Guardiola menawarkan penyegaran semenjak membesut Barca tahun 2008. Di tangannya, Los Azulgrana memainkan sepakbola atraktif, dengan aliran bola yang membuai serta dengan agresivitas tinggi.
Konsep Guardiola yang disebut-sebut sebagai fusi dari gaya tiki-taka ala Spanyol dengan total football khas Belanda memang mengagumkan. Apalagi, ia didukung oleh pemain-pemain kelas wahid.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan gaya seperti itu, Guardiola sejauh ini telah meraih tiga gelar Liga Spanyol, satu titel Liga Champions dan berpeluang mendapat yang kedua, dan masing-masing satu Copa del Rey, Piala Super Eropa dan Piala Dunia Antar Klub.
Wajar bila kemudian ada yang meyebut bahwa Barca besutan Guardiola adalah salah satu kesebelasan terbaik yang pernah ada. Guardiola sendiri mengaku tidak tahu di mana posisi timnya bila dibandingkan dengan tim-tim akbar di masa lalu.
"Saya sudah pernah ditanyai yang begini dan sungguh mustahil buat menjawabnya," kata Guardiola menjelang final Liga Champions 2011 kepada situs resmi UEFA.
"Ajax-nya Johan Cruyff, Milan-nya Arrigo Sacchi, Real Madrid-nya Alfredo Di Stefano, atau Santos-nya Pele. Saya belum pernah menyaksikan mereka, jadi mustahil buat saya untuk membandingkan. Setiap periode itu berbeda," sambung pria 40 tahun itu.
Selain memburu trofi seperti lazimnya sebuah tim profesional, Guardiola punya mimpi yang sebenarnya sederhana. Ia ingin gaya bermain Barca ini dikenang publik sampai satu dekade ke depan.
"Jika dalam 5, 10 atau 15 tahun mendatang masih ada orang yang mengingat carabermain kami saat ini, itu sudah merupakan kesuksesan besar," kata Guardiola merendah.
Β
(arp/arp)