Apa Untungnya Eksodus ke Malaysia?
Senin, 21 Nov 2005 14:07 WIB

Jakarta - Keberhasilan Bambang Pamungkas dan Elie Aiboy merumput di Malaysia membuat eksodus pesepakbola Indonesia ke Malaysia makin gencar. Adakah untungnya buat Indonesia?Hari-hari ini, nama Bambang dan Elie cukup kencang dibicarakan para penggemar sepakbola di Tanah Air. Biangnya, apalagi kalau bukan karena mereka berhasil membawa Selangor FC menggodol treble juara: Liga Primer, Piala FA, dan Piala Malaysia.Kiprah Bambang dan Elie di Malaysia pun terkuak. Mereka menjadi pemain kunci di Selangor. Jumlah fulus yang mereka terima di Malaysia juga bikin geleng-geleng kepala banyak orang di Indonesia.Selain gaji perbulan yang aduhai, Bambang dan Elie juga menerima bonus yang menggiurkan bila timnya memenangkan pertandingan. Belum fasilitas-fasilitas yang lain. Sebagai info sekilas saja, menurut pemberitaan beberapa media, Bambang dan Elie sebulan tak kurang koceknya terisi 100 juta rupiah. Bandingkan dengan gaji Bambang di Persija yang berkisar di angka 15 juta-an rupiah.Dampaknya, para pemain papan atas Indonesia pun mulai tergiur dengan jumlah ringgit yang "legit" bila mereka bermain di Malaysia. Sejumlah pemain Indonesia dikabarkan sudah siap-siap eksodus ke Malaysia. Yang sudah pasti adalah Ponaryo Astaman dan Ilham Jayakusuma. Ponaryo diboyong oleh Melaka Telekom, sedang Ilham hampir pasti digaet MPPJ Selangor.Sejumlah nama lain juga sibuk berurusan dengan klub-klub Malaysia. Boaz dan Ortizan Salossa serta Jack Komboy diminati Perak. Saktiawan Sinaga dan Agus Indra diincar Johor FC. Ismed Sofyan ditawari kontrak Melaka Telekom. Sementara itu Charis Yulianto didekati Selangor FC. Tak puas dengan 'menggoda' Ilham, MPPJ Selangor pun berusaha memikat Firmansyah.Pemain-pemain di atas ditawari kontrak antara 1 - 1,7 milyar rupiah. Hanya Boaz yang memutuskan menolak pinangan klub Malaysia dengan alasan ingin konsentrasi kuliah, menyusul sanksi dari PSSI berupa larangan terlibat dalam kegiatan sepakbola nasional selama 1 tahun.Sejumlah nama lain kini juga sudah didekati klub-klub Malaysia. Kurniawan dan Budi Sudarsono dilirik oleh Serawak. Sementara Perak masih mengincar Gendut Doni dan Stanley Maumaya. Bahkan pemain medioker semacam Sony Kurniawan kabarnya diminati oleh Sabah. Bila pemain-pemain di atas setuju dengan tawaran-tawaran klub Malaysia, maka eksodus pilar-pilar pemain timnas kita ke Malaysia tak terhindarkan.Bila itu terjadi, apa untungnya buat persepakbolaan kita? Jawabnya: nyaris tidak ada! Mari kita lihat anatomi persepakbolaan kita dan Malaysia. Sampai hari ini, menurut rangking yang disusun FIFA, peringkat Indonesia lumayan jauh terpaut dengan Malaysia. Kita berada di posisi 98 sementara Malaysia di urutan 115. Apa artiya? Prestasi timnas dan klub-klub Malaysia masih di bawah kita. Ini tentu tak bisa dilepaskan dari mutu dan ketatnya kompetisi di masing-masing negara.Dengan asumsi itu, jangan terlalu berharap bahwa permainan para pemain Indonesia akan meningkat bila mereka hijrah ke klub-klub Malaysia. Sedihnya lagi, tidak semua pemian-pemain Indonesia akan bermain di divisi utama. Contoh gamblangnya adalah Bambang dan Elie yang bermain di Selangor. Klub ini dalam kompetisi musim ini adalah anggota Liga Primer, bukan Liga Super. Liga Primer kalau di Indonesia setaraf dengan level Divisi I. Jadi perlu dipertanyakan, apakah gemilangnya Bambang dan Elie bukan karena longgarnya persaingan di Liga Primer?Dan kita juga haruis teliti. Di Liga Primer Bambang bukanlah pemain paling produktif mencetak gol. Dia masih kalah dengan pemain Marlon Alex James yang membela MK Land. Sampai di sini, kita harus berpikir dengan kepala dingin dalam melihat prestasi yang dikuir Bambang dan Elie.Di dalam negeri, mutu kompetisi juga relatif bisa merosot akibat ditinggalkan para pemain papan atas. Imbasnya, timnas kita akan semakin payah. Sudah pemain nasional senior tak kunjung meningkat kualitasnya karena bermain di kompetisi bermutu rendah di Malaysia, pemain lokal sendiri tidak mendapat partner kuat dalam bersaing di Liga Indonesia.Menjadi kredit poin tersendiri seandainya para pemain kita bisa bermain di Kompetisi Liga yang lebih maju. Tak usah jauh-jauh ke Eropa. Bisa bermain di Cina, Jepang, Korea atau Timur Tengah saja merupakan kemajuan yang perlu disyukuri.Jadi, membludaknya pemain kita yang akan ke Malaysia bukanlah bukti dari semakin baiknya kualitas pemain kita. Ini hanya bukti gamblang bahwa pemain-pemain kita baru bisa berkiprah di wilayah regional. Inipun terkait dengan ceruk bisnis yang tiba-tiba terbentuk. Maklum hadirnya pemain kita cukup menyedot para TKI untuk datang ke stadion.Tegasnya, sampai hari ini, secara budaya-teknis-mental pemain kita memang selalu gagal bila bersaing di level global. Kita masih ingat Ricky Yakob yang lebih banyak cedera ketika membela Matshusita di kompetisi Liga Jepang. Begitu juga dengan Bima Sakti saat tampil di Liga Swedia saat membela IF Helsinborg. Faktor cuaca yang non-tropis membuat mereka berdua rentan cedera.Kurniawan juga kalah bersaing dengan pemain depan FC Lucerne yang lain saat membela klub itu di kompetisi Liga Swiss. Dan kemudian Kurniawan memilih mudik ke Indonesia ketika dalam tahap seleksi di Sampdoria akibat "terlalu beratnya" menu latihan. Dan Rochy Putiray harus buru-buru kembali ke Indonesia karena dianggap kualitasnya di bawah standar saat mengikuti seleksi di Auxerre, klub divisi utama Prancis.Buat para pemain yang berniat eksodus ke Malaysia mungkin bisa menyimak pengalaman pindahnya Muhammad Kallon dari Inter Milan ke Al-Ittihad (Arab Saudi). Meski tahun ini Kallon membawa Ittihad juara Liga Champions Asia, banyak yang menyayangkan kepindahannya ke Arab Saudi. Dengan bermain di Arab Saudi, Kallon terjun ke level kompetisi yang lebih rendah meski dengan bayaran yang lebih besar. Meski meraih Piala Champions Asia, sosok Kallon sudah dianggap "mati". Bagaimanapun barometer sepakbola adalah Eropa -dengan iklim kompetisi yang ketat. Padahal Kallon masih punya kualitas bersaing dengan bomber-bomber papan atas di Liga Serie A.Sebagai penutup, jangan terlalu berharap timnas kita akan menjadi lebih baik karena kasus eksodus para pemain ke Malaysia. Paling-paling kita berharap kelak ketika mereka mudik ke Indonesia mereka bisa menularkan bagaimana menjadi pemain yang patuh pada aturan dan tidak bertindak brutal di lapangan. Untuk yang satu ini, para pemain di Malaysia memang lebih baik. Namun yang perlu dicatat, setiap pemain memang berhak menentukan jalan hidupnya sendiri.====Penulis adalah pemerhati sepakbola yang tinggal di DepokFoto: Bambang Pamungkas, keberhasilannya di Malaysia membuat pemain lain tertarik eksodus ke negeri jiran (msl) (mel/)