilayah pertahanan Inggris. Laszlo Budai, penyerang kanan Hungaria yang melihat ruang ini, langsung masuk dan membuat Johnston kebingungan antara harus mengejar Budai atau tetap menjaga Hidegkuti.
Β
Hidegkuti melihat kebingungan Johnston dan langsung melakukan dribling melewati Johnston sebelum akhirnya melesakan gol pertamanya di pertandingan tersebut.
Ruang yang tercipta setelah Harry Johnston ikut keluar dari area pertahanan akibat pergerakan Hidegkuti-lah yang diincar dari permainan false 9. Pemain bertahan lawan akan mengira bahwa dia harus selalu mengikuti pergerakan penyerang tengah lawan, sehingga secara tidak sadar ia membuka ruang kosong di daerah pertahana yang siap untuk dieksploitasi oleh lawan.
Meski demikian, perlu disadari bahwa pada masa itu para pemain menggunakan sistem man to man marking dengan setiap pemain akan menjaga satu pemain khusus. Tugas Johnston kala itu memang harus mengikuti kemana Hidegkuti bergerak. Akibatnya, ketika Hidegkuti melakukan hal berbeda sedikit saja dari semestinya, yaitu menjadi seorang ujung tombak, maka terjadi kebingungan demikian hebat.

Proses gol pertama Hungaria ke gawang Inggris. (9: Hidegkuti ; 7: Budai)
Ini berbeda dengan saat Lionel Messi membela Barcelona melawan Real Madrid pada 2009. Ketika itu, kedua bek tengah Real Madrid, Pepe dan Ricardo Carvalho, yang bermain zonal marking sama sekali tidak mau terpancing dengan pergerakan Messi. Hasilnya Messi dapat bergerak bebas tanpa pengawalan di wilayah tengah lapangan.
Bintang asal Argentina ini beberapa kali menerima bola tanpa pengawalan di tengah lapangan sehingga dapat dengan leluasa mengatur serangan Barcelona. Hal ini juga yang diincar oleh tim yang memainkan false 9.
Ketika penyerang tengah mereka dibiarkan bergerak ke belakang tanpa pengawalan, dia akan berubah peran menjadi pengatur serangan. Lalu, dengan tidak adanya pengawalan ketat pada pemain yang mampu mengatur serangan, otomatis akan tercipta serangan berbahaya setelahnya.
Selain itu, dengan tambahan satu "gelandang" di area tengah, Real Madrid pun kewalahan dalam mengantisipasi penguasaan bola Barcelona. Hasilnya, Messi berhasil mencetak 2 assist untuk 2 gol yang dicetak David Villa. Dalam gambar terlihat bagaimana Messi menerima bola tanpa pengawalan sebelum mengirimkan umpan matang kepada Villa.

Posisi Messi yang menerima bola tanpa pengawalan sebelum mengirimkan assist pertama (atas) dan kedua (bawah) ke David Villa
Kapan False 9 Bisa Digunakan?
Jika melihat pada duapertandingan tersebut, atau hasil tim-tim lain yang coba menggunakan sistem tersebut, false 9 terlihat sangat mematikan dan sulit untuk dihentikan. Maka dari sini akan timbul pertanyaan, mengapa tidak semua klub menggunakan false 9?
Faktanya, tidak semua klub mampu menggunakan false 9 karena memang tak semua penyerang atau gelandang mampu mengambil keputusan untuk memainkan peran false 9 dengan baik.
Pemain ini setidaknya harus memiliki kemampuan mencari ruang yang baik. Selain itu sang pemain juga harus memiliki kemampuan mengolah bola yang baik, karena false 9 juga akan menjadi pengatur serangan ketika dia telah menguasai bola.
Selain itu, sistem false 9 juga menyaratkan bahwa tim memiliki lini kedua yang baik yang mampu menerobos masuk ke kotak penalti, saat sang striker melakukan "gerakan tipuan". Para pemain di second line inilah yang akan memegang peranan untuk mencetak gol.
Sebagaimana ditunjukkan dalam kasus Barcelona, peran Messi demikian menonjol justru karena ada David Villa yang lalu bergerak untuk memanfaatkan ruang yang diciptakan sang nomor 10. Demikian pula dalam kasus Spanyol yang memiliki lini kedua seperti Andres Iniesta yang mampu menusuk ke kotak penalti untuk melakukan tembakan.
Menggunakan false 9 juga sebenarnya memiliki kelemahan tersendiri. Dengan hilangnya penyerang tunggal di depan, otomatis klub tersebut tidak akan bisa melakukan serangan langsung ke depan. Skema ini hanya akan membuat bola jatuh ke kaki bek lawan mengingat penyerang tengah mereka tidak ada di sana.
Maka dari itu, false 9 biasanya hanya digunakan oleh tim yang ingin bermain dengan penguasaan bola tinggi. Dengan hadirnya penyerang tengah mereka di lapangan tengah, otomatis tim ini akan memiliki satu pemain tambahan untuk bisa menguasai lini tengah.
Dari sini, mereka akan lebih mudah untuk memainkan bola sambil mencari celah yang terbuka di wilayah pertahanan musuh.
(bersambung)
====
*dianalisis oleh @aabimanyuu dari @panditfootball
(roz/din)