Girona dan Manchester City berpeluang tampil bersama-sama di Liga Champions musim depan. Namun keduanya berada dalam naungan perusahaan yang sama, yakni City Football Group (CFG). Akankah diizinkan UEFA?
CFG merupakan perusahaan induk yang membawahi sejumlah klub sepak bola yang tersebar di Eropa, Amerika Serikat, Amerika Latin, Asia, hingga Australia. Mereka menjadi pemegang saham mayoritas sembilan klub berbeda.
Klub-klub itu adalah Manchester City (Inggris), Melbourne City (Australia), New York City FC (AS), Mumbai City (India), Montevideo City Torque (Uruguay), Troyes (Prancis), Lommel (Belgia), Palermo (Italia), dan Bahia (Brasil).
Baca juga: City Tak Berkutik di Hadapan 'Big Six' |
CFG juga memiliki porsi minoritas di Girona (Spanyol, 47 persen), Shenzhen Peng City (China, 46,7 persen), dan Yokohama F. Marinos (Jepang, 20 persen). Terbaru, mereka baru saja mengumumkan kesepakatan dengan Istanbul Basaksehir (Turki).
Nah, kondisi ini menjadi perhatian ketika Girona dan Man City sama-sama berada di papan atas liga negara masing-masing. Girona di urutan kedua Liga Spanyol, sedangkan Man City di peringkat tiga Liga Inggris. Semua masuk zona Liga Champions.
Bagaimana jika mereka bertahan di sana hingga akhir musim? Bukannya tidak boleh jika dua klub dalam naungan satu perusahaan bertarung di kompetisi yang sama?
Menurut aturan UEFA, seperti pernah dijabarkan BBC pada 2023, tak boleh ada individu atau entitas hukum yang memiliki kontrol terhadap lebih dari satu klub di sebuah kompetisi yang digelar UEFA (Liga Champions, Liga Europa, dan Conference League).
Kontrol yang dimaksud meliputi:
- memegang mayoritas hak voting di antara pemegang saham
- memiliki hak untuk menunjuk atau mengganti anggota administratif, manajemen, atau dewan pengawas klub
- menjadi pemegang tunggal hak voting lewat keputusan yang disepakati di antara para pemegang saham
- dengan cara apapun memiliki pengaruh dalam pengambilan keputusan di dalam klub
Dalam kondisi Girona, CFG sebetulnya bukanlah pemegang saham mayoritas. Namun ada kekhawatiran CFG memiliki individu yang punya pengaruh besar terhadap dua klub di atas. Dalam kondisi ini, UEFA akan lebih dulu memeriksa kedua klub sebelum mengambil keputusan.
Namun berkaca pada apa yang terjadi di masa lampau, kasus RB Leipzig dan RB Salzburg bisa menjadi acuan. Kedua tim pernah sama-sama bermain di Liga Europa, bahkan tergabung dalam satu grup di babak penyisihan pada musim 2018-19.
Saat itu, UEFA memutuskan kedua tim harus melakukan "perubahan tata kelola dan struktural", mulai dari pembiayaan, personel, kesepakatan sponsor, hingga urusan perusahaan lainnya. Intinya, menjadikan keduanya dua entitas mandiri yang tak terkait.
Namun The Athletic menjelaskan bahwa putusan dalam kasus di atas tidaklah saklek. UEFA sejauh ini masih lentur dalam mengambil keputusan, jadi semua dilihat per kasus, meski ada rencana untuk mengetatkan aturan terkait hal ini di masa depan.
Kubu Girona dan Manchester City sendiri masih tenang menyikapi hal ini. CFG diyakini juga akan berupaya agar salah satu tim tidak menjadi 'korban'. Prinsipnya, hasil di lapangan jangan sampai diganggu oleh sederet keputusan di balik layar.
(adp/aff)