Cerita tentang Matchday Programme

Cerita tentang Matchday Programme

- Sepakbola
Senin, 07 Okt 2013 11:13 WIB
Jakarta - Untuk orang Indonesia, koleksi perangko adalah hobi yang sudah biasa. Tetapi koleksi majalah pertandingan sepakbola (matchday programme) masih jadi hal yang langka, apalagi untuk pertandingan-pertandingan sepakbola lokal.

Matchday programme [selanjutnya ditulis programme saja] adalah publikasi yang diterbitkan terkait sebuah pertandingan. Di dalamnya ada informasi mengenai susunan pemain, informasi-informasi tentang pemain, dan kadang juga diselipi dengan wawancara dengan pelatih atau artikel yang ditulis terkait pertandingan tersebut.

Programme umumnya tidak terlalu tebal. Hanya terdiri dari selembar kertas atau 4 halaman atau kelipatan 4 lainnya. Untuk pertandingan-pertandingan penting dan istimewa, programme bisa diproduksi dengan lebih baik, konten yang lebih kaya, juga kemasan yang lebih istimewa dari biasanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada 1981 ada Programme yang agak sederhana yang diproduksi untuk pertandingan antara Indonesia Muda vs Coventry City di Surabaya. Sempat pula diproduksi programme untuk pertandingan Indonesia All-Star vs Manchester United pada tanggal 20 Juli 2009 yang diproduksi tabloid Bola. Namun, karena pertandingang itu batal akibat ledakan bom di hotel yang sudah disiapkan untuk tempat menginap MU, programme itu tidak jadi dijual di stadion GBK, tapi saya sempat mengirimkan beberapa eksemplar programme tersebut ke kolektor-kolektor di Inggris.

Ada teman saya di Inggris bilang dia pernah lihat Programme dari Jawa dari pertandingan pada tahun 1930an dalam bahasa Indonesia dan Belanda. Jika kesaksian itu benar, berarti mungkin memang ada yang lain dan istimewa dari zaman itu sehingga sudah cukup maju untuk memikirkan membuat Programme.

Saya sendiri pernah melihat Programme yang dibuat di laga kandang Arema Malang dua musim lalu. Hanya saja Programme itu hanya dibuat versi online dan tidak dicetak untuk jual di stadion.

Di Inggris, Programme paling tua diproduksi pada 1888, bersamaan dengan dimulainya kompetisi liga. Bentuknya masih sangat sederhana, hanya berisi susunan pemain kedua tim yang dicetak di atas kartu yang agak tebal. Dalam waktu tiga tahun setelahnya, beberapa klub sudah mulai membuat Programme yang lebih rapi, dengan format 4 halaman yang berisi berita-berita klub dan jadwal pertandingan untuk kompetisi musim tahun itu.

Di Inggris pula, Programme adalah barang burun para kolektor. Mereka yang sangat menggemari programme ini sama seriusnya dengan mereka yang mengoleksi perangko. Mereka memburu koleksi-koleksi Programme yang langka dan penting.



Programme yang waktu itu paling diminati adalah final-final Piala FA. Gambar di atas adalah Programme Final FA Cup 1909 antara Manchester United vs Bristol City. Programme ini sangat sulit dicari dan harganya bisa mencapai di atas seribu poundsterling (sekarang kira-kira Rp15 juta).

Mulai dari tahun 1923, final Piala FA selalu dilaksanakan di Stadion Wembley. Untuk pertama kalinya saat itu ada programme yang dicetak berwarna untuk final turnamen tertua di dunia itu. Programme ini harganya saat ini bisa mencapai 2.000 poundsterling (Rp 30 juta), kalau masih orisinal dan kondisinya baik. Final saat itu juga terkenal sebagai White Horse Final karena hampir 200 ribu penonton masuk ke Stadion Wembley dan seorang polisi dengan kuda putih berhasil memaksa penonton mundur sampai garis lapangan dan laga antara Bolton Wanderers vs West Ham United pun bisa dimulai.



Beberapa tahun setelah itu Programme untuk laga-laga di Wembley punya banyak variasi desain dengan bentuk dan ilustrasi yang indah. Semua Programme pertandingan di Wembley yang berlangsung antara Perang Dunia I dan II, untuk koleksi semuanya dihargai di atas 3 juta rupiah.

Tetapi rekor tertinggi masih dipegang oleh Programme antara Blackburn Rovers vs Old Etonians di final Piala FA 1882. Tiga bulan lalu, Programme itu dilelang di balai lelang bergengsi, Sothebys, di London, dan laku dengan harga 35 ribu poundsterling atau sekitar Rp 520 juta!

Mulai 1954 sampai 1963, Programme di final Piala FA dan final Piala FA untuk klub-klub amatir bentuknya hampir mirip, yaitu dilengkapi foto Stadion Wembley dari udara sebagai sampulnya. Pada 1955, final Piala FA amatir antara Hendon dan Bishop Auckland (yang Programme-nya saya lampirkan di bawah paragraf ini) memecahkan rekor penonton pertandingan amatir, yaitu dihadiri 100 ribu orang. Di Indonesia, pada 1985 pertandingan antara PSMS vs Persib Bandung yang masuk klasifikasi liga amatir malah berhasil menembus rekor jumlah penonton sampai 150 ribu orang. Sayang, dan tentu saja, laga legendaris itu tidak dilengkapi dengan Programme.



Banyak Programme punya harga tinggi karena ada peristiwa khusus. Seperti programme Manchester United vs Sheffield Wednesday di FA Cup tahun 1958. Ini pertandingan pertama sesudah tragedi kecelakaan pesawat yang menewaskan banyak pemain MU di Munich. Sebagai penghormatan untuk pemain yang meninggal, di dalam programme itu susunan pemain Red Devils dikosongkan.



Gambar di atas adalah Programme dari pertandingan Liverpool vs Preston North End pada 13 Maret 1937. Di programme ini ada tribute untuk John McKenna yang berjuang agar Liverpool diterima di Divisi Dua dari Football League pada tahun 1893. Pada musim 1893/94, Liverpool langsung juara dan naik ke Divisi Satu. John Mckenna kemudian jadi Presiden Liga Inggris dari 1910 sampai tahun 1936.

Dan yang sangat menarik, di Programme itu terdapat susunan pemain Preston yang salah satu pemainnya adalah Bill Shankly. Kita tahu, Shankly kemudian menjadi manager Liverpool yang membawa klub dari kota pelabuhan itu jadi raja diraja sepakbola Inggris sebelum kemudian dipatahkan dominasinya oleh Manchester United di bawah kepemimpinan Sir Alex Ferguson.

Di Inggris sekarang ada ribuan klub dalam ratusan liga yang memproduksi Programme untuk setiap pertandingan. Klub-klub kecil sekali pun tetap bersemangat membuatnya. Harga Programme untuk klub-klub kecil merata di kisaran 2 poundsterling. Akan tetapi, walaupun hanya ada dua ratus eksemplar yang laku di setiap pertandingan, iklan-iklan dari beberapa sponsor di dalam Programme itu bisa berharga ratusan juta untuk satu musim kompetisi.



Itu tentu akan sangat berarti bagi klub-klub kecil. Apalagi jika digabung dengan tiket masuk yang ada di kisaran 7 sampai 10 pounds. Itu semua akan sangat membantu klub-klub kecil dan amatir itu untuk membiayai uang transport pemain, wasit dan dan biaya pertandingan lainnya.

Bagaimana kalau di Indonesia setiap klub membuat Matchday Programme mulai dari Divisi Dua sampai Divisi Utama/Liga Super? Tiap stadion bisa buat Programme Shop yang bisa menjual Matchday Programme dari tiap pertandingan home dan pertandingan away yang sebelumnya. Mereka bisa saling tukar Programme dengan klub yang lain untuk memenuhi kebutuhan para kolektor yang ingin membawa pulang oleh-oleh dari stadion.

Tetapi ada beberapa hal yang harus dicatat, dan inilah yang membuat ide menggalakkan produksi Programme jadi sangat sulit direalisasikan di Indonesia.

Seperti yang diceritakan sebelumnya, Programme itu bagian utamanya adalah susunan pemain. Itu butuh kerja sama di antara dua klub karena klub tamu harus memberikan informasi tentang pemain mereka, seperti karier singkatnya termasuk mantan klub, juga sejarah klub mereka sendiri. Juga harus ada susunan jadwal pertandingan selama satu musim kompetisi supaya penonton bisa melihat hasil-hasil dari pertandingan sebelumnya dan jadwal pertandingan untuk berapa bulan ke depan.

Untuk itu harus ada pula kerja sama antara PSSI, pengelola liga dan klub. PSSI dan pengelola liga jelas harus memastikan agar jadwal kompetisi tidak ada perubahan. Ini terkait jadwal dan agenda produksi Programme. Karena mencetak terbitan seperti itu tidak bisa mendadak, harus beberapa hari sebelumnya. Apa jadinya jika Programme sudah dicetak tapi ternyata pertandingan diundur karena satu dan lain hal?

Klub-klub di Singapura sudah sangat rajin dan biasa membuat Programme karena mereka sudah tahu persis jadwal kompetisi itu jarang sekali ada perubahan.

Kalau Liverpool atau klub dari Inggris datang kembali ke Jakarta, mudah-mudahan saya tidak harus bertemu suporter dari Inggris yang bertanya: "Where is the match day programme, Mate?”


Dusun Drigu, Poncokusumo, Malang, 5 Oktober 2013.


===

* Penulis lahir dan besar di Inggris, sudah puluhan tahun menjadi warga negara Indonesia. pernah melatih sejumlah klub-klub di tanah air. Akun twitter: @papuansoccer

(a2s/roz)

Hide Ads